RUANGPOLITIK.COM –Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan menjelaskan alasan pemerintah mulai merevisi Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP).
Dia mengatakan berdasarkan filsafat, sosiologi, dan ilmu politik hukum, hukum adalah pelayan masyarakat dimana hukum itu berlaku.
Menurutnya, dimana ada masyarakat, disana ada hukumnya yang sesuai dengan ideologi, pandangan, dan kesadaran hukum di masyarakat itu.
Mahfud MD menegaskan, jika melihat kembali konstitusi hukum nasional, maka pembentukan KUHP Nasional adalah salah satu politik hukum yang pertama, yang diperintahkan untuk dibuat di Indonesia.
Di dalam aturan peralihan Pasal 2 UUD 1945 digariskan, semua lembaga dan peraturan kolonial yang masih berlaku, maka tetap berlaku sepanjang belum dibentuk yang baru menurut UUD ini.
Berita Terkait:
Di MKD, Mahfud tidak mau sebut nama anggota DPR yang dihubungi Fredy Sambo
Gegara Mahfud MD Bongkar Kasus Sambo, Banyak ‘Penyakit’ Korps Bhayangkara Ketahuan Semua
Bukan Cak Imin, tapi Mahfud MD Capres Pilihan Pertama Warga NU
Partai Gerindra Bangun Pendekatan dengan Tokoh NU, Ada Cak Imin hingga Mahfud MD
“Artinya, ketika kita menyatakan kemerdekaan pada saat itu, sudah ada perintah konstitusi agar hukum-hukum yang berlaku sejak jaman kolonial Belanda, segera diganti dengan hukum-hukum yang baru dan yang lama hanya boleh berlaku sampai dibentuk hukum yang baru tersebut” ujarnya, dalam keterangan resmi di Jakarta, Rabu (7/9/2022).
Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi itu mengatakan dimana ada masyarakat, disana ada hukumnya yang sesuai dengan ideologi, pandangan, dan kesadaran hukum di masyarakat itu.
Hukum adalah pelayan masyarakatnya sehingga harus memuat isi yang sesuai dengan kehidupan masyarakat dimana hukum itu berlaku.
“Jika masyarakat berubah, maka hukum juga harus berubah, agar sesuai dengan kebutuhan dan kesadaran hukum masyarakat yang dilayaninya,” ujarnya.
“Oleh karena masyarakat Indonesia sekarang sudah berubah, dari masyarakat terjajah menjadi bangsa merdeka, maka hukum kolonial harus diganti dengan hukum nasional,” lanjutnya.
Kementerian Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Kemenko Polhukam) mulai menyelenggarakan diskusi publik untuk menampung aspirasi dan masukan masyarakat tentang Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana atau RKUHP.
Diskusi berlangsung di 11 Kota, mulai dari Kota Medan yang sekaligus mencakup wilayah Aceh, Kepulauan Riau, dan Riau, hingga Kota Manokwari yang mencakup Papua Barat dan Papua di ujung timur Indonesia.(FSL)
Editor: B. J Pasaribu
(RuPol)