RUANGPOLITIK.COM – Tahun 2024 akan menjadi momentum bersejarah dalam kehidupan berdemokrasi di Indonesia. Pesta demokrasi lima tahunan akan digelar secara besar-besaran.
Bagaimana tidak, Komisi Pemilihan Umum akan mengadakan pemilihan presiden dan wakil presiden, pemilihan anggota legislatif DPR RI, DPRD provinsi dan kabupaten/kota secara serentak. Pada tahun itu pula akan digelar pemilihan kepala daerah (pilkada).
Sebanyak 271 kepala daerah akan mengakhiri jabatannya pada 2022 dan 2023. Rinciannya 101 kepala daerah akan mengakhiri jabatan pada 2022 yang terdiri dari tujuh gubernur, 76 bupati dan 18 wali kota.
Kemudian, pada 2023 akan ada 170 kepala daerah lengser yakni 17 gubernur, 115 bupati, dan tiga wali kota. Artinya, akan ada 24 gubernur, 191 bupati, dan 56 wali kota berakhir masa jabatannya pada periode 2022-2023.
Kepala daerah yang masa jabatannya habis sebelum pilkada serentak 2024 akan digantikan oleh penjabat sementara sampai dengan dilantiknya gubernur, bupati, atau wali kota definitif. Aturan mengenai hal ini tertuang dalam Pasal 201 ayat (9) Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pemilihan Kepala Daerah yang kemudian disempurnakan melalui Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2020 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Wali Kota.
Penjabat gubernur diusulkan oleh Menteri Dalam Negeri kepada Presiden, dengan kriteria Aparatur Sipil Negara (ASN) pejabat tinggi madya atau setara eselon I. Sementara penjabat bupati/wali kota akan diusulkan oleh gubernur kepada menteri dalam negeri, dengan kriteria ASN pejabat tinggi pratama atau setara eselon II.
“Seleksi figur-figur penjabat daerah betul-betul dilakukan dengan baik, sehingga kita mendapatkan penjabat daerah yang capable, memiliki leadership yang kuat, dan menjalankan tugas yang berat di tengah situasi ekonomi global yang tidak mudah,” kata Presiden Joko Widodo saat rapat koordinasi persiapan Pemilu Serentak 2024, (10/4/2022), seperti dikutip dari kanal Youtube Sekretariat Presiden.
Saat ini, terdapat lima gubernur yang telah mengakhiri masa jabatannya dan langsung digantikan oleh penjabat gubernur. Kelima penjabat gubernur itu telah dilantik Mendagri Tito Karnavian di Jakarta pada Kamis (12/5/2022).
Mereka adalah Sekretaris Daerah Banten Al Muktabar yang menggantikan Gubernur Wahidin Halim. Kemudian Direktur Jenderal Otonomi Daerah Kementerian Dalam Negeri Akmal Malik mengisi posisi lowong Gubernur Sulawesi Barat Ali Baal Masdar Anwar. Deputi Bidang Pengelolaan Potensi Kawasan Perbatasan, Badan Nasional Pengelola Perbatasan (BNPP), Paulus Waterpauw sebagai Penjabat Gubernur Papua Barat menggantikan kursi Dominggu Mandacan.
Lalu Dirjen Mineral dan Batu Bara, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Ridwan Djamaluddin sebagai Penjabat Gubernur Kepulauan Bangka Belitung menggantikan Erzaldi Rosman Djohan. Gubernur Gorontalo Rusli Habibie digantikan Staf Ahli Bidang Budaya Sportivitas, Kementerian Pemuda dan Olahraga, Hamka Hendra Noer.
Tito juga turut melantik lima penjabat kepala daerah dan satu wakil bupati di Papua pada Jumat (27/5/2022). Mereka yang dilantik yakni Penjabat Bupati Sarmi Markus Oktovianus Mansnembra, Penjabat Bupati Mappi Michael Gomar, dan Penjabat Bupati Nduga Namia Gwijangge. Selain itu ada Petrus Wakerkwa sebagai Penjabat Bupati Lanny Jaya dan Frans Pekey sebagai Penjabat Wali Kota Jayapura.
