Itu memang atas masukan beberapa akademisi, termasuk Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan. Jadi kita kembalikan ke Undang-Undang eksisting
RUANGPOLITIK.COM — Sebanyak 5 pasal dihapus dalam draft akhir Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana atau RKUHP 9 November 2022. Artinya ada pengurangan pasal dalam draft akhir Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana atau RKUHP dari 632 menjadi 627 pasal.
Wakil Menteri Hukum dan HAM Edward Omar Sharif Hiariej menerangkan 5 pasal ini mengatur soal advokat curang, praktik dokter dan dokter gigi, penggelandangan, unggas dan ternak, serta tindak pidana kehutanan dan lingkungan hidup.
“Itu memang atas masukan beberapa akademisi, termasuk Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan. Jadi kita kembalikan ke Undang-Undang eksisting,” ujar Edward saat ditemui usai rapat kerja bersama Komisi Hukum DPR, Rabu, 9 November 2022.
Meski demikian, Edward menyebut pemerintah menerima masukan dari Komisi Hukum DPR untuk menambahkan pasal baru yang mengatur tindak pidana rekayasa kasus. Ia mengaku usulan ini tak menjadi soal dan bisa segera dituntaskan.
Baca juga:
Perbedaan-dana-desa-dd-dan-alokasi-dana-desa-add/
“Ini kan 5 dicabut nih, kalau tadi mendengar apa yang disampaikan sepintas dari teman-teman dewan, ada minta untuk ditambahkan mengenai pasal rekayasa kasus. Kami kira ya tidak ada masalah dan minta untuk dipertegaskan mengenai beberapa penjelasan,” kata dia.
Anggota Komisi Hukum DPR kompak mengusulkan penambahan pasal yang mengatur tindak pidana rekayasa kasus dalam RKUHP. Anggota Komisi Hukum Fraksi Partai Persatuan Pembangunan (PPP), Arsul Sani, menyebut komisinya telah menerima banyak masukan dari berbagai elemen masyarakat soal rekayasa kasus.
“Mungkin ada satu sampai dua pasal tindak pidana baru. Jadi ini kira-kira saya tidak tahu persis tapi mungkin jadi bagian dari bab atau sub bab di bawah obstruction of justice,” kata Arsul dalam rapat kerja bersama Kemenkumham, Rabu, 9 November 2022.
Arsul mencontohkan banyaknya tindak pidana narkotika yang kerap direkayasa. “Sering terjadi tindak pidana narkotika tapi ditaruh di mana, ini untuk meng-cover, untuk memastikan bahwa penegakan hukum kita adil dan tidak dibuat-buat,” ujarnya.
Senada dengan Arsul, anggota DPR Komisi Hukum Fraksi Partai NasDem, Taufik Basari, mengusulkan penambahan pasal soal rekayasa kasus berkaca dari pengalaman sebelumnya. Menurut dia, tindakan fabrikasi bukti harus dipidana.
“Kami usulkan ada (pasal) fabrikasi bukti di mana ketika ada orang yang memasukkan bukti, membuat bukti-bukti palsu yang digunakan dalam proses pengadilan, maka itulah yag dimaksud rekayasa kasus dan harus dipidana,” jelasnya.
Editor: Syafri Ario
(Rupol)