RUANGPOLITIK.COM— Potensi reshuffle kabinet Presiden Jokowi dan Wapres KH Ma’ruf Amin masih terus bergelinding. Meski waktu yang ditetapkan dan siapa menteri yang diganti masih menjadi misteri. Namun, sayangnya isu reshuffle kabinet mencuat disaat politik panas jelang pilpres. Sehingga profesionalitas dan alasan dibelakangnya menjadi satir.
Hal ini sudah dibenarkan oleh Presiden Jokowi. Nama Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo ramai diberitakan akan segera lengser. Terlebih menteri dari NasDem ini juga harus ‘dikorbankan’ menyusul hubungan memanas Jokowi dan Ketum NasDem Surya Paloh. Bahwa ada narasi jika harus ada menteri dari NasDem yang harus dicopot meski saat ini tercatat ada tiga menteri NasDem yang masih aktif di pemerintahan Jokowi.
Kubu Mentan Tolak Dicopot
Menurut Koordinator Barisan Muda SYL, R. Wijaya Dg Mappasomba mengatakan siap berada di garda terdepan untuk menangkal reshuffle. Karena itu, ia meminta Presiden Jokowi untuk mengurungkan niatnya mereshuffle menteri dari Partai NasDem.
“Kami siap kawal Komandan (SYL) sampai 2024. Dan tidak alasan untuk diganti,” kata Wijaya, Selasa (27/12/2022).
Wijaya juga menyoroti bahwa isu reshuffle kali ini dilatarbelakangi karena Partai NasDem mengusung Anies Baswedan sebagai capres. Menurut dia, jika Presiden Jokowi mereshuffle menteri dari Partai NasDem karena hal tersebut, bukan tidak mungkin bakal ada konflik kepentingan.
“Itu kan logika berpikirnya sesat bin aneh. Bisa saja kurang gaul dalam politik,” tutur dia.
Kinerja Mentan Dikritik Mendag
Sementara itu, berdasarkan data Perum Bulog per 22 November 2022, stok cadangan beras pemerintah (CBP) hanya 426.573 ton. Artinya, jumlah stok yang tersedia menipis. Oleh sebab itu, untuk memenuhi ketersediaan beras, Bulog berencana akan impor beras sebanyak 500.000 ton untuk memenuhi CBP di tahun 2022 hingga awal 2023.
Temuan fakta di lapangan yang membuat harga beras terus naik sangat berlawanan dengan data yang disampaikan oleh Mentan bahwa beras mengalami surplus. Sehingga membuat Menteri Perdagangan merasa miris karena harga beras di pasaran yang terus naik dan pemerintah juga terpaksa harus kembali impor beras.
“Kemudian lahannya tambah kurang bukan tambah lebih. jadi kalau produksi padi tiap tahun naik, itu dari mana dasarnya naik-naik itu,” kritik Zulhas.
Politisi NasDem Mengamuk
Ucapan politisi PDIP Djarot Saiful Hidayat bahwa ada menteri dari NasDem yang harus dievaluasi.
“Mentan dievaluasi, Menhut dievalusi, Menteri Kehutanan ya. Harus dievaluasi. Semua menteri juga harus dievaluasi. Supaya apa? Supaya ada satu darah baru yang segar yang bisa mendukung penuh kebijakan Pak Jokowi untuk menuntaskan janji-janji kampanyenya,” ujarnya di kantor DPP Taruna Merah Putih, Menteng, Jakarta Pusat, Jumat (23/12).
Menanggapi usulan ini, politisi Ketua DPP Partai Nasdem Irma Suryani Chaniago meradang atas pernyataan Djarot tersebut.
“Sebaiknya Djarot jangan asal bunyi! Karena faktanya, dua menteri Nasdem yang ia minta dievaluasi adalah menteri-menteri yang punya prestasi,” kata Irma, Sabtu (24/12).
Ia mengklaim, di era kepemimpinan Siti Nurbaya sebagai Menteri LHK, peristiwa kebakaran hutan di Indonesia dapat ditekan dan udara jadi lebih bebas dari kabut asap.
Siti Nurbaya telah melakukan kinerja yang sangat baik, di mana ia telah mengenakan sanksi yang sangat tegas untuk pelanggar ketentuan pemerintah terkait penggunaan lahan.
“Jutaan hektare hutan yang selama ini lepas ke tangan orang-orang yang hanya menguntungkan oknum-oknum tertentu dapat dikelola dengan baik di tangan Siti Nurbaya,” ujarnya meradang.
