RUANGPOLITIK.COM — Sekjen PSI Dea Tunggaesti mengaku muak dengan praktek mafia hukum sehingga beralih profesi dari pengacara menjadi politisi.
Dea mengungkapkan hal itu saat berdialog di chanel Youtube Akbar Faisal, Kamis (5/6/2022).
“Saya rasanya enek, gitu ya dengan keadaan (penegakan) hukum di Indonedia. Tapi yang saya bisa lakukan teriak-teriak, ngedumel, tidak mau mengikuti proses yang saya anggap salah. Tapi kan itu kan merugikan saya, dan bahkan meruikan klien saya juga. Lama-lama saya berpikir, kalau cuma marah-marah, gak ada yang berubah (penegakan hukum-red )”ungkapnya.
Dea menambahkan, praktik mafia hukum di Indonesia sudah luar biasa mengerikan. Menurutnya, praktik mafia hukum ini terjadi hampir di semua sektor.
“Kita gak bisa tutup mata, lah. Mereka yang kita percaya sebagai penegak hukum yang seharusnya jadi benteng terakhir tetapi ternyata tidak amanah menjalankan tugasnya,”ujarnya.
Karena itu, setelah menjadi politisi, Dea berharap bisa ingin mengubah keadaan yang membuatnya mual. Dia optimistis bisa melakukan perubahan setidaknya di bidang pengawasan anggaran setelah melihat suara kader PSI di sejumlah DPRD.
“Melihat teman-teman saya di DPRD, membuat saya percaya bisa, buktinya mereka bisa. Dengan 72 orang kader di DPRD bisa bikin kegaduhan (mengkritisi anggaran di luar kewajaran).”tambahnya.
Dea mencontohkan kader PSI di DPRD DKI yang membuka besarnya anggaran lem Aibon. Sehingga sempat jadi viral dan bikin kegaduhan sehingga jadi sorotan publik.
Dalam dialog tersebut, Akbar Faisal selaku politisi senior juga mengingatkan soal bahanya oligarki yang jadi pemodal besar partai.
Berita terkait:
Sering Kritik Anies, PSI Jakarta Sentil Pengurus DPP PSI
Sholat Ied Bersama di JIS, Zulhas Puji Kerja Anies Untuk Jakarta
Tsamara Hengkang dari PSI, PKB: Mungkin Sudah Bisa Bergabung
Menurut Dea, dana PSI berasal dari sumbangan warga dan pengusaha. Namun kebanyakan bukan uang tetapi dalam bentuk barang maupun fasilitas lain.
Dalam dialog tersebut juga dipaparkan 9 nama capres pilihan PSI. Mereka adalah Erick Thohir, Mahfud MD, Ridwan Kamil, Ganjar, Andika, Sri Mulyani, Emil Dardak, Tito Karnavian dan Najwa Shihab.
Editor: Chairul Achir
(RuPol)