RUANGPOLITIK.COM – Ditengah mengencang wacana penghapusan ambang batas pencalonan presiden atau presidential threshold (PT), Partai Golkar dan PPP mengatakan ketidak-setujuannya.
Wakil Ketua Umum Partai Golkar, Nurul Arifin mengatakan PT tersebut masih sangat diperlukan dan ambang batas sekarang ini, dimana 20% kursi parlemen dan 25% suara sah itu sudah sangat ideal, untuk syarat pengajuan calon presiden, gubernur, bupati dan walikota.
“Presidential threshold itu harus tetap ada, karena jika tidak ada maka para calon itu tidak akan tersaring,” ujar Nurul Arifin seperti dikutip dari RMol, Rabu (15/12/2021).
Diberikannya kesempatan kepada partai politik sebagai pengusung calon, karena didalam parati politik tersebut terjadi proses penyaringan dan pendidikan bagi para calon penyelenggara negara.
“Karena partai politik itu kan mempunyai fungsi untuk kaderisasi, kemudian aspirasi politik, kemudian menyediakan kader-kadernya untuk jabatan-jabatan politik, dan itu sudah tersaring,” terangnya.
“Ini (dengan threshold) justru lebih jelas ketika partai politik menentukan siapa yang akan diusung untuk menjadi calon pemimpinnya, calon presiden dalam hal ini,” sambung anggota Komisi I DPR RI tersebut.
Baca juga:
Takut Indonesia Jadi Liberal, PDIP Tolak Wacana PT 0%. Refly Harun: Terlalu Lebay dan Berlebihan
Mantan Panglima TNI ikut Gugat PT 0%. Gatot: Suara Mayoritas Masyarakat
Pendukung Ganjar dan Anies Harus Gugat PT 0% ke MK
PPP Juga Menolak
Wacana PT 0% tersebut juga mendapatkan penolakan dari Partai Persatuan Pembangunan (PPP), karena dianggap bisa membuat kinerja presiden yang terpilih nantinya tidak efektif, karena kurangnya dukungan dari parlemen.
“Jangan sampai presiden terpilih nantinya tidak dapat dukungan di parlemen, sehingga akan menghambat kebijakan yang dibuatnya,” ujar Achmad Baidowi, Sekretaris Fraksi PPP DPR RI, Rabu (15/12/2021).
Politisi yang dikenal cukup vokal itu, juga mengatakan adanya presidential threshold itu merupakan sebuah privilege atau penghargaan buat partai politik, yang telah berjuang di pemilu.
“Itu semacam insentif bagi partai yang sudah berjuang di pemilu. Namun kalau ada yang berpendapat lain. Ingin (PT) dicabut, silahkan saja. Sah-sah saja, itu termasuk kebebasan berpendapat. Termasuk kalau ingin mengajukan ke MK,” pungkasnya.
Editor: Bejo Sumaryono
(RuPol)