Sebulan terakhir, kasus yang menjerat anak pejabat pajak, Rafael Alun Trisambodo, terus bergulir ke arah penyelidikan harta kekayaan yang dinilai tidak wajar dari para pejabat di bawah Kementerian Keuangan. Titik awalnya adalah gaya hidup anaknya yang sering pamer memakai mobil jenis Rubicon dan motor gede
RUANGPOLITIK.COM —Pejabat pajak dan bea cukai memang menjadi aparat yang mengurusi total triliunan rupiah uang pemasukan untuk negara.
Meskipun ada beberapa yang saat ini berurusan dengan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk diselidiki harta kekayaannya yang dinilai tidak wajar, tapi minim sekali kemungkinan kalau harta itu merupakan hasil “pencurian” dari penerimaan sah pajak ataupun bea cukai.
“Persoalan yang berkaitan dengan Kementerian Keuangan saat ini, ada pegawai pajak kaya, bea cukai kaya, itu tidak berpengaruh langsung kepada penerimaan negara. Uang pajak itu sulit untuk dikorupsi, relatif tidak bisa,” kata Memed Sueb, pengamat perpajakan dari Universitas Padjadjaran yang ditemui di kampus Magister Akuntansi Unpad di Bandung, Sabtu, 25 Maret 2023.
Ia mengatakan, para wajib pajak menyetor pajak langsung ke bank sehingga di kantor pajak sebenarnya tidak ada arus uang. Karena itulah, uang yang disetorkan wajib pajak akan sulit dikorupsi aparat.
“Kenapa orang pajak ada yang kaya-kaya, bukan dari korupsi uang pajak. Tetapi harus dicurigai kalau melihat penghasilannya, mendukung gak untuk membeli harta tersebut. Orang boleh saja punya harta seberapapun, sepanjang penghasilannya logis,” kata Memed.
Ia mengibaratkan apabila pegawai pajak memiliki gaji Rp50 juta/bulan yang artinya mendapatkan Rp600 juta/tahun. Kalau dia memiliki harta senilai Rp5 miliar saja, orang tersebut harus menabung hampir 10 tahun, dengan catatan tanpa menggunakan uang itu sedikitpun. Sementara, seorang pegawai negeri tidak memiliki gaji besar sejak dia awal memulai kariernya.
Karenanya, Memed meyakini bahwa korupsi dalam pengertian mengambil uang negara dari pajak yang sah diberikan wajib pajak tidaklah mungkin. Tetapi, itu bisa terjadi untuk pemasukan yang tidak sah.
Ia pun mencontohkan sebuah kasus imajiner. Misalkan, seorang wajib pajak memiliki pajak terutang Rp 2 miliar dan mendekati pejabat pajak untuk meminta pengurangan pajak. Oleh pejabat itu, pajaknya dikurangi menjadi Rp500 juta dan si wajib pajak memberi uang Rp500 juta ke pejabatnya.
“Bagi wajib pajak itu, masih irit kan? Dari 2 miliar jadi cuma 1 miliar. Tetapi, Rp500 juta itu tidak masuk ke kas negara. Kalau di kantor pajak langsung, itu enggak ada arus uang, mau mencuri bagaimana?” ujarnya.
Ia pun mencontohkan lagi kasus Gayus Tambunan. Ia dulunya adalah pegawai pajak yang membantu perkara penggelapan pajak dan mendapatkan imbalan dari tindakannya itu. Hal itu merupakan tindak pidana pajak yang memang membuat Gayus kaya raya. Dengan gaji bulanan Rp12,1 juta, ia bisa memiliki uang senilai Rp74 miliar dan aset berupa emas batangan, properti, dan kendaraan bermotor.
“Melihat pegawai pajak yang kaya memang pasti menimbulkan imej negatif di masyarakat, walau tidak ada hubungan langsung antara penerimaan pajak dengan orang pajak menjadi kaya. Penerimaan pajak semakin besar, tidak akan membuat orang pajak semakin kaya. Tetapi berbeda kalau dengan cara seperti contoh tadi,” ujarnya.
