Jokowi kemudian mengungkap adanya laporan indikasi pencucian uang melalui aset kripto senilai US$ 8,6 miliar atau setara Rp 139 Triliun.
RUANGPOLITIK.COM – Presiden Jokowi menaruh perhatian terhadap pola pelaku TPPU baru berbasis teknologi, seperti cryptocurrency atau aset kripto, aset virtual non-fungible token, hingga uang elektronik yang dibentuk menggunakan perangkat kecerdasan buatan (AI).
Hal ini disampaikan Jokowi dalam Presidential Lecture PPATK di Istana Negara, Rabu (17/4/2024).
“Pola baru berbasis teknologi dalam TPPU perlu terus kita waspadai, seperti cryptocurrency, aset virtual NFT, kemudian aktivitas lokapasar, elektronik money, dan AI yang digunakan untuk otