RUANGPOLITIK.COM-Sebanyak 2.021 ekor ternak dilaporkan mati akibat terinfeksi virus penyakit mulut dan kuku yang tengah mewabah di Indonesia. Demikian catatan siagapmk.id per Selasa (5/7/2022) pukul 00.46 WIB.
Terpantau, data siagapmk.id menunjukkan, penularan PMK terus bertambah luas. Sebelumnya hanya 4 wilayah, lalu meluas ke 18 provinsi, hingga kemudian sudah menyebar ke 21 provinsi.
PMK dilaporkan sudah menyebar ke 231 kabupaten/ kota kabupaten kota. Tercatat, 309.932 ekor sapi dilaporkan sakit dan 1.991 ekor mati. Selain itu, 3.464 ekor dipotong bersyarat.
Sementara itu, jumlah kerbau terinfeksi PMK dilaporkan mencapai 5.625 ekor yang sakit, 14 mati, dan 7 potong bersyarat. Kemudian, ada 1.399 ekor sapi sakit karena PMK, dan 8 ekor mati, sementara yang dipotong bersyarat ada 20 ekor.
Sedangkan, jumlah domba yang terinfeksi PMK dilaporkan ada 1.055 ekor yang sakit, 8 ekor mati, dan 3 ekor dipotong bersyarat. Lalu ternak babi yang sakit karena PMK ada 16 ekor namun dilaporkan telah sembuh semua dan tidak ada kasus mati atau dipotong bersyarat.
Secara total, ada 318.027 ekor ternak yang dilaporkan sakit dan 3.491 ekor harus dipotong bersyarat.
Di sisi lain, vaksinasi PMK sudah dilakukan terhadap 292.082 ekor ternak.
Berita Terkait:
Wabah PMK, Ma’ruf Amin: MUI Sudah Keluarkan Fatwa
Wabah PMK Menyebar di 190 Kabupaten/Kota, Jokowi: Kayak Covid-19
Wabah PMK pada Ternak, Wamentan: Kami Kerja Keras Tanggulangi Itu!
Tangkal Wabah PMK, Wamentan: Distribusi Daging Sapi Diperketat Jelang Idul Adha
Sebelumnya, Ketua Umum Perhimpunan Peternak Sapi dan Kerbau Indonesia (PPSKI) Nanang Purus Subendro mengatakan, data pemerintah tersebut tidak menggambarkan kondisi di lapangan.
“Soal data sulit, karena data resmi yang dirilis pemerintah setiap hari itu saya yakin nggak ada seperlima dari kondisi riil di lapangan,” kata Nanang dalam diskusi virtual, Selasa (5/7/2022).
“Data resmi itu dari petugas remi, sementara hewan yang ditangani para mantri, dokter hewan, dan yang diobati sendiri oleh peternak itu luar biasa banyaknya. Saya yakin data pemerintah itu ketinggalan. Saya yakin sudah 1 jutaan ekor,” tambah Nanang.
Karena itu, dia meminta, pemerintah aktif mengumpulkan data, tidak hanya dari petugas resmi. Tapi juga dari setiap pendamping sehingga data yang dikumpulkan bisa lebih riil.
“Sehingga keputusan yang mau diambil nggak terlambat,” kata Nanang.
Senada, pengamat pertanian Khudori mengatakan, penanganan pemerintah yang terlambat menanggulangi PMK berdampak pada meluasnya penyebaran virus. Padahal, tambahnya, Presiden Joko Widodo (Jokowi) sudah sejak awal memerintahkan pembentukan satgas.
“Hanya saja, pembantu Presiden saat itu menganggap masih bisa dikendalikan. Padahal perkembangannya sudah luar biasa, baru satgas dibentuk,” kata Khudori dalam sebuah diskusi virtual, Selasa (5/7/2022).
“Dan, sekarang, sudah terbit Keputusan Menteri Pertanian (Kepmentan) No 500.1/KPTS/PK.300/M/06/2022 tentang Penetapan Dareah Wabah Penyakit Mulut dan Kuku (Food and Mouth Disease). Yang melarang pergerakan hewan ternak atau lockdown seperti instruksi Presiden. Kalau ini tidak segera diatasi, tentu akan terjadi kesulitan pasokan daging, apalagi sebentar lagi Iduladha,” lanjut Khudori.
Kepmentan itu memerintahkan, lalu lintas hewan dan membuka pasar hewan kecuali dengan pengendalian ketat dari Gugus Tugas, dilarang dilakukan di daerah yang diberlakukan lockdown.
Kepala BNPB selaku Ketua Satgas Penanganan Penyakit Mulut dan Kuku Suharyanto menerbitkan Surat Edaran (SE) No 2/2022 tentang Protokol Kesehatan Pengendalian Penyakit Mulut dan Kuku.
Surat tersebut mengatur panduan teknis pelaksanaan dekontaminasi, pemusnahan, dan pemotongan bersyarat dalam rangka pengendalian PMK.
Surat yang diterbitkan 1 Juli 2022 itu menetapkan ketentuan protokol untuk memastikan status kesehatan hewan rentan PMK. Termasuk dengan melakukan tes dan karantina.
Dimana, hewan yang diizinkan untuk dilalulintaskan adalah harus layak sesuai dengan izin otoritas veteriner.
Hewan layak yang dimaksud dalam SE tersebut adalah:
a. Hewan sehat dan tidak menunjukkan gejala klinis berkaitan dengan PMK
b. Hewan berasal dari daerah yang tidak ada gejala klinis berkaitan dengan PMK dengan radius 10 km dari lokasi peternakan
c. Hewan berasal dari daerah yang selama 30 hari sebelum diberangkatkan tidak ada laporan kasus.
Kelayakan hewan rentan PMK berupa Surat Keterangan Kesehatan Hewan (SKKH)/Surat Veteriner (SV) dikeluarkan oleh Pejabat Otoritas Veteriner atau dokter hewan berwenang. (ASY)
Editor: B. J Pasaribu
(RuPol)