Nurul Ghufron menjelaskan dengan membayar pungli, tahanan juga diduga mendapatkan keringanan untuk tidak melakukan kerja bakti di dalam rutan seperti membersihkan kloset dan sejenisnya.
RUANGPOLITIK.COM —Para tahanan Komisi Pemberantasan Korupsi atau KPK diduga membayar pungutan liar (pungli) hingga puluhan juta per bulan.
Pungli itu dibayar para tahanan kepada pegawai KPK agar mendapat sejumlah kemudahan, seperti memegang handphone hingga mendapat makanan dan minuman tambahan dari keluarga.
“Itu punglinya biasanya berkaitan dengan akses untuk memegang handphone, kemudian akses untuk mendapatkan makanan minuman tambahan dari keluarga,” kata Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron seusai diskusi “Badai di KPK: Dari Korupsi, Pencabulan, hingga Perselingkuhan” yang digelar di Gedung The East, Mega Kuningan, Jakarta Selatan, Kamis, (13/7/2023).
Nurul Ghufron menjelaskan dengan membayar pungli, tahanan juga diduga mendapatkan keringanan untuk tidak melakukan kerja bakti di dalam rutan seperti membersihkan kloset dan sejenisnya.
“Itu tidak diperintah-perintah untuk melakukan kerja-kerja misalnya membersihkan kloset dan lain-lain,” imbuhnya.
Ghufron menyebut para tahanan diduga menyetorkan uang kepada pegawai KPK dengan nominal sekitar Rp 2 juta hingga puluhan juta rupiah per bulannya.
Ia menambahkan proses penyetoran uang pungli tidak langsung ditransfer ke pegawai KPK. Uang itu ditransfer ke pihak di luar KPK yang menampung uang pungli dan baru masuk ke pegawai KPK.
“Jadi mereka menyetor melalui rekening di luar insan KPK. Dari luar itu, keluar lagi, keluar lagi, baru masuk ke insan KPK. Jadi ada tiga layer,” jelasnya.
Seperti diketahui, KPK kini tengah diterpa berbagai skandal yang para terduga pelakunya berasal dari internalnya sendiri. Skandal di internal tersebut kini tengah ditangani lebih lanjut oleh KPK.
Deretan skandal KPK yang terjadi mulai dari praktik pungutan liar di rumah tahanan negara (rutan), perbuatan asusila terhadap istri tahanan, hingga penyelewengan uang dinas ke luar kota. Skandal tersebut diungkap ke publik dalam tempo waktu yang berdekatan satu sama lain.
Skandal praktik pungli di Rutan KPK diungkapkan ke publik oleh Dewan Pengawas (Dewas) KPK. Dewas KPK kemudian meminta agar pimpinan KPK menindaklanjuti praktik pungli tersebut. Sementara itu, KPK mengakui praktik pungli tersebut pertama terjadi di Rutan KPK pada Gedung Merah Putih, Jakarta.
Anggota Dewas KPK, Albertina Ho menyampaikan nominal pungli menyentuh Rp 4 miliar dalam periode waktu Desember 2021 sampai Maret 2022.
Angka tersebut merupakan temuan sementara, dan bisa saja bertambah di waktu berikutnya. Sementara itu, anggota Dewas KPK, Syamsuddin Haris menyebut praktik pungli tersebut diduga melibatkan puluhan pegawai.
Di lain sisi, KPK juga telah menyampaikan permintaan maaf ke publik atas terjadinya praktik pungli di rutan yang dikelolanya. KPK juga telah mengambil sejumlah langkah dalam rangka proses pengusutan praktik pungli di rutan, di antaranya pembentukan tim khusus, rotasi pegawai, hingga menggandeng Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK).
Editor: B. J Pasaribu
(RuPol)