RUANGPOLITIK.COM-Dunia terkejut saat anak diktator keji di Asia memenangi pilpres Filipina 2022. Kendati proses penghitungan suara masih dilakukan, hasil akhir tak akan mengubah kemenangan Ferdinand Marcos Junior (Jr).
Kertas suara yang telah dihitung sudah mencapai 96 persen dan Ferdinand Marcos Jr telah meraup lebih dari 60 persen suara. Artinya, kemenangan sosok yang akrab disapa Bongbong itu tak mungkin lagi disusul rivalnya.
Hal yang mengejutkan dunia adalah mengapa putra seorang pemimpin korup dan lalim, bisa memenangi pilpres?
Apa yang menyebabkan ingatan warga Filipina terhadap kekejaman rezim Marcos begitu pendek. Sampai-sampai, anak sang diktator menang mudah dalam pilpres yang digelar awal pekan ini.
Berita Terkait:
Istana Jelaskan Alasan Jokowi ke Amerika Tak Naik Pesawat Kepresidenan
Hadiri KTT Khusus Asean-Amerika, Jokowi Bertolak ke Washington D.C Besok
Biro HAM Kemenlu Amerika Bahas Kasus Unlawful Killing Laskar FPI
Uni Eropa Rela Berutang Rp230 Triliun untuk Ukraina
Padahal, saat ayah Bongbong, Marcos Senior (Sr), masih berkuasa, jutaan rakyat Filipina hidup dalam kesengsaraan dan ketakutan. Soalnya, rezim Marcos Sr saat itu dengan mudah membelenggu siapa saja yang berani melawan atau mengkritik pemerintah.
Kini, anak sang pemimpin lalim menjadi orang nomor satu di Filipina, mengikuti jejak ayahnya yang selama puluhan tahun berkuasa.
Kritikus mengatakan, Marcos sedang mencoba menulis ulang sejarah kontroversial keluarganya untuk para pemilih muda yang merupakan pendukung utama Ferdinand Marcos Jr.
Mayoritas kaum muda di Filipina (lahir setelah tahun 1986 saat rezim Marcos Sr berakhir) memberikan suara mereka untuk kemenangan Ferdinand Marcos Jr.
Mereka belum lahir saat Marcos Sr berkuasa dengan lalim. Mereka yang hidupnya tak bisa lepas dari gawai tersebut setiap hari dibombardir informasi soal Dinasti Marcos.
Tim media sosial Bongbong sangat piawai mengolah dan membuat konten di media sosial terkait Dinasti Marcos. Seolah-olah, saat rezim Marcos berkuasa, kehidupan rakyat Filipina sentosa dan sejahtera.
Mereka menyembunyikan cerita-cerita negatif soal Marcos Sr dan keluarganya, termasuk istri Marcos Sr, Imelda yang dikenal gila belanja barang-barang super mewah.
Tujuannya, untuk menarik minat warga agar mereka memilih Bongbong sebagai presiden Filipina.
Hal busuk yang terjadi selama rezim Marcos Sr. tak diungkap. Aksi itu membuat kaum muda Filipina seperti terhipnotis dengan konten-konten propaganda dan menyesatkan dari tim media sosial Bongbong.
ABC melaporkan, warisan Marcos sebenarnya adalah tumpukan utang yang membengkak dari 843 juta dolar AS ketika ia menjabat pada 1965, menjadi lebih dari 39 miliar dolar AS saat ia digulingkan.
Selama beberapa dekade setelah Marcos diasingkan oleh “Revolusi Kekuatan Rakyat”, Filipina dikenal bahkan sebagai “orang sakit Asia”. Soalnya, saat itu, ekonomi Filipina sangat terpuruk.
Tidak bisa disangkal, salah satu faktor penentu kemenangan Ferdinand Marcos Jr dalam pemilu kali ini adalah kampanye di media sosialnya yang begitu kuat.
Sudah pasti target Bongbong adalah mereka yang lahir setelah rezim ayahnya berakhir pada 1986. Mereka yang lahir setelah 1986 tak pernah merasakan masa sulit dan masa kelam pemerintahan Marcos Sr.
Tim medsos menjejali mereka dengan info menyesatkan soal Dinasti Marcos. Sehingga membuat rakyat terpesona dan memberikan suara mereka untuk Bongbong.
Hasilnya, Bongbong sebentar lagi akan segera dilantik menjadi presiden baru Filipina menggantikan Rodrigo Duterte.
Mirip dengan di Indonesia, sejumlah pendukung rezim Soeharto kerap membuat konten nostalgia soal kehidupan yang diklaim tenteram dan bahagia saat Soeharto berkuasa.
Mereka membuat sejumlah unggahan bagaimana enaknya hidup pada era Soeharto ketika harga makanan pokok begitu murah. Aksi para pendukung Soeharto itu mirip dengan apa yang dilakukan pendukung Bongbong di Filipina.
Semoga yang terjadi di Filipina tak terulang di Indonesia. Pasalnya, kisah rezim Marcos Sr mirip kisah rezim Soeharto. Masyarakat harus kritis terhadap setiap informasi yang mereka dapatkan.
Tidak begitu saja menerima informasi yang didistribusikan di media sosial. Harus check and recheck apalagi menyangkut masa depan negara. Jika salah pilih pemimpin, yang menanggung penderitaan adalah rakyat jua. (BJP)
Editor: B. J Pasaribu
(RuPol)