RUANGPOLITIK.COM-Pemerintah wajib menyediakan vaksin Covid-19 halal, termasuk booster, pascaputusan uji materiil di Mahkamah Agung (MA).Putusan MA ini berlaku mengikat bagi Pemerintah untuk wajib menyediakan vaksin halal, tanpa alasan apapun.
Pemerintah Indonesia didesak “bergerak cepat” memproduksi Vaksin Merah Putih yang sudah bersertifikat halal, sebagai respons atas putusan Mahkamah Agung yang mewajibkan pemerintah menyediakan vaksin booster halal.
Direktur Eksekutif Center for Strategic on Islamic and International Studies (CSIIS), Sholeh Basyari mengatakan, pemerintah Indonesia tidak bisa lagi menggunakan alasan kedaruratan, sebagai alasan untuk tetap menggunakan beberapa vaksin impor yang sempat diragukan aspek kehalalannya.
“Polemik seputar vaksin halal kembali muncul ke permukaan, setelah MA memenangkan gugatan Yayasan Konsumen Muslim Indonesia (YKMI) agar pemerintah Indonesia menyediakan vaksin halal.,” tutur Direktur Eksekutif Center for Strategic on Islamic and International Studies (CSIIS), Sholeh Basyari kepada RuPol, Senin (25/4/2022).
Berita Terkait:
Vaksin Booster jadi Syarat Mudik, Luhut: Vaksinasi Booster Naik Tajam
Dimulai Besok, Presiden Pastikan Vaksin Booster Gratis
DPR Dorong Vaksin Booster Gratis, Terutama untuk Rakyat Kecil
Varian Baru Muncul, Pemerintah Wacanakan Booster Vaksin Keempat
Putusan Mahkamah Agung (MA) telah memenangkan gugatan Yayasan Konsumen Muslim Indonesia (YKMI) terkait uji materi Pasal 2 Peraturan Presiden (Perpres) RI Nomor 99 Tahun 2020 tentang Pengadaan Vaksin dan Pelaksanaan Vaksinasi dalam Rangka Penanggulangan Pandemi COVID-19.
Keputusan tersebut mewajibkan pemerintah harus menyediakan vaksin COVID-19 halal khusus bagi umat muslim.
Sebagaimana dikutip pada websitenya MA, bunyi amar putusan tersebut adalah :
1. Menyatakan Pasal 2 Peraturan Presiden Nomor 99 Tahun 2020 tentang Pengadaan Vaksin dan Pelaksanaan Vaksinasi Dalam Rangka Penanggulangan Corona Virus Disease 2019 (COVID-19), bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi yaitu ketentuan Pasal 4 Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2014 tentang Jaminan Produk Halal, sepanjang tidak dimaknai: “Pemerintah (Menteri Kesehatan, Komite Penanganan Corona Virus Disease 2019 (COVID-19) dan Pemulihan Ekonomi Nasional, dan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan), wajib memberikan perlindungan dan jaminan tentang kehalalan jenis Vaksin COVID-19 yang ditetapkan untuk pelaksanaan Vaksinasi Covid 19 di wilayah Indonesia”
2.Menyatakan Pasal 2 Peraturan Presiden Nomor 99 Tahun 2020 tentang Pengadaan Vaksin dan Pelaksanaan Vaksinasi Dalam Rangka Penanggulangan Corona Virus Disease 2019 (COVID-19), tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat, sepanjang tidak dimaknai: “Pemerintah (Menteri Kesehatan, Komite Penanganan Corona Virus Disease 2019 (COVID-19) dan Pemulihan Ekonomi Nasional, dan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan), wajib memberikan perlindungan dan jaminan tentang kehalalan jenis Vaksin COVID-19 yang ditetapkan untuk pelaksanaan Vaksinasi COVID-19 di wilayah Indonesia”
Berangkat dari putusan MA diatas, Center for Strategic Islamic and International Studies (CSIIS) menyarankan pemerintah memilih dua hal ini. Pertama, menghentikan proses vaksinasi sambal menunggu proses sertikasikasi kehalalan booster. Kedua, tetap menuntaskan vaksinasi kepada masyarakat, dengan meyakinkan public bahwa booster aman dan “halal”.
Langkah pertama didasarkan pada sejumlah hal berikut:
1.Pemerintah harus mentaati putusan Mahkamah Agung Nomor 31 P/HUM/2022 yang pada intinya mewajibkan kepada pemerintah untuk memberikan perlindungan dan jaminan tentang kehalalan jenis Vaksin COVID-19 yang ditetapkan untuk pelaksanaan Vaksinasi COVID-19 di wilayah Indonesia.
2.Penghentian pemberian vaksin atau vaksinasi Covid-19 jenis ke tiga (booster) jika pemerintah tidak mampu menjamin kehalalan vaksin tersebut sesuai dengan ketentuan pasal 1 angka 10 dan pasal 4 Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2014 tentang Jaminan Produk Halal, yang berbunyi: Sertifikat Halal adalah pengakuan kehalalan suatu Produk yang dikeluarkan oleh BPJPH berdasarkan fatwa halal tertulis yang dikeluarkan oleh MUI.
Pasal 4-nya, menegaskan bahwa Produk yang masuk, beredar, dan diperdagangkan di wilayah Indonesia wajib bersertifikat halal, maka Pelaksanaan Vaksinasi Dalam Rangka Penanggulangan Corona Virus Disease 2019 (COVID-19) oleh Pemerintah wajib mendapatkan pengakuan kehalalan suatu Produk yang dikeluarkan oleh Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal berdasarkan fatwa halal tertulis yang dikeluarkan oleh MUI.
Sementara Langkah kedua, dibangun dengan sejumlah reasoning berikut;
- Benar yang tidak halal pada Babi adalah dagingnya. Kalo vaksin booster dengan unsur Babi yang bukan daging, berarti boleh. Seperti yang dipaparkan di Quran surat almaidah ayat 53.
- yang dimaksud dengan unsur Babi yang bukan daging adalah: kulit, sumsum, jerohan atau tulang.
“Dalam putusannya, MA beralasan masyarakat Muslim Indonesia berhak mendapatkan vaksin halal, karena hal itu merupakan bagian hak kebebasan beragama yang dijamin konstitusi.,” pungkasnya. (BJP)
Sumber: Direktur Eksekutif Center for Strategic on Islamic and International Studies (CSIIS)
Editor: B. J Pasaribu
(RuPol)