RUANGPOLITIK.COM – Pandemi virus Corona telah berlangsung hampir tiga tahun terakhir. Bermula dari Wuhan, Tiongkok, pada akhir Desember 2019, virus berkode SARS CoV-2 dalam waktu kurang dari setahun telah menyebar hingga ke 100 lebih negara.
Seluruh negara di dunia telah berupaya mencegah menyebarnya virus dan seluruh varian barunya lewat vaksinasi. Tercatat sudah ada 11,334 miliar vaksinasi disuntikkan kepada warga dunia, baik itu berupa dosis pertama, kedua, maupun booster.
Langkah pencegahan lainnya yang dilakukan adalah mengembangkan aplikasi digital pemantau pergerakan warga agar mampu mencegah Covid-19. Di Indonesia, dikenal sebagai PeduliLindungi dan telah berkembang menjadi semacam digital personal health record bagi sebagian besar penduduk.
Aplikasi ini mampu menyaring pelaku perjalanan luar negeri yang masuk ke Indonesia. Namun, dalam praktiknya ada sejumlah kendala terutama terkait integrasi dengan aplikasi sejenis di negara lain. Terlebih, pada 2021 saat disepakati oleh para pemimpin G20 mengenai pedoman protokol kesehatan seperti sertifikasi vaksinasi dan sistem informasi kesehatan digital, situasi pandemi yang terus berubah-ubah telah berdampak pada ketidakseragaman aturan protokol kesehatan.
Setiap negara memiliki aturan berbeda-beda tergantung pada situasi dan kondisi di wilayahnya. Perbedaan standar dan keterbatasan sistem rekognisi dokumen tes antigen dan polymerase chain reaction (PCR) serta sertifikat vaksin telah menimbulkan kebingungan dan ketidakpastian pada proses perjalanan internasional yang berdampak pada peningkatan pembiayaan.
Berbekal pengalaman tersebut ditambah posisi Indonesia sebagai Presidensi G20, Kementerian Kesehatan pun menginisiasi sebuah terobosan yaitu Universal Verifier Vaccine Certificate. Aplikasi ini memungkinkan sertifikat digital vaksin Covid-19 para pelaku perjalanan antarnegara dapat terbaca di sistem sejenis di negara lain.
Bentuknya adalah semacam portal universal yang bisa digunakan untuk memverifikasi negara-negara yang tergabung di dalamnya. Chief Digital Transformation Office (DTO) Kementerian Kesehatan, Setiaji dalam pertemuan 1st Health Working Group G20 di Kota Yogyakarta, beberapa waktu lalu mengatakan, lewat sistem ini, antarnegara yang terhubung bisa saling mengidentifikasi sertifikat yang valid terdiri dari nama dan jenis vaksinnya.
Staf Ahli Menteri Kesehatan Bidang Teknologi Kesehatan ini juga sempat mengujicoba secara langsung ketika diskusi sesi ketiga pertemuan. Menurut mantan Kepala Dinas Komunikasi dan Informatika Provinsi Jawa Barat tersebut, aplikasi verifikasi universal ini sudah diujicoba di kawasan Asia Tenggara (ASEAN) dan negara-negara G20 kecuali Tiongkok karena ada permasalahan teknis.
Menurut Setiaji, aplikasi verifikasi universal itu dibuat sesuai standar digital document of Covid-19 certificate yang dikeluarkan Badan Kesehatan Dunia (WHO). Sehingga masing-masing negara tidak perlu mengganti sistem dan QR Code yang saat ini digunakan. “Sistem ini juga dibuat secara web-based sehingga dapat digunakan di semua perangkat,” ujar Kepala Unit Pelaksana Teknis Smart City Provinsi DKI Jakarta periode 2015-2019 itu.
Dalam penerapannya, Universal Verifier ini berfungsi memvalidasi data vaksinasi pelaku perjalanan luar negeri. Sistem ini, dengan persetujuan otoritas berwenang setiap negara, memberikan informasi Public Keys Infrastructure (PKI) yang dapat dikenali portal yang saling terkoneksi. Dengan begitu, status vaksin pelaku perjalanan dapat diketahui. Privasi dan keamanan data terjamin karena tidak ada pertukaran data apapun.
Pengakuan bersama
Dalam kesempatan yang sama, Chairman 1st HWG 1 sekaligus Direktur Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Kemenkes, Maxi Rein Rondonuwu menjelaskan, seluruh negara G20 telah sepakat akan sistem yang dikembangkan Indonesia ini. “Di G20 ini yang ingin kita capai adalah adanya mutual recognition (pengakuan bersama), maksudnya pengakuan antarnegara berdasarkan guideline (panduan) WHO. Semua negara G20 setuju dan mendukung isu harmonisasi protokol kesehatan global,” kata Maxi.
Sementara itu, Juru Bicara Pemerintah untuk Presidensi G20 Indonesia, Maudy Ayunda dalam keterangannya yang disiarkan akun Youtube Sekretariat Presiden, mengatakan bahwa portal verifikasi universal itu menjadi salah satu hal penting mengingat Covid-19 masih menjadi ancaman dunia termasuk Indonesia.
Oleh sebab itu, masyarakat masih harus disiplin dalam menjalankan protokol kesehatan. “Terutama ketika harus menjalankan perjalanan antarkawasan antarnegara, akan menjadi masalah ketika standar kedisplinan menjalani protokol kesehatan antarkawasan dan antarnegara berbeda-beda,” ucapnya.
Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin menyebutkan harmonisasi standar protokol kesehatan global terutama perjalanan antarnegara di masa pandemi Covid-19 menjadi salah satu isu penting yang menjadi perhatian dalam Health Working Group G20.
Situasi pandemi global dan nasional yang terus membaik memungkinkan pembukaan lintas batas secara bertahap, negara-negara mulai menerapkan langkah-langkah pengurangan risiko kesehatan masyarakat pada perjalanan lintas batas. Untuk itu, perlu satu standardisasi protokol kesehatan yang memudahkan setiap pelaku perjalanan.
“Kita ingin mendorong bahwa standardisasi protokol kesehatan global itu sederhana, simpel dan standarnya sama di seluruh dunia. Dengan adanya teknologi digital yang baru, kita benar-benar ingin memanfaatkan teknologi yang ada,” kata Menkes dalam keterangan resminya.
Adanya penyetaraan sertifikat vaksinasi digital, sangat memungkinkan para pelaku perjalanan antarnegara melakukan mobilitas dengan aman, efisien dan efektif dan pada saat yang sama mampu membangkitkan kembali perekonomian global. (RD)