Keputusan hukum Indonesia, yang dikenal sebagai negara dengan populasi Muslim terbesar di dunia, untuk menahan Panji Gumilang karena dugaan penistaan terhadap agama, telah menarik perhatian banyak orang serta media asing.
RUANGPOLITIK.COM —Sejumlah media asing mewartakan penahanan Pimpinan Pondok Pesantren (Ponpes) Al Zaytun, Panji Gumilang setelah menjadi tersangka dalam kasus dugaan penistaan agama.
Diketahui, Panji Gumilang saat ini telah ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus penistaan agama dan sudah berada dalam tahanan di Rutan Bareskrim Polri, Jakarta.
Penahanannya dimulai sejak Rabu, 2 Agustus 2023 dan akan berlangsung selama 20 hari ke depan, yakni hingga 21 Agustus 2023.
Keputusan hukum Indonesia, yang dikenal sebagai negara dengan populasi Muslim terbesar di dunia, untuk menahan Panji Gumilang karena dugaan penistaan terhadap agama, telah menarik perhatian banyak orang serta media asing.
Kantor berita Reuters yang berpusat di Amerika Serikat (AS) memberitakan kasus Panji Gumilang ini dengan judul “In Muslim-majority Indonesia, Islamic preacher under fire over unorthodox views”.
Kemudian, media asing lainnya yang melaporkan berita penahanan Panji Gumilang yakni South China Morning Post, yang berbasis di Hong Kong dengan judul “Indonesia Arrest Muslim Preacher Who Allowed Women to Pray Beside Men” atau “Indonesia Menahan Pendakwah Muslim yang Mengizinkan Wanita Sholat Berdampingan dengan Laki-laki”.
Selain itu, Arab News juga tak luput dalam mewartakan kasus Panji ini, dalam isi beritanya memasang judul “Indonesia arrests Muslim preacher for blasphemy, hate speech” atau “Indonesia menahan seorang penceramah Muslim atas tuduhan penistaan agama dan ujaran kebencian”.
Kelanjutan Kasus Hukum Panji Gumilang
Dalam kasus Panji Gumilang, penyidik Polri telah melakukan pemeriksaan terhadap 40 saksi dan 17 saksi ahli.
Adapun berbagai alat bukti penguat, termasuk hasil uji dari Labfor dan fatwa MUI, juga telah berhasil dikumpulkan tim penyidik.
Sebagai konsekuensi atas perbuatannya, Panji yang kini berusia 77 tahun tersebut dihadapkan pada dua pasal yang berlaku, yaitu Pasal 156 A tentang Penistaan Agama dan Pasal 45a ayat (2) juncto Pasal 28 ayat (2) Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang ITE.
Tindakannya juga dapat dijerat berdasarkan Pasal 14 UU Nomor 1 Tahun 1946 tentang Peraturan Hukum Pidana.
Jika terbukti bersalah, dia terancam mendapatkan hukuman maksimum 10 tahun penjara.
Editor: B. J Pasaribu
(RuPol)