RUANGPOLITIK.COM — Ketua Umum Partai Golkar Airlangga Hartarto mengatakan Koalisi Indonesia Bersatu (KIB) akan mendeklarasikan capres pada September 2023.
Pengamat komunikasi politik Universitas Esa Unggul, M. Jamiluddin Ritonga mengatakan kalau hal itu dilakukan KIB, ada kemungkinan koalisi tersebut menunggu kepastian Ganjar Pranowo diusung PDIP atau tidak.
“Kalau Ganjar tidak diusung PDIP, ada kemungkinan KIB akan menggandengnya menjadi cawapres mendampingi Airlangga. Tapi kalau Ganjar diusung PDIP, ada kemungkinan KIB akan menduetkan Airlangga dengan Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil,” ujarnya.
Menurut Jamiluddin Ritonga siapa pun yang akan diusung KIB bila dideklarasikan saat mendekati pendaftaran capres, tentu dapat merugikan partai pendukung koalisi tersebut. KIB akan kehilangan waktu berharga untuk mensosialisasikan pasangan capres yang mereka usung.
“Ibarat ketinggalan kreta, KIB akan tertinggal dalam memperkenalkan capresnya. Hal itu akan semakin sulit mendongkrak elektabilitas capres yang diusung,” jelasnya.
Bagi partai pendukung, khususnya PPP dan PAN hal itu sangat merugikan. Pasangan yang diusung akan sulit membawa efek ekor jas bagi kedua partai tersebut.
Padahal, hasil survei elektabilitas PPP dan PAN tidak sampai 4 persen. Ini artinya, kedua partai itu berpeluang besar tidak masuk Senayan pada Pileg 2024.
Karena itu, kalau KIB salah mengusung capres dan mendeklarasikan saat mepet waktu pendaftaran capres, maka efek ekor jas yang diharapkan akan sulit terwujud. “Sementara efek ekor jas itulah yang diharapkan PPP dan PAN untuk menyelamatkannya tidak terlempar dari Senayan pada Pileg 2024,” kata Mantan Dekan FIKOM IISIP Jakarta tersebut.
Berbeda dengan Golkar, tanpa efek ekor jas akan tetap melenggang ke Senayan pada Pileg 2024. Karena itu, Golkar tidak akan dirugikan bila mendeklarasikan pasangan capres mendekati September 2023.
Perbedaan tersebut kiranya akan membuat PPP dan PAN berpikir ulang untuk mengikuti Golkar mendeklarasikan pasangan Capres mendekati September 2023. Sebab hal itu tidak merugikan Golkar, tapi justru membahayakan eksistensi PPP dan PAN di Senayan.
Editor: Syafri Ario
(Rupol)