RUANGPOLITIK.COM— Koalisi Indonesia Bersatu (KIB) yang digagas Partai Golkar, Partai Amanat Nasional (PAN), dan Partai Persatuan Pembangunan (PPP) dikabarkan akan melebur dengan Koalisi Kebangkitan Indonesia Raya (KKIR) bentukan Partai Gerindra dan Partai Kebangkitan Bangsa (PKB).
Waketum PAN Viva Yoga Mauladi bicara koalisi kekuatan besar jelang Pilpres 2024. Menurutnya, koalisi kekuatan besar itu jika Koalisi Indonesia Bersatu (KIB), Koalisi Kebangkitan Indonesia Raya (KKIR), dan PDIP bergabung.
“Koalisi itu tidak ada gemuk atau kurus. Yang penting koalisi atau penggabungan atau kerjasama sesuai dengan Pasal 222 UU 7 2017 tentang Pemilu yaitu pasal tentang PT 20 persen kursi DPR. Itu kan syarat minimal,” kata Viva Yoga di kawasan Pondok Bambu, Jaktim, Senin (13/2/2023).
KIB berisi Partai Golkar, PAN, dan PPP, sementara KKIB berisi Partai Gerindra dan PKB. Sedangkan PDIP belum berkoalisi, namun partai berlambang banteng itu sudah mengantongi ambang batas pencapresan 20% kursi di DPR.
“Nah apabila KIB, KKIR plus PDIP, itu bergabung, saya rasa sebuah kekuatan yang super besar. Berpotensi untuk bisa memenangi pilpres,” ujar Viva.
Perkara siapa capres dan cawapres jika koalisi itu menjadi satu, menurut Viva dapat dibicarakan. PAN, kata Viva Yoga, tak memiliki perbedaan yang mencolok sebagai partai nasionalis.
“Nanti soal siapa pasangan calon kan akan diputuskan, tapi tidak sejauh itu, kami saat ini merasa bahwa khusus untuk PAN platform PAN dan PDIP relatif tidak berbeda jauh yaitu sebagai partai nasional. Dan kami akan menunggu bersama dengan PDIP untuk langkah-langkah berikutnya,” imbuhnya.
Ketum Golkar dan Ketum PKB Setuju Koalisi Bergabung
Ketum PKB Muhaimin Iskandar atau Cak Imin dan Ketum Partai Golkar Airlangga Hartarto sebelumnya sempar merespons soal peluang KIB dan KKIR bergabung. Keduanya kompak setuju jika kedua koalisi bergabung.
Mulanya, Airlangga terlebih dahulu ditanyakan soal inisiasi atau ajakan untuk menggabungkan koalisi. Airlangga mengungkap menjawab keduanya mengajak untuk bergabung.
“Dua-duanya mengajak (bergabung). Jadi kalau dua-duanya bergabung, lebih kuat, lebih baik. Dalam politik tidak ada yang tidak bisa dibicarakan,” kata Airlangga saat konferensi pers di Istora Senayan, Jumat (10/2/223).
Cak Imin lantas ditanyakan terkait respons apabila KIB dan KKIR bersatu. Cak Imin mengatakan semakin banyak barisan koalisi, proses pemilu akan semakin efektif.
“Oh, sangat bagus. Semakin banyak barisan koalisi, semakin efektif proses pemilu, proses pemilu semakin baik,” ungkap Cak Imin.
Senada Airlangga, Cak Imin turut menyambut baik bila dua koalisi dilebur menjadi satu. Baginya, semakin banyak barisan parpol di satu koalisi, maka akan makin efektif proses pemilu.
“Jadi kita berharap partai-partai, mari kita samakan visi, tujuan dan target, sehingga kita betul-betul siap tidak mendadak dalam mengambil langkah-langkah strategis,” kata Cak Imin.
Dalam kesempatan terpisah, Ketua Harian DPP Partai Gerindra Sufmi Dasco Ahmad mengaku pihaknya ikut senang dengan wacana peleburan tersebut. Namun, dia mempertanyakan apakah tiga partai KIB akan ikut melebur dalam koalisi tersebut.
“Soal bergabung KIB dan Koalisi Kebangkitan Indonesia Raya, ya, itu tentu kalau terjadi kita senang saja,” ucap Dasco.
“Nah tinggal sekarang yang di KIB itu apakah hanya Golkar atau dua-duanya, kalau KIB kan artinya tiga partai. Nah itu saya belum bisa jawab apakah kemudian bagaimana ya, begitu loh. Nah kalau misalnya tiga partai itu KIB setuju ya kita tentunya setuju,” tambahnya.
Peneliti BRIN: Jika Digabung Akan Jadi Koalisi Super
Peneliti politik dari BRIN Wasisto Rahardjo Jati menilai kekuatan politik KIB dan KIR tak bisa dipandang sebelah mata. Apalagi, jika keduanya memutuskan untuk melebur jadi satu pada Pilpres 2024 mendatang.
“Saya pikir jika KIB dan KIR bergabung tentu akan menjadi koalisi super,” ujar Wasisto.
Menurut dia, koalisi KIB dan KIR akan menjadi lawan amat tangguh bagi PDIP. Sampai saat ini, PDIP belum memutuskan untuk berkoalisi dengan parpol manapun.
