Kapolri melanjutkan bahwa tiga tersangka lainnya merupakan bagian dari unsur kepolisian
RUANGPOLITIK.COM –Tersangka tragedi di Stadion Kanjuruhan, Malang, Jawa Timur telah diumumkan langsung oleh Kapolri Listyo Sigit Prabowo.
Ada 6 tersangka yang telah diumumkan, salah satunya adalah Direktur Utama PT Liga Indonesia Baru (PT LIB) Ahmad Hadian Lukita (AHL).
“AHL yang bertanggung jawab terhadap tiap stadion untuk mempunyai sertifikat layak fungsi. Tapi saat menunjuk (Stadion Kanjuruhan), persyaratan belum dicukupi,” ucap Listyo Sigit.
Selain itu, Ketua Panpel Arema Abdul Haris dan Security Officer Arema Suko Sutrisno juga ditetapkan sebagai tersangka.
Kapolri melanjutkan bahwa tiga tersangka lainnya merupakan bagian dari unsur kepolisian.
Diantaranya adalah pria berinisial H selaku anggota Brimob Polda Jatim, Kasat Samapta Polres Malang BS, dan Kabag Ops Polres Malang, Wahyu SS.
Ia menambahkan, peran ketiga unsur Polri itu berhubungan dengan penembakan gas air mata saat kerusuhan mulai bereskalasi.
“Saudara H, anggota Brimob Polda Jatim. Yang bersangkutan memerintahkan anggota untuk menembakkan gas air mata,” papar Kapolri.
Korban Tewas Sebanyak 131 Orang
Kepala Divisi Humas Polri Irjen Pol. Dedi Prasetyo mengabarkan pembaharuan korban meninggal dunia akibat tragedi di Stadion Kanjuruhan, Malang, Jawa Timur.
Dari hasil verifikasi dan pengecekan data bersama Dinas Kesehatan, Tim DVI, dan direktur rumah sakit, jumlah data korban meninggal menjadi 131 orang.
“Jadi data korban meninggal 131 orang,” tukas Dedi kepada awak media, Rabu (5/10/2022).
Dedi menjelaskan selisih data korban meninggal terjadi karena ada 12 korban meninggal yang tidak mendapatkan fasilitas kesehatan.
Kronologi Tragedi Kanjuruhan
Kapolda Jawa Timur Irjen Pol Nico Afinta mengatakan mulanya pertandingan Arema vs Persebaya berjalan lancar dan aman.
Namun, usai peluit pertandingan berakhir, sejumlah oknum suporter Arema FC merasa kecewa dan meluapkan emosinya dengan memasuki lapangan pertandingan.
Sesaat setelah pertandingan usai, tepatnya pada pukul 21.58 WIB, pemain dan ofisial Persebaya Surabaya dilempari botol air mineral dan barang lainnya saat hendak masuk ke dalam kamar ganti pemain.
Kemudian, berselang dua menit, suporter Aremania turun ke lapangan dan menyerang pemain Arema dan ofisial.
“Oleh petugas keamanan, (mereka) dilindungi dan dibawa masuk ke dalam kamar ganti pemain,” urai Nico dalam keterangan tertulis yang diterima di Bandung, Minggu (2/10/2022).
Keadaan semakin tidak terkendali, Aremania yang turun ke lapangan semakin banyak dan beralih menyerang aparat keamanan.
Investigasi
Hasil investigasi yang dilakukan Media Amerika Serikat (AS), The Washington Post menemukan bahwa polisi menembakan sedikitnya 40 peluru gas air mata termasuk flash bang dan flare, dalam rentang waktu 10 menit di Tragedi Kanjuruhan.
Washington Post menyebut, tak lama setelah pertandingan berakhir, polisi menembakkan setidaknya 40 peluru ke arah suporter baik di lapangan maupun di tribun. Sebagian besar peluru diarahkan ke tribun 11, 12 dan 13.
Polisi yang berada di area tribun 13 menembakkan gas air mata ke lapangan dan naik ke tribun, menyebabkan ribuan suporter berlari mencari perlindungan ke pintu keluar stadion.
Tetapi, pintu yang hanya cukup lebar untuk dilewati satu atau dua orang sekaligus, sementara massa yang begitu banyak menyebabkan penumpukan.
Saat gas dan asap mengepul melalui bagian 12 dan 13, banyak penonton melompat kembali ke lapangan untuk menghindarinya, berdasarkan keterangan 10 saksi yang diwawancarai.
Mereka berusaha mencari jalan keluar lain karena pintu keluar di bagian tersebut terkunci dan tidak dapat dibuka.
Washington Post menyebut penggunaan gas air mata yang memicu banyaknya korban tewas hingga mencapai 131 orang.
“Apa yang terjadi di Kanjuruhan adalah akibat langsung dari tindakan polisi yang dikombinasikan dengan manajemen stadion yang buruk,” ujar Profesor asal Inggris Clifford Stott, dikutip RuPol dari The Washington Post, Kamis, (6/10/2022).
“Menembakkan gas air mata ke tribun penonton saat gerbang terkunci kemungkinan besar tidak akan menghasilkan apa-apa selain korban jiwa dalam jumlah besar. Dan itulah tepatnya yang terjadi,” ujar Clifford Stott, profesor dari Universitas Keele yang mempelajari kepolisian penggemar olahraga.
Editor: B. J Pasaribu
(RuPol)