RUANGPOLITIK.COM-Mahkamah Konstitusi (MK) kembali menolak gugatan presidential threshold (PT) atau ambang batas calon presiden agar diubah dari 20 persen menjadi 0 persen.
Ada tiga gugatan yang ditolak oleh MK, yakni gugatan nomor perkara 13/PUU-XX/2022 yang diajukan tujuh warga kota Bandung, gugatan nomor 20/PUU-XX/2022 yang diajukan empat orang pemohon, serta gugatan nomor 21/PUU-XX/2022 yang diajukan lima anggota DPD.
“Mengadili, menyatakan permohonan para pemohon tidak dapat diterima,” ujar Ketua Mahkamah Konstitusi, Anwar Usman membacakan amar putusan, Rabu (20/4/2022).
Ketiga gugatan tersebut melakukan uji materi Pasal 222 Undang-undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum. Pasal tersebut mengatur soal ambang batas sebagai persyaratan mencalonkan presiden dan wakil presiden.
Berita Terkait:
Nonton Video Mesum Saat Rapat, HM Diadukan 22 Ormas ke MKD
Akan Nikahi Adik Jokowi, Anwar Usman Disarankan Mundur dari Ketua MK
Mega Ingatkan Bagi yang Suka Lupa Janji
Pemekaran Daerah, Megawati Sindir Tito
Mahkamah dalam pertimbangannya menyatakan, para pemohon tidak mengalami kerugian konstitusional. Pasalnya, mereka telah mengetahui hak pilihnya dalam Pemilu legislatif 2019 akan digunakan sebagai bagian persyaratan ambang batas pencalonan presiden 2024.
“Dengan analogi demikian, maka anggapan adanya kerugian konstitusional, terhambatnya hak untuk memilih yang dialami oleh para pemohon menjadi tidak beralasan menurut hukum,” kata Hakim Konstitusi, Arief Hidayat membacakan pertimbangan MK.
Selain itu, MK juga membantah argumen pemohon yang menilai bahwa Pasal 222 UU Pemilu akan berkorelasi dengan jumlah pasangan capres-cawapres yang akan bertarung dalam Pemilu. Menurut MK, aturan dalam pasal itu tidak membatasi jumlah pasangan calon.
Menurut MK, permasalahan berapa pasangan calon yang memenuhi syarat untuk mengikuti pilpres tidak ditentukan oleh norma yang diajukan para pemohon.
“Sehingga hal demikian bukan permasalahan norma, melainkan permasalahan implementasi atau norma dimaksud yang sangat tergantung pada dinamika sosial dan politik yang berkembang dalam masyarakat yang termanifestasikan dalam keinginan partai politik,” ujarnya.
Undang-Undang Pemilu menjadi satu dari dua produk hukum yang paling banyak digugat sepanjang 2021.
Dalam catatan Kode Inisiatif sepanjang 2017-2020 terdapat 14 gugatan atas Pasal 222 yang mengatur ambang batas capres ke MK. Namun, tak ada satupun gugatan yang dikabulkan.(BJP)
Editor: B. J Pasaribu
(RuPol)