RUANGPOLITIK.COM-Pengamat Politik Citra Institute Efriza mengungkapkan, Langkah yang dilakukan Denny Indrayana dilakukan untuk menggugah persoalan mafia tanah dan tambang menjadi isu yang perlu disikapi secara nasional.
Efriza mengimbau agar Denny mengupayakan pendekatan secara hukum, pendekatan dukungan secara institusi negara baik tingkat pusat dan daerah, juga menggunakan pendekatan sosial.
Apalagi, kata Efriza, Kalimantan Selatan (Kalsel) memiliki sumber daya alam yang sangat kaya. Daerah ini terkenal dengan penghasil batubara dan kelapa sawit yang banyak.
“Namun, di tengah berlimpahnya kekayaan alam, ternyata Kalsel memiliki banyak kasus hukum yang masih belum terungkap dan masih menjadi misteri di kalangan masyarakat,” paparnya.
Efriza menjelaskan, bahwa pendekatan sosial yang dilakukannya dengan menjalin koalisi bersama Lembaga Swadaya Masyarakat, juga mengharapkan dukungan dari tokoh masyarakat, institusi keagamaan serta pers.
Berita Terkait:
Denny Indrayana Heran Mafia Tambang di Kalsel tak Kunjung Diberantas
Muak dengan Mafia Hukum, Dalih Dea Tunggaesti Beralih Jadi Politisi PSI
Respons Ulah Mafia, Denny Indrayana Cs: Komnas HAM dan DPD RI Ambil Tindakan Serius
Peringatan Keras Hadi Tjahjanto: Hati-hati Mafia Tanah
“Untuk implementasi tindakannya maka Denny Indrayana melakukan safari kepada Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (HAM), Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI, dan juga PBNU. Denny juga mengakui langkahnya dilakukan untuk memberikan dukungan sekaligus tekanan kepada aparat penegak hukum yang dianggap selama ini kesulitan melakukan pemberantasan mafia tambang jika hanya dilakukan lewat mekanisme pelaporan kepolisian,” papar Efriza Pengamat Politik Citra Institute ketika berbincang dengan RuPol, Minggu (26/6/2022).
Mafia tanah dan tambang, imbuh Efriza, memang harus menjadi persoalan yang perlu disikapi oleh pemerintah pusat bersama pemerintah daerah.
“Sebab, kasus ini ternyata juga turut terjadinya pelanggaran HAM. Komnas HAM sendiri mengharapkan kepedulian presiden sebab persoalan ini ternyata juga mesti didorong upaya aparat kepolisian untuk mencegah kekerasan terhadap warga dalam zona rawan konflik,” tegasnya.
Efriza menambahkan, Polda Kalsel secepatnya harus melakukan proses terhadap persoalan mafia tanah dan tambang.
“Persoalan ini amat menyoroti juga peran minim dari institusi penegak hukum dan pengadilan sehingga disinyalir kasus di Kalimantan Selatan sudah masuk dalam kondisi darurat untuk mafia tanah dan tambang,” tegasnya.
Efriza mengingatkan, jika tak bisa menutup mata bahwa sejumlah penguasa dalam bisnis yang besar juga berkelindan dengan kekuasaan.
“Apalagi usaha-usaha membuka persoalan tabir ini misalnya dengan mempersoalkan masalah sengketa lahan, malah mengakibatkan upaya pembungkaman suara dengan dihadapkan dengan tindakan kekerasan. Tindakan kekerasan dan pelanggaran hukum ini jangan didiamkan saja, sebab aparat penegak hukum yang akan mendapatkan persepsi negatif,” Pungkas Efriza.
Pelemahan terhadap aparat penegak hukum juga acap disebabkan oleh ketidakberanian semata dari perilaku penegak hukum untuk menindak para pelaku semata.
Sudah semestinya, lanjut efriza, Polda Kalsel memproses kasus, pelaporan dan tuduhan di Kalsel ini. Jangan dibiarkan berlarut-larut kasus ini, sebab penggunaan diksi darurat menunjukkan kasus ini telah bersifat berlarut-larut, sulit diberantas, bahkan dianggap mengakar denga dipersepsikan berkelindan pada kekuasaan di tingkat daerah dan nasional.
Dalam memproses tuduhan tentu saja jika diproses akan menghadirkan nama-nama yang disebut terlibat. Proses ini juga akan menghadirkan harapan bagi warga daerah sekitar, sebab telah diprosesnya permasalahan ini.
“Memproses kasus hukum tentu saja akan terjadi uji dokumen hingga mendapatkan keputusan hukum yang baik bagi kedua belah pihak, yakni yang melaporkan dan terlapor. Jika tak dapat membuktikan tuduhannya, tentu saja yang namanya terkena dampak dapat melakukan pelaporan kembali.,” tukas Efriza.
Artinya, pungkas Efriza, biarlah hukum yang menyelesaikan persoalan ini. Tetapi dengan membiarkan tidak memproses pelaporan, tuduhan, akan menyebabkan wajah aparat penegak hukum menjadi tercoreng karena dapat dianggap oleh masyarakat misal, aparat penegak hukum lemah dalam berhadapan dengan para mafia, turut melindungi para aktor yang disebut sebagai mafia, ke semuanya ini akan menghasilkan persepsi negatif kepada penegak hukum. (BJP)
Editor: B. J Pasaribu
(RuPol)