Periksa pemasukan
Sebulan terakhir, kasus yang menjerat anak pejabat pajak, Rafael Alun Trisambodo, terus bergulir ke arah penyelidikan harta kekayaan yang dinilai tidak wajar dari para pejabat di bawah Kementerian Keuangan. Titik awalnya adalah gaya hidup anaknya yang sering pamer memakai mobil jenis Rubicon dan motor gede.
Rafael pun diketahui memiliki total harta kekayaan senilai Rp56,1 miliar, bahkan berikutnya diketahui memiliki 40 rekening terkait dengannya dengan nilai mutasi rekening selama 3 tahun terakhir mencapai Rp500 miliar.
Setelah Rafael, Kepala Kantor Bea Cukai Yogyakarta, Eko Darmanto, juga diperiksa terkait kekayaan senilai Rp15,7 miliar. Kemudian, Kepala Bea Cukai Makassar, Andhi Pramono, yang memiliki kekayaan senilai Rp13,7 miliar. Hasil pemeriksaan selanjutnya dari PPATK, Andhi Pramono diduga kuat melakukan perbuatan nominee sebagai modus samarkan harta kekayaan.
Selanjutnya, KPK juga memeriksa Kepala Kantor Pajak Jakarta Timur, Wahono Saputro. Bahkan, Menteri Keuangan, Sri Mulyani, menyatakan bahwa dari hasil pemeriksaan di jajarannya, ada 69 Pegawai Negeri Sipil (PNS) yang diduga memiliki kekayaan tidak wajar.
Menurut Memed, teori dalam ekonomi menyatakan bahwa pengeluaran itu sama dengan pemasukan. Bila memiliki harta Rp2 miliar, maka penghasilan juga harus senilai Rp2 miliar. Kalau ternyata pemasukannya tidak mencapai total harta, maka bisa saja orang tersebut bergelimpang utang.
Selain utang, pejabat mungkin akan beralasan bahwa hartanya didapatkan dari hibah atau warisan.
“Kalau begitu, pejabat Indonesia keturunan orang kaya semua dong, ya, karena kebanyakan hartanya dari hibah,” tutur Memed.
Sementara, gaji pegawai negeri sudah terukur dan ada aturannya. Bila gaya hidupnya dengan pengeluaran yang melebihi pemasukan, maka yang harus diperiksa adalah asal pemasukannya selain dari gaji yang sah tersebut.
Pajak adalah pendapatan negara terbesar
Memed yang juga menjadi Kepala Satuan Pengawas Internal di Unpad mengatakan, pemasukan negara terbesar memang dari pajak. Sebanyak 80% dari pendapatan di APBN Indonesia saat ini, adalah dari pajak. Kontribusi pajak untuk pembangunan masih sangat besar.
Pendapatan paling besar adalah PPh atau pajak penghasilan. Pajak itu didapatkan dari badan atau perusahaan dan perorangan. PPh badan jauh lebih besar sementara yang perorangan nominalnya lebih kecil meskipun jumlah wajib pajaknya lebih banyak.
Pendapatan berikutnya adalah PPN atau pajak pertambahan nilai. Pajak itu dikenakan terhadap barang dan jasa yang dimiliki pengusaha kena pajak. Sementara, penghasilan dari cukai tidak terlalu besar.
“Apabila penerimaan pajak turun, sementara kebutuhan negara pembangunan konstan, itu pasti akan ditutup oleh utang. Kalau pendapatan negara menurun dan pemerintah kalau bisa mengurangi biaya, utang tidak akan muncul. Tetapi kalau pendapatan turun dan biaya tidak mau turun, kebutuhan negara ditutupi utang,” katanya.
Editor: B. J Pasaribu
(RuPol)