Kepentingan itu, kata Lukman, karena uji materi itu diajukan oleh kader Partai Gerindra, yakni Wali Kota Bukittinggi Erman Safar dan Wakil Bupati Lampung Selatan Pandu Kesuma Dewangsa.
RUANGPOLITIK.COM – Langkah sejumlah pihak yang melakukan uji materi atau judicial review batas usia minimal capres dan cawapres menjadi 35 tahun, dari sebelumnya 40 tahun merujuk pada UU Pemilu Pasal 169 huruf q dipertanyakan.
Gugatan tersebut dinilai hanya kepentingan sekelompok orang.
“Pragmatic play yang memuat tendensi politik praktis di tengah kian menyempitnya batas masa pendaftaran capres-cawapres pada 19-25 Oktober 2023,” kata pakar komunikasi politik Muhamad Lukman dalam keterangannya, Jumat (29/9).
Kepentingan itu, kata Lukman, karena uji materi itu diajukan oleh kader Partai Gerindra, yakni Wali Kota Bukittinggi Erman Safar dan Wakil Bupati Lampung Selatan Pandu Kesuma Dewangsa.
Gugatan mereka termuat dalam perkara nomor 55/PUU-XXI/2023.
Tidak hanya berasal dari dua kader Partai Gerindra, uji materi serupa juga diajukan oleh Ketua Umum Partai Garuda Ahmad Ridha Sabana dan Sekjen Partai Garuda Yohanna Murtika, sebagai pemohon dengan nomor perkara 51/PUU-XXI/2023. Partai Garuda saat ini tergabung dalam koalisi pendukung Prabowo Subianto.
“Apakah urgensi yang dimaksud adalah kemendesakan bagi segolongan saja atau memang benar-benar merupakan urgensi bagi segenap bangsa Indonesia,” ucap Lukman.
Akademisi Univeristas Bhayangkara ini tak menginginkan bahwa uji materi itu dimanfaatkan bukan untuk kepentingan umum. Sehingga dikhawatirkan akan merugikan khalayak umum.
“Senjata pamungkas pragmatism by purpose adalah dengan memprioritaskan kemendesakan atau urgensi atas segala sesuatu, yang seolah-olah jika tidak terlaksana, maka bisa berdampak merugikan, atau bahkan mematikan keberlangsungan bangsa dan negara,” pungkasnya.
Editor: B. J Pasaribu
(RuPol)