RUANGPOLITIK.COM — Dalam siaran resminya, PBB mengaku prihatin, adopsi ketentuan tertentu dalam KUHP yang direvisi yang tampaknya tidak sesuai dengan kebebasan dasar dan HAM.
“Termasuk hak atas kesetaraan di hadapan hukum dan perlindungan hukum yang sama tanpa diskriminasi. Hak atas privasi serta hak atas kebebasan beragama atau berkeyakinan, dan kebebasan berpendapat dan berekspresi,” isi penyataan PBB, Kamis (8/12).
Menanggapi hal ini, Profesor Tulus Warsito Guru Besar Ilmu Politik Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY) saat dihubungi RuPol, Rabu (14/12) mengatakan jika aksi protes yang dilakukan oleh PBB bukanlah sebagai sebuah bentuk intervensi.
“PBB bereaksi/menanggapi, bukan intervensi boleh aja,” tegas Prof Tulus.
Sementara itu, sebelumnya juga ada kritikan dari akademisi dan legislator yang meminta agar pemerintah melakukan tindakan tegas dengan melakukan pengusiran perwakilan PBB yang berada di Indonesia. Karena sudah dianggap melanggar kedaulatan hukum dalam negeri Indonesia sebagai negara yang merdeka.
Menurut Prof Tulus, pemerintah tak usah terlalu berlebihan dengan melakukan hal-hal yang bisa merusak komunikasi dan diplomasi Indonesia di mata internasional.
“Manggil minta keterangan cukup. Kan mereka cuma menanggapi,” ungkapnya.
Pof Tulus menilai apa yang dilakukan PBB adalah hal yang wajar, termasuk juga munculnya Travel Warning dari Australia yang mengingatkan warga negaranya bahwa Indonesia sudah tidak aman bagi asing.
“Seperti kita nggak suka aturan negara lain, ya paling2 kita dinyinyirin soal itu aja. Lainnya normal2 saja” jawabnya.
Beberapa pasal yang dikritik PBB dan dianggap berpotensi mengkriminalisasi kerja jurnalistik dan melanggar kebebasan pers dan kehidupan sosial.
“Orang lain akan mendiskriminasi, atau memiliki dampak diskriminatif pada, perempuan, anak perempuan, anak laki-laki dan minoritas seksual, dan memperburuk kekerasan berbasis gender, dan kekerasan berdasarkan orientasi seksual dan identitas gender,” kata PBB dalam pernyataan yang dirilis 8 Desember tersebut.
Prof Tulus menanggapi dengan sederhana, bahwa selama ini kita juga kritis terhadap aturan negara lain.
“Kita kan juga nyinyir terhadap aturan orang, wajar aja,” pungkasnya.
Sementara sikap tegas disampaikan oleh politisi Golkar Dave Akbarshah Fikarno, Selasa (13/12). Ia menegaskan sebagai negara yang berdaulat Indonesia berhak menentukan keputusan hukum bebas dari intervensi asing.
“Tidak ada lembaga atau negara manapun yang memiliki otoritas untuk mendikte hukum kita. Semua kebijakan kita itu harus kita menentukan tidak bisa di-drive (disetir) negara asing,” kata Dave.
Dave menerangkan, Indonesia memiliki ahli hukum yang banyak dan proses revisi KUHP juga sudah dibahas cukup lama.
“Ini kedaulatan kita membahas dan memutuskan UU kita sendiri, kita tidak mempermasalahkan UU negara lain. Dan ini tidak menginjak-nginjak hak asasi siapapun, karena justru ini bakal melindungi kalau dipelajari secara detail,” ujar Ketum PPK Kosgoro 57 ini.
Editor: Ivo Yasmiati
(RuPol)