Selaku penjabat kepala daerah, mereka mempunyai beberapa kewenangan seperti tertuang di dalam Pasal 65 ayat (2) UU Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah. Misalnya, mengajukan rancangan peraturan daerah (perda), menetapkan perda yang telah disetujui DPRD, menetapkan peraturan kepala daerah dan keputusan kepala daerah.
Penjabat juga dapat mengambil tindakan tertentu dalam keadaan mendesak yang sangat dibutuhkan oleh daerah/atau masyarakat. Selain itu, mereka juga melaksanakan wewenang lain sesuai dengan kententuan peraturan perundang-undangan. Tugas-tugas menantang ini yang harus diselesaikan dengan tetap fokus terhadap menjaga stabilistas serta melaksanakan program yang direncanakan.
Mendagri telah meminta kepada semua pejabat pemerintahan pusat dan daerah yang terpilih sebagai penjabat kepala daerah agar menunaikan tugasnya dengan sungguh-sungguh sebagai pelayan masyarakat. “Tugas paling utama mereka itu adalah menjaga iklim stabilitas politik, kemudian pemerintahan, dan keamanan di daerah. Agar semua program yang telah direncanakan bisa berjalan. Kalau kondisi tadi tidak stabil, maka sangat sulit untuk menjalankan program-program pembangunan yang sudah direncanakan,” kata Tito kepada wartawan.
Tak kalah pentingnya, kata mantan Kapolri ini, melakukan pemulihan ekonomi daerah dan menangani pandemi di wilayah masing-masing. “Tetapi kita tetap harus waspada karena Covid-19 belum sepenuhnya hilang. Itu sebabnya para penjabat kepala daerah tetap harus memantau kondisi daerah masing-masing. Seringlah turun ke lapangan untuk mengecek sendiri daerahnya,” tegas Tito.
Turun ke lapangan
Ucapan Tito itu diamini Guru Besar Ilmu Pemerintahan Institut Pemerintahan Dalam Negeri (IPDN) Djohermansyah Djohan. Menurutnya, tidak semua penjabat kepala daerah itu mengetahui permasalahan yang terjadi di tempatnya. Turun ke lapangan menjadi cara terbaik mengetahui duduk persoalan masalah di daerah.
Mantan Dirjen Otonomi Daerah Kemendagri ini mengungkapkan, mengurus provinsi, kabupaten, dan kota mirip seperti mengurus sebuah negara dalam skala mini. Oleh sebab itu, Kemendagri perlu membuka wawasan para penjabat itu agar semakin siap terjun ke daerah yang menjadi tanggung jawabnya.
Menurut Djohermansyah, dibutuhkan kemampuan khusus untuk mengurus pemerintahan daerah karena yang dihadapi itu multidimensi mirip sebuah negara tapi bentuknya mini. “Mereka harus paham akan pemerintahan daerah. Kalau belum tahu benar daerah yang bakal dipimpin, pemerintah berkewajiban membekali mereka lewat pelatihan,” ungkap Djohermansyah ketika dihubungi.
Contohnya adalah Paulus Waterpauw, mantan Kepala Badan Intelijen dan Keamanan Mabes Polri. Pensiunan bintang tiga ini merupakan putra asli Papua Barat dan kepala Polda Papua Barat pertama.
Dalam masa yang berbeda-beda, ia pernah dipercaya Korps Bhayangkara untuk menangani masalah keamanan di tanah kelahirannya dan berhasil meredakan begitu banyak konflik dan perang antarsuku. Masyarakat dan tokoh adat pun memberinya panggilan khusus “Kakak Besar”.
