RUANGPOLITIK.COM — Indonesia bakal lebih parah daripada Sri Lanka, jika para pejabat negara bertindak semena-mena terhadap rakyat tapi memberikan perlakuan istimewa kepada pengusaha hitam yang jadi kroni penguasa.
“Bukan mustahil, peristiwa di Sri Lanka bisa terjadi di Indonesia. Bahkan bisa lebih parah, rakyat yang tertindas bukan hanya menyasar rumah pejabat yang semena-semena tetapi juga para pengusaha kroni yang diperlakukan istimewa” ungkap politisi PDI Perjuangan Beathor Suryadi kepada Rupol, Rabu (11/5/2022).
Karena itu, aktivis pergerakan yang pernah dibui di era Orde Baru ini mengingatkan agar para pejabat negara tidak bertindak semena-mena terhadap rakyat kecil dan hanya mengistimewakan kroni penguasa di berbagai bidang.
Pejabat di Sri Lanka tewas di tangan rakyat karena bentuk kekesalan masyarakat kecil dalam melihat tindakan dan kebijakan elit selama ini.
Menurutnya, para pejabat di negeri ini, seharusnya belajar kejadian Reformasi 98 dan peristiwa di Sri Lanka.
Beathor menyarankan, para pejabat Indonesia seharusnya membuat kebijakan yang berpihak kepada rakyat banyak bukan untul kepentingan segelintir orang. Hal ini bisa mencegah kemarahan rakyat seperti yang terjadi tahun 98 di Indonesia dan Sri Lanka saat ini.
Dia mencontohkan, hingga saar ini banyak rakyat yang korban perampsan tanah, belum juga mendapatkan hak atas tanah mereka.. Padahal bukti-bukti perampasan tanah sudah kuat tapi diabaikan oleh pemgelola negara.
“Para pejabat merasa berkuasa seperi menganggap remeh kekuatan rakyat. Ini seperti bermain api,” tandasnya.
Kerusuhan massal anti pemerintah, melanda Sri Lanka. Para demonstran di membakar berbagai rumah, toko, dan bangunan lainnya milik 38 pejabat dan politikus menyusul krisis ekonomi dan politik di negara itu yang semakin memanas.
Kepolisian Sri Lanka melaporkan di luar dari 38 rumah yang hancur terbakar, sebanyak 75 rumah lain mengalami kerusakan, pada Selasa (10/5).
Imbas kerusuhan ini, Kementerian Pertahanan Sri Lanka memerintahkan pasukan mereka menembak siapapun yang tampak merusak properti milik negara atau melakukan kekerasan kepada pejabat.
Editor: Chairul Achir
(RuPol)