Pandangan Pengamat
Menyoroti hal ini pengamat politik Efriza saat dihubungi RuPol, Selasa (27/12) mengatakan kinerja menteri memang belum memuaskan. Meski kepercayaan publik kepada pemerintah masih cukup bagus.
“Kinerja menteri masih saat ini tampaknya tidak memuaskan. Meski kepuasan pemerintah masih relatif baik. Namun, kinerja keseluruhan dari pemerintah menuju 2023 sepertinya patut diperhatikan agar tidak menuju kekhawatiran, ” ungkap Efriza.
Karena itu Efriza menilai reshuffle menjadi pilihan dari Jokowi sebagai langkah bijak menyikapi kinerja dan capaian yang belum maksimal.
“Memang faktanya saat ini reshuffle pilihan yang baik. Sebab, pemerintah harus segera mempersiapkan kondisi 2023 yang dapat saja lebih mengkhawatirkan. Saat ini harga beli masyarakat tidak sebanding dengan pendapatan,” ulasnya.
Contohnya PHK massal sepertinya menjadi pilihan oleh para pengusaha untuk mengurangi beban ekonomi usahanya. Kinerja menteri terlihat berjalan stagnan, tak ada terobosan dan kesuksesan yang fenomenal, sepertinya mereka hanya berpikir 2023 kita kondisinya biasanya, padahal belum tentu melihat saat ini potensi inflasi maupun resesi ekonomi bisa saja akan terjadi.
“Jokowi perlu melakukan reshuffle. Reshuffle harus berdasarkan evaluasi yang jelas dan tepat, ” ungkapnya.
Karena itu Efriza menilai harus ada terobosan baru yang disiapkan oleh menteri yang akan dipilih agar bisa bekerja maksimal.
“Kementerian harus dirombak, bukan semata memperhitungkan kedekatan semata. Sisi lain, pemerintah perlu mempersiapkan terobosan dalam berbagai kebijakan. Jadi perlu dirombak kabinetnya, mencari orang yang tepat, program pemerintah perlu dievaluasi jika diperlukan, dan turut membuat terobosan penting, ” ungkapnya.
Sementara itu terkait dengan konflik NasDem dan Jokowi, ia menilai masih cukup soft dan tidak terlalu ofensif.
“Tampaknya reshuffle hanya terkait kepentingan politis semata. Pemerintah Jokowi tak akan berani membuang semua kader menteri Nasdem, meski jengkel. Sebab akan menambah musuh baru, menambah kekuatan oposisi, jadi paling dicopot satu atau dua saja. Nah, kursi yang dicopot ini bisa diberikan kepada PDIP, atau partai lain yang loyal kepada pemerintah, tapi yang cenderung kepada profesional,” ungkapnya.
Saat ini ada tiga nama yang cukup menguat untuk masuk kedalam kabinet Jokowi kali ini. Yaitu Jenderal Andika Perkasa dan Muhammad Zainul Majdi atau TGB mantan Gubernur NTB dan politisi PDIP FX Rudy.
“Profesional akan dipilih agar tidak terjadi riak di kabinet. Sedangkan nama Andika Perkasa, bisa saja hadir dimasukkan untuk mencegah Andika berduet dengan Anies Baswedan, sebab kecenderungan Anies-Andika menjadi kuda hitam, dibandingkan Anies-AHY yang sudah diperhitungkan cenderung mudah dikalahkan,” ucapnya.
Sementara itu melihat peluang TGB lebih kepada persiapan Pilpres untuk mengimbangi kekuatan Anies yang didukung oleh mayoritas muslim.
“TGB bisa saja diplot menjadi menteri, untuk kemudian dinaikkan menjadi wakil presiden mendampingi Ganjar Pranowo agar unsur Islam, bisa menandingi rivalnya bacapres Anies yang menguat di unsut Islam, namun friksi bisa menguat karena menambah kursi Perindo sementara partai itu non-parlemen, ” jelasnya.
Sementara itu menurut Efriza, jika melihat peluang FX Rudy ditarik menjadi menteri karena loyalitas dan jasanya terhadap Jokowi dan Gibran.
“FX Rudy bisa menambah kursi PDIP mengganti Nasdem. Maupun mengganti kursi menteri PDIP yang dianggap kurang memuaskan, disamping strategi politik menekan Megawati, Puan Maharani menambah kekuatan para pendukung Jokowi, tujuannya jelas kepada Pilpres,” pungkasnya.(IY)
Editor: Ivo Yasmiati
(RuPol)