RUANGPOLITIK.COM-Ketua Dewan Pimpinan Pusat Partai Persatuan Pembangunan (PPP) Syarifah Amelia mengungkapkan bahwa ada pihak yang menyebarluaskan fitnah terkait kejanggalan kenaikan harta kekayaan Suharso Monoarfa.
“Ketua umum kami (Suharso Monoarfa) jelas tanpa adanya catatan dari KPK, tetapi dengan fakta bahwa hal ini telah berulang kali diangkat ke media. Tentu dapat dipastikan motif di balik fitnahan ini tak lain sebagai whistle blowing untuk merusak kondusifitas dan soliditas PPP yang saat ini terus melakukan konsolidasi menyongsong jalan kemenangan 2024,” kata Amelia kepada wartawan, Rabu (20/7/2022).
Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) Suharso pada 2018, tambah Amelia, memuat laporan harta dari tahun-tahun sebelumnya termasuk harta dari pasangan senilai sekitar Rp 14,5 miliar terkait pernikahan pertamanya.
“Dikarenakan beliau telah berpisah dengan isteri pertama, sehingga dicatat sebagai penghapusan lainnya. Oleh karenanya, yang dianggap murni harta Ketum hanya berupa saldo tabungan atas nama Suharso Monoarfa senilai Rp 84 juta,” ungkapnya.
Berita Terkait:
Selamatkan PPP, Sholeh Basyari: Ganti Ketum Dengan Orang NU
Survei PPI: Elektabilitas Turun, PPP Harus Kerja Keras untuk Lolos Pemilu 2024
Gejolak Internal PPP, Donnie Tokan: Harus Ada Perubahan
Ketum PPP: Tak Khawatir Bersaing dengan Partai Baru
Amelia juga menuturkan bahwa terdapat harta atas nama isteri kedua Suharso. Namun harta tersebut dinyatakan tidak perlu dicatatkan pada LHKPN karena ada perjanjian pisah harta.
“Sementara pendapatan tahunan Ketum Suharso dari gaji senilai hampir Rp 1 miliar sebanding dengan pengeluaran rutin bulanan tahunan beliau,” jelasnya.
KPK mengubah aturan mengenai Pendaftaran, Pengumuman, dan Pemeriksaan Harta Kekayaan Pejabat Negara pada tahun 2019 yang tidak mengakui perjanjian pisah harta pasangan.
Ketentuan tersebut yang menyebabkan harta kas/setara kas isteri Ketum yang saat itu menjabat sebagai Anggota DPR RI senilai sekitar Rp 84 miliar, di antaranya aset tanah dan bangunan sekolahan senilai Rp 60 miliar di daerah Kebayoran Lama
“Sejumlah unit apartmen ini juga diakui sebagai harta Ketum. Kemudian jumlah ini dikurangi hutang konsumtif seperti cicilan dan lainnya senilai Rp 24 miliar, menjadikan harta Ketum Suharso yang diakui menjadi senilai sekitar Rp 61 miliar,” pungkasnya.
Ia pun menjelaskan bahwa LHKPN Ketum naik wajar menjadi sekitar Rp 69 miliar di 2020 serta Rp 73 miliar pada 2021. Perubahan ini utamanya dikarenakan kenaikan NJOP.
“Semua harta tak bergerak diperoleh dari tahun 1990-2016, tidak ada penambahan aset tak bergerak setelah itu. Harta bergerak Ketum Suharso berubah semata karena menjual yang lama, sedang yang baru dibeli sebagian besar dengan cara mencicil,” katanya.
LHKPN Suharso Monoarafa yang dilaporkan secara berkala ini, menurut Amelia, telah melalui proses pemeriksaan termasuk oleh KPK dikarenakan Suharso merupakan pejabat megara selama beberapa periode
Suharso pernah menjabat sebagai Anggota DPR RI 2004-2009, Menteri Perumahan Rakyat 2009-2011, Dewan Pertimbangan Presiden 2015-2019, hingga saat ini Menteri Bappenas 2019-selesai.
“LHKPN Ketum dipastikan secara substantial tidak ada kejanggalan,” tandasnya. (ZSR)
Editor: Zulfa Simatur
(Rupol)