Meskipun secara kursi di parlemen, PDIP mampu mengusung Capres-Cawapres tanpa harus koalisi. Tapi PDIP telah menegaskan, membangun Indonesia harus kolaborasi, tak bisa sendirian.
“KIB dan KIR berpotensi menjadi rival tangguh bagi PDIP di pemilu mendatang,” tegas Wasis.
Wasis meyakini, peluang besar bergabungnya KIR dan KIB dalam Pemilu 2024. Namun, kedua poros koalisi ini perlu capres yang memiliki popularitas bagus. Dengan demikian, parpol yang tergabung dalam dua poros tersebut akan menjadi solid.
“Peluang (bergabung) tersebut sebenarnya besar. Jika didukung pula calon dengan popularitas yang besar,” kata Wasis.
Soal capres dan cawapres yang bakal diusung KIB dan KIR, Wasis menambahkan, banyak nama besar dalam koalisi tersebut.
Misalnya saja, Prabowo Subianto, Airlangga Hartarto, Muhaimin Iskandar, Zulkifili Hasan. Belum lagi Sandiaga Uno, Erick Thohir yang sangat mungkin bisa masuk ke dalam koalisi tersebut.
“Saya pikir ada banyak nama besar di koalisi tersebut, yang sepertinya tidak tersentral ke satu tokoh tertentu,” ujar dia.
Efriza: Koalisi Besar Ini Sulit Terwujud Terutama Kesepakatan Capres dan Cawapres
Sementara itu menurut pengamat politik Efriza dari Citra Institute mengatakan peluang koalisi ini terwujud tak mudah. Dan jika terjadi akan sulit mencapai sepakat mengenai calon yang diusung.
“Koalisi ini terbentuk memungkinkan karena sebagai partai pendukung pemerintah yang loyal. Hanya saja, amat sulit merembukan, mencapai kesepakatan mengenai pasangan calon,” tegasnya.
“KIB bertiga aja susah bersepakat pasangan calon, KIR hanya berdua saja sulit merampungkan cawapres, apalagi ini lima partai yang kelimanya ketua umumnya capres dari partai masing-masing. Jika iya apa konsekuensinya bagi anggota yg lain? Konsekuensi yang harus dirumuskan adalah siapa pasangan cawapres yang akan diusung,” ulas dosen Ilmu Pemerintahan ini.
Sebab lima ketua umum yang elektabilitas tinggi, sudah dideklarasikan capres dan didukung hanya Prabowo melalui PKB dan Gerindra terbentuknya KIR.
“Maka konsekuensinya adalah mencari wakil presidennya. Nah ini akan alot jika diambil dari internal masing-masing partai.
Jika bukan ketua umumnya apa bisa legowo ketua umum tersebut mengusung kadernya yang dipilih. Jika calonnya dari alternatif bukan dari partai yang menguat namanya dengan Khofifah, tapi apa mau Khofifah menerima tawaran untuk dipasangkan dengan Prabowo. Sementara Koalisi Perubahan juga mencoba memasangkan Khofifah dengan Anies Baswedan,” ungkapnya.
Pilihan untuk dirembukkan hanya posis cawapres. Cawapres ini tak mungkin di antara keempat partai itu, karena elektabilitas keempat ketua umum pada “nyungsep” dan tidak menaikkan dan menguatkan elektabilitas Prabowo, apalagi pada saat pemilihan rasanya berat potensi menangnya.
Calon yang menguat kepada Prabowo banyak potensial tetapi mereka akan banyak pikir-pikir, misal Khofifah apa ia akan mau, jika ada dua pilihan dengan Anies pula. Jika dengan Erick Thohir apa ia siap jor-joran dengan konsekuensi kecil peluang menangnya, apalagi Erick lagi menuju Ketum PSSI sepertinya lebih bergengsi sebagai Ketum PSSI dibandingkan buang biaya kampanye jor-joran tapi kemenangan kecil.
Jika Andika Prakarsa maka juga sulit, karena Prabowo dan Andika keduanya dari militer, tidak akan menarik untuk pemilih. Pilihan kepada Sandiaga Uno memungkinkan, hanya pengulangan yang lalu, keduanya dari Gerindra pula, dan pernah kalah, maka potensi kalah akan terbuka lebih tinggi.
Jika dipasangkan dengan Airlangga Hartarto tak dapat diyakini akan menjadi kuda hitam, keduanya malah cenderung pilihan tak menarik bagi Pemilih.
Maka kemungkinan menarik adalah berpasangan dengan Ganjar Pranowo tetapi apa mau PDIP nomor dua, sebab PDIP pernah dua kali mengalahkan Prabowo dan Gerindra, PDIP juga pernah berkoalisi dengan Megawati sebagai capres saat itu Prabowo hanya cawapres.
“Maka peluangnya adalah amat menguntungkan tapi, PDIP akan senang jika hadirnya tiga paket koalisi, dibandingkan dua paket,.agar putaran kedua KIR-KIB gabung ke PDIP. PDIP lebih berharap koalisi tiga pasangan dulu baru putaran kedua mereka dapat dukungan koalisi lainnya,” pungkasnya.
Editor: Ivo Yasmiati
(RuPol)