Yasonna berharap indikasi geografis dapat berkontribusi pada peningkatan pemasaran produk-produk unggulan di berbagai wilayah Indonesia. Yasonna meyakini dengan label indikasi geografis akan memberikan keyakinan kepada konsumen produk tersebut memiliki kualitas dan ciri khas yang spesifik.
RUANGPOLITIK.COM – Menteri Hukum dan HAM (Menkumham) Yasonna H Laoly menutup rangkaian Tahun Merek 2023 dan mencanangkan 2024 sebagai tahun indikasi geografis.
Pencanangan ini merupakan upaya Kemenkumham melalui Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual (DJKI) untuk mempromosikan produk unggulan daerah.
Indikasi geografis adalah suatu tanda yang menunjukkan daerah asal suatu barang atau produk yang karena faktor lingkungan geografisnya memberikan reputasi, kualitas, dan karakteristik tertentu pada barang atau produk yang dihasilkan.
Yasonna menekankan pentingnya kesadaran masyarakat tentang kekayaan intelektual sebagai potensi mendorong pertumbuhan ekonomi khususnya usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM).
“Kekayaan intelektual merupakan salah satu potensi besar dalam mendorong ekonomi masyarakat khususnya dalam bidang UMKM dan lain-lain,” kata Yasonna saat penutupan Tahun Merek 2023 di kantor Kemenkumham, Jakarta, Rabu (25/10/2023).
Yasonna berharap indikasi geografis dapat berkontribusi pada peningkatan pemasaran produk-produk unggulan di berbagai wilayah Indonesia. Yasonna meyakini dengan label indikasi geografis akan memberikan keyakinan kepada konsumen produk tersebut memiliki kualitas dan ciri khas yang spesifik.
Selain itu, produk-produk itu juga dapat menjadi daya tarik pariwisata yang dapat meningkatkan kunjungan wisata ke wilayah tersebut.
“Indikasi geografis ini kekayaan intelektual komunal yang ada di daerah, spesial, misalnya di daerah ada yang bersifat hasil agrikultur seperti pala, kopi, ubi cilembu termasuk yang sudah terdaftar, cengkeh, dan lain-lain,” imbuhnya.
Yasonna menyebut indikasi geografis merupakan kekayaan intelektual yang perlu mendapatkan perlindungan secara hukum. Ia menyesalkan masih banyaknya masyarakat yang abai dengan indikasi geografis sehingga kerap terjadi persoalan saat terjadi penjiplakan atau saling klaim.
“Karena jika sudah terdaftar, sudah terlindungi secara hukum. Orang tak bisa meng-copy. Persoalan kita kan sering kita abai dengan jenis tari-tari kita, jenis batik-batik kita, sesudah dijiplak nanti ada persoalan,” jelasnya.
Editor: B. J Pasaribu
(RuPol)