RUANGPOLITIK.COM-Rencana koalisi antara PKB dengan PKS yang bernama Koalisi Semut Merah mendapatkan tanggapan beragam dari pengamat politik.
Direktur Indonesian Political Opinion (IPO) Dedi Kurnia Syah melihat ada beberapa hal yang menyulitkan tercapainya koalisi ini.
Pertama, menurut Dedi PKB dan PKS belum mencapai ambang batas pencalonan presiden atau PT 20 persen.
“Koalisi ini membutuhkan adanya partai lain yang bergabung. Saat ini yang tersisa NasDem dan Demokrat, yang masing-masing memiliki kepentingan tersendiri dalam pilpres. Jika PKB memaksakan Cak Imin, tentu bakal sulit,” ujar Dedi melalui keterangan tertulis kepada RuPol, Sabtu (11/6/2022).
Kedua, lanjut Dedi karena posisi PKB dan PKS yang saat ini terkesan berada pada kutub yang berbeda.
Koalisi sulit terlaksana jika melihat grass root kedua partai yang saling berhadapan.
Berita Terkait:
Lewati Ganjar di Survei Capres IPO, Mileanies: Ada yang Lebih Layak dari Anies?
Survey IPO Mei 2022 : Popularitas Puan Maharani Ungguli Ganjar Pranowo
Survey IPO: 36 Persen Masyarakat Percaya Televisi, 7 Persen Memilih Surat Kabar
IPO: Inisiasi Koalisi Indonesia Bersatu, Elektabilitas PAN Kembali Menguat
“Ini akan menjadi pekerjaan rumah yang berat bagi elit PKB dan PKS. Karena berpotensi adanya penolakan keras dari kader di bawah, bahkan bisa kehilangan pemilih militan,” terang Dedi.
Selain hal tersebut di atas, kemungkinan untuk bergabungnya kedua partai tersebut sulit terlaksana, adalah keinginan PKB ingin memimpin koalisi.
Karena saat ini, Muhaimin Iskandar sebagai capres dari PKB belum menarik minat partai lain, termasuk PKS sendiri.
“PKB itu sebenarnya lebih pas bergabung ke KIB. Karena saat ini sama-sama berada di koalisi pemerintahan. PKB juga bisa menawarkan Cak Imin untuk berpasangan dengan Airlangga atau Zulkifli Hasan. Walau potensi menang mungkin rendah, tapi minimal sudah bisa mencalonkan,” papar Dedi lagi.
Jika Terwujud, Koalisi Semut Merah Akan Dahsyat!
Namun walau koalisi PKB dan PKS itu sulit terlaksana, kemungkinan tetap masih ada.
Menurut Dedi, dengan suasana politik yang semakin cair jelang Pilpres 2024 mendatang, apapun bisa terjadi.
“Kita berkaca saja pada Pilpres 2019 lalu, siapa yang menyangka Prabowo akan berpasangan dengan Sandiaga Uno? Keduanya malah dalam satu partai (Gerindra). Jadi PKB-PKS itu mungkin saja terjadi,” kata Dedi.
Tetapi untuk terjadinya koalisi ini, harus ada kesepahaman dan saling menerima antara kedua partai, terutama dalam pemilihan capres.
“Jika PKB kemudian bersedia menahan diri untuk tidak jadi pemimpin koalisi. Maka akan menarik bagi partai lain bergabung, seperti NasDem dan Demokrat,” lanjutnya.
Jika kemudian terjadi koalisi besar PKB, PKS, NasDem atau Demokrat, maka kekuatan ini tidak bisa dianggap remeh.
Lengkapnya unsur kekuatan bangsa akan menyatu dan bergabung pada koalisi ini, membuatnya menjadi dahsyat.
“NasDem dan Demokrat bisa menjadi wadah bagi kubu nasionalis, sementara Islam kanan dan kiri juga menyatu melalui PKB dan PKS. Tentunya ini juga menjadi pilihan bagi masyarakat yang sudah capek dengan polarisasi,” papar Dedi.
Dengan mengusung Anies Baswedan sebagai capres, Koalisi Semut Merah Plus-plus ini akan menjadi kekuatan baru di perpolitikan nasional.
“Pasangan Anies-AHY atau Anies-Erick Thohir akan melengkapi koalisi ini. Anies-AHY bisa terwujud dengan campur tangan SBY, karena hubungan baik SBY dan PKB khususnya Cak Imin selama ini. Sedangkan Anies-Erick bisa terwujud, jika ET sudah bisa merepresentasikan kekuatan NU dan PKB dalam satu ikatan. Dari kedua simulasi itu, jika terjadi maka kemenangan pilpres bukan sesuatu yang mustahil,” pungkas Dedi. (ASY)
Editor: B. J Pasaribu
(RuPol)