RUANGPOLITIK.COM – Aroma keretakan tercium dari Partai Solidaritas Indonesia (PSI) pascakritik terbuka dari Ketua Fraksi PSI DPRD DKI Jakarta Anggara Wicitra Sastroamidjoyo, kepada Dewan Pengurus Pusat (DPP) PSI.
Dalam kritiknya Wakil Ketua Komisi E DPRD Jakarta tersebut menyebut gaya komunikasi para pengurus DPP PSI menimbulkan antipati publik dan cenderung tendesius.
Karena terlihat DPP PSI hanya menyerang Anies Baswedan, serta menafikan isu-isu yang bersifat lebih nasional dan penting.
Pengamat Politik Citra Institute Efriza melihat sumber keretakan itu sudah terjadi sejak terpilihnya Giring Ganesha sebagai Ketum PSI.
Giring belum memiliki jam terbang untuk memimpin sebuah partai politik, sehingga terlihat tidak matang dalam berkomunikasi politik.
“Tanpa menilai rendah, tapi memang pengalaman Ketum PSI itu sangat minim dan miskin literasi. Pandangannya belum luas untuk menilai politik nasional, sehingga hanya terpaku di Jakarta saja, bisa jadi karena mereka punya fraksi di DPRD Jakarta,” kata Efriza melalui keterangan tertulis kepada RuPol, Selasa (3/5/2022).
Lebih rumitnya lagi, menurut Efriza, Giring dan teman-temannya di DPP itu tidak melihat apa yang terjadi di lapangan.
“Kritikan dari anggota fraksi PSI Jakarta karena dia mengetahui apa yang terjadi di masyarakat, dia bergaul dengan masyarakat langsung. Apa yang disebut Anggara itu, menunjukkan bahwa masyarakat jengah juga dengan gaya komunikasi Giring dan DPP PSI,” lanjutnya.
Serangan demi serangan kepada Anies Baswedan, juga tidak memberikan keuntungan politik bagi PSI, karena tingkat kesukaan kepada Anies yang sangat tinggi di DKI Jakarta.
Jika PSI ingin mengambil ceruk pemilih yang tidak suka sama Anies, maka tentunya harus berebut dengan PDIP yang jelas lebih matang.
Berita terkait:
Sering Kritik Anies, PSI Jakarta Sentil Pengurus DPP PSI
Sholat Ied Bersama di JIS, Zulhas Puji Kerja Anies Untuk Jakarta
Tsamara Hengkang dari PSI, PKB: Mungkin Sudah Bisa Bergabung
PSI di Bawah Giring Kehilangan Identitas
Kehadiran PSI sebelumnya yang sempat memberikan warna baru dalam perpolitikan Indonesia, dengan tampilan yang fresh dan smart jadi hilang di bawah kepemimpinan Giring Ganesha.
“Sebelumnya orang melihat ada sosok Grace Natalie, Tsamara dan figur-figur muda lainnya. Dengan berani mereka tampil menyikapi persoalan bangsa dari mata mereka. Saat ini PSI kehilangan aura tersebut. Tidak ada yang istimewa dengan PSI saat ini,” ujar Efriza yang merupakan Dosen Ilmu Politik di berbagai perguruan tinggi tersebut.
Sebagai panglima dan corong terdepan, lanjut Efriza, Giring belum bisa menggantikan sosok seperti Grace Natalie.
“Masih sangat jauh kalau membandingkan Giring dengan Grace, tapi juga tidak pernah ada usaha dari Giring untuk menambah literasinya. Sekalinya dapat panggung bagus di depan Presiden Jokowi, malah menyerang Anies lagi. Itu membuat komunikasi politik Giring jadi garing,” ungkap Efriza.
Kebingungan Giring dalam membuat komunikasi politik yang bagus, juga menular kepada pengurus-pengurus yang lain.
“Sudah lama kita tidak melihat pengurus-pengurus PSI berdebat tentang isu-isu nasional di televisi, semua hanya berkutat pada masalah Anies. Padahal dulu sosok Grace dan Tsamara memperlihatkan keberanian mereka satu panggung dengan politisi-politisi nasional seperti Fadli Zon atau Fahri Hamzah. Dan jujur saja, saya tidak yakin Giring akan memiliki keberanian seperti Grace dan Tsamara,” pungkas Efriza. (ASY)
Editor: Asiyah Lestari
(RuPol)