RUANGPOLITIK.COM –Masuknya 6 orang Jenderal Purnawirawan ke PDI-Perjuangan tentunya tak bisa dianggap enteng. Semua nama besar ini yakni Letnan Jenderal TNI (Purn.) Ganip Warsito, Laksamana Madya TNI (Purn.) Agus Setiadji, Irjen Pol. (Purn.) Fakhrizal, Mayjen TNI (Purn.) Gunawan Pakki, Mayjen TNI (Purn.) F. Saud Tamba Tua, Brigjen TNI (Purn.) Donar Philip Rompas, tentunya punya pengalaman dan latar belakang yang sangat mumpumi.
Apalagi pilpres 2024 dianggap sebagai petarungan dahsyat, tak bisa dianggap enteng. Hal ini ditenggarai karena ada dua tokoh dari militer yang berkompetisi yakni Prabowo Subianto dan Agus Harimurti Yudhoyono (AHY), seorang putra mahkota Soesilo Bambang Yudhoyono yang berlatar militer.
Menanggapi fenomena ini Rupol.Com mencoba untuk menganalisa, apa pesan yang bisa ditangkap dari narasi ini. Pengamat politik dari Citra Institute Efriza, mengatakan jika fenomena ini tak bisa dianggap ringan.
“Di sisi lain, PDI-P memang butuh para purnawirawan, sebab dari koalisi Gerindra-PKB capresnya dari figur militer Prabowo. Sedangkan kubu Anies, cenderung koalisi Nasdem-PKS-PD maka jelas figur SBY purnawirawan militer juga dikhawatirkan. Sedangkan PDI-P kecenderungannya tidak akan mengkomersialkan sipil-militer, melihat pemilu 2014 dan 2019 lalu. Tetapi purnawirawan militer adalah komponen kekuatan pendukung Jokowi,” jelas Efriza.
Apalagi PDI-P juga mempertimbangkan jika masalah pertahanan dan keamanan disoroti, tentu mereka butuh militer yang memahami isu tersebut. Isu pertahanan dan keamanan terkait internasional membutuhkan pemikiran dari pihak militer.
“Figur militer juga diharapkan dapat menguatkan kemenangan PDIP di Pemilu Serentak misal untuk Pemilu Legislatifnya. Jadi ini juga strategi politik,” tuturnya.
Apakah ini sinyal jika PDI-P mulai gamang dengan popularitas Anies Baswedan yang berpeluang besar untuk mengambil hati rakyat? Mengingat massive-nya dukungan yang mengalir kepadanya. Efriza tak menampik hal itu karena secara tersirat publik bisa menilainya.
“PDIP- tentu saja gamang. Itu tak dipungkiri. Tanda-tanda itu jelas, Sekjen PDI-P sudah menyatakan Jokowi meminta keputusan PDI-P tidak di menit akhir, minimal jangan bulan Oktober. Ini bukti Jokowi juga khawatir, potensi kemenangannya akan menyusut drastis. Ini bukti Ketua Umum PDI-P Megawati Soekarnoputri mulai diintervensi oleh Jokowi. Sisi lain, juga pernyataan Hasto Kristiyanto sebagai sekjen menunjukkan ia ‘mufakat’ dengan usulan Jokowi,” jelasnya.
Efriza menambahkan, jika tantangan 2023 resesi ekonomi global juga menjadi pertarungan bagi pemerintahan Jokowi, sehingga dukungan militer ini diharapkan mampu menjadi penyokong kestabilan situasi dalam negeri.
Selanjutnya, potensi kericuhan dapat saja akan meningkat pasca calon-calon potensial maju di pilpres mulai dilirik kasus-kasusnya oleh KPK. Untuk itu, Jokowi harus mempersiapkan berbagai kemungkinan yang bisa terjadi.
“Jokowi juga memahami dukungan partai terhadap pemerintah dapat saja akan menurun, mendekati Pemilu Serentak 2024. Tentu saja, Jokowi akan mengkhawatirkan riak di Senayan, para legislatornya lebih vokal, tidak lagi manut terhadap keinginan presiden. Dukungan militer amat dibutuhkan sebagai bagian barisan kuat dibelakang presiden,” jelasnya.
Jangan lupakan pula kemungkinan menguatnya isu identitas. Dan, ini berpotensi mengarah kepada kesatuan dari negara ini. Sehingga purnawirawan militer ide dan pengaruhnya juga dibutuhkan untuk ketertiban negara ini.
“Jangan lupakan militer memang sangat dekat dengan masyarakat. Karena militer di Indonesia lahir dari rakyat. Figur militer lebih dipercaya daripada figur sipil, militer lebih menghormati pimpinannya daripada sipil, militer cenderung tidak ricuh dalam berkomunikasi. Militer juga dapat dipercaya memegang rahasia. Dan, kemenangan Pemilu 2014 dan 2019 Jokowi juga memang karena dukungan kuat dari purnawirawan militer,” ungkapnya.
Tentu Pilpres 2024 diprediksi akan lebih panas sebab Jokowi mempertaruhkan proyek strategis nasionalnya dapat dilanjutkan dan berjalan lancar.
“Tanda memanas juga sudah ditunjukkan oleh Hendropriyono dengan menyatakan ada permainan yang ramai, dan meminta purnawirawan Militer masuk partai. Dukungan militer dirasakan meski akan terjadi “perang” bintang terap juga untuk menjaga kesatuan dari NKRI ini,” ungkapnya.
Jangan lupakan pula, gerakan Islam transnasional (kanan) juga menguat. Orang-orang yang menjadi barisan tidak suka Jokowi juga mulai berani mengganggu Presiden Jokowi dengan hal nyata, tak lagi melalui media sosial, misal mengajukan proses pengadilan terkait ijasah Jokowi.
“Jokowi juga dengan kekuasaannya sempat membuat kita mengalami kemunduran demokrasi akibat tindakan keras terhadap mereka yang keras kepada pemerintah. Ini juga yang menyebabkan kebangkitan mereka yang makin membenci Jokowi. Namun, tindakan Jokowi memang terjadi karena politik identitas yang digunakan sebagai isu politik pemilu 2019 lalu. Hal inilah yang membuat wakil presiden Maruf Amin berharap 2024 jangan ada lagi politik identitas,” ungkap Efriza. (IY)
Editor: Ivo Yasmiati