Paulus berterima kasih untuk kepercayaan yang diberikan kepadanya sebagai Penjabat Gubernur Papua Barat. Ia mengakui tugas itu tidak mudah karena harus memimpin pemerintahan dalam masa transisi. “Beruntung saya lahir dan besar di Papua dan mengikuti perkembangannya sampai sekarang. Ini adalah bekal terbesar saya mengawal Papua Barat hingga dilantiknya gubernur dan wakil gubernur terpilih nantinya,” kata Paulus dalam keterangannya kepada RuPol.
Di Banten, Penjabat Gubernur Al Muktabar langsung bekerja menjalankan roda pemerintahan selepas dilantik oleh Mendagri. Ia langsung menggelar rapat dengan seluruh kepala Organisasi Perangkat Daerah (OPD) di Pendopo Gubernur Banteng, Kota Serang. Dalam rapat itu, ia meminta dukungan dan kerja sama seluruh OPD dalam membangun Banten. Karena bagaimana pun ia tidak bisa kerja sendiri.
Buat petunjuk teknis
Secara terpisah, Menteri Koordinator Politik Hukum dan Keamanan Mahfud MD menampik bahwa TNI/Polri aktif boleh diangkat sebagai penjabat kepala daerah. Mahfud menegaskan, TNI yang masih aktif di kesatuannya di bawah Mabes TNI/POLRI tak boleh menjadi Penjabat Kepala Daerah.
Namun jika TNI/POLRI yang sudah ditugaskan di institusi di luar induknya seperti di Kemenko Polhukam, Badan Intelijen Negara (BIN), Badan Nasional Penanggulangan Terorise (BNPT), Badan Siber Sandi Negara (BSSN), Badan Narkotika Nasional, dan sejumlah institusi yang diperbolehkan, maka bisa menjadi Penjabat Kepala daerah. Hal itu yang terjadi saat ini.
“Ini diperkuat dengan UU Nomor 5 tahun 2014 tentang ASN bahwa anggota Polri dan TNI boleh masuk ke birokrasi sipil asal diberikan jabatan setara struktur tugasnya,” ujar Mahfud dalam keterangan video yang disampaikan di akun Instagram-nya. .
Hal itu juga sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 11 tahun 2017. Di sana disebutkan bahwa TNI dan Polri boleh mendapatkan jabatan struktural yang setara. Adapun terkait dengan putusan MK Nomor 15 tahun 2022 justru memberikan ruang bagi penjabat TNI dan Polri yang sudah diberikan jabatan tinggi Madya/Pratama utuk menjabat sebagai penjabat kepala daerah.
“Vonis MK mengatakan dua hal, satu TNI Polri tidak boleh kerja di institusi sipil, tapi disebutkan terkecuali dalam 10 institusi kementerian yang selama ini sudah ada, sepanjang anggota Polri dan TNI diberi jabatan tinggi madya/pratama boleh menjadi menjabat sebagai kepala daerah.”
Lagi pula, lanjut Mahfud, ketentuan ini sudah berjalan selama empat kali pemilihan di daerah seperti 2017, 2018, dan terbanyak 2020.
Sementara itu Direktur Eksekutif Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem), Khoirunnisa Nur Agustiyanti menyarankan kepada Kemendagri agar membuat peraturan teknis pengangkatan penjabat kepala daerah.
Karena selama ini hanya ada Peraturan Mendagri Nomor 74 Tahun 2016 untuk pedoman mengangkat pelaksana tugas (plt) kepala daerah.
Seperti diketahui, dalam putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 67/PUU-XIX/2021, lembaga konstitusi itu menyebutkan bahwa pemilihan penjabat harus dilakukan dengan mekanisme yang terukur dan jelas. Kemudian tidak mengabaikan prinsip demokrasi, memperhatikan aspirasi daerah dan dilakukan secara terbuka, transparan, dan akuntabel.
Ninis, sapaan akrabnya, menjelaskan bahwa di dalam putusan MK tersebut juga secara spesifik mengamanatkan pemerintah untuk membuat aturan atau petunjuk teknis (juknis) terkait penjabat kepala daerah.