RUANGPOLITIK.COM – Dewan Pimpinan Nasional Perhimpunan Mahasiswa Hukum Indonesia (DPN Permahi) mengajak masyarakat Indonesia untuk sadar hukum dan sama-sama mengawasi mafia tanah yang selama ini meresahkan banyak orang.
Hal itu dikemukakan dalam diskusi publik bertema “Problematika Agraria di Indonesia (Quo Vadis Aset-aset Negara?) yang digelar di salah satu cafe di bilangan Jakarta Timur.
Ketua Umum DPN Permahi, Saiful Salim mengatakan bahwa persoalan tanah perlu mendapat perhatian bersama mengingat hal ini berkaitan langsung dengan aset rakyat dan negara.
Bahkan, Saiful menyebut saat ini Indonesia mengalami darurat agraria karena banyaknya mafia tanah yang menyalahgunakan aset.
Berita Terkait:
Luhut Debat dengan Mahasiswa BEM UI: Siapa Bilang Saya Minta Presiden 3 Periode
Apresisasi Mahasiswa, Masinton: Lawan Keserakahan Elite Tua Rakus Pembajak Konstitusi!
Fadli Zon: Demokrasi Indonesia Semakin dalam Cengkeraman Oligarki
Aksi Demo Mahasiswa Masih Marak Di Berbagai Kota
Oleh karena itu, Saiful mengajak mahasiswa untuk memberikan edukasi hukum kepada semua pihak, mulai dari masyarakat dan pihak-pihak terkait agar tertib hukum dan mematuhi aturan yang ada.
“Aset negara yang berupa tanah dan bangunan harus dioptimalisasi agar dapat mendorong pembangunan infrastruktur di berbagai sektor. Tentunya, pembangunan infrasturuktur juga harus mengedepankan nilai-nilai kemanusiaan sesuai dengan peraturan perundang-undangan serta cita-cita negara indonesia,” ucap Saiful, Kamis (4/8/2022).
Dalam acara yang sama, Ketua umum DPP Sarekat Demokrasi Indonesia (SDI) Andrean Saefudin mengatakan bahwa selama ini ada beberapa contoh kasus yang bisa dijadikan contoh sebagai penguasaan aset negara tanpa hak.
Salah satunya, tanah-tanah milik BUMN yang dikuasai kelompok tertentu karena menolak pembayaran sewa pada lahan dan rumah dinas milik negara.
“Bahwa berdasarkan hasil observasi lapangan, kami menemukan banyak rumah-rumah mewah yang berjejeran di beberapa titik aset BUMN di Surabaya. Mereka enggan menjalankan kewajibannya untuk membayar sewa bahkan mereka berlindung di Ormas LSM Aliansi Penghuni Rumah Tanah Indonesia (APTRN) untuk menghindari kewajibannya. Namun berbeda halnya dengan di Bandung, di mana ketika mereka tidak menjalankan kewajiban terhadap negara (BUMN), mereka malah melakukan perlawan kepada petugas,” tuturnya.
Menurut Andrean, contoh kasus seperti itu jelas telah merugikan negara. Padahal, kalau masyarakat mau tertib terhadap aturan yang ada, maka hal itu dapat mendorong kemajuan bangsa dan negara.
“Kalau masyarakat yang berada di wilayah tersebut tertib terhadap aturan pasti akan mendorong kemajuan dan kesejahteraan negara serta bermanfaat bagi masyarakat luas,” katanya.
Sekretaris Jenderal DPN Permahi Andi Maruli Pandjaitan menambahkan, maraknya kasus mafia tanah di Indonesia harus segera dibenahi melalui aturan yang ketat dan mengikat seperti pembenahan tata kelola aset-aset negara dalam bentuk tanah maupun rumah dinas.
“Sebab selama ini timbulnya konflik masalah aset negara karena diakibatkan sistem administrasi kita masih kacau balau dan tidak terintegrasi, sehingga ada yang memanfaatkan atau disalahgunakan oleh oknum-oknum tertentu,” katanya.
Andi berpendapat, semua aset-aset negara harus dioptimalsisasi agar memiliki manfaat yang besar bagi masyarakat Indonesia.
Dia menerangkan apabila masyarakat haknya tidak dipenuhi negara maka harus mengajukan gugatan sesuai dengan perundang-undangan. Sebaliknya, apabila warga masyarakat yang hanya memiliki hak pakai maka UUPA bisa menjadi solusi.
“Apabila mantan pegawai yang ingin mengajukan pengalihan status dari hak pakai menjadi hak milik pun telah di atur dalam PP No 40 tahun 1994 tentang Perumahan Negara dalam Pasal 16 menjelaskan terkait mekanisme pengalihan hak dan Pasal 17 terkait syarat-syarat permohonan pengalihan hak. Karena negara kita adalah negara hukum maka kita harus mengedepankan peraturan yang ada,” jelasnya. (DAR)
Editor: Zulfa Simatur
(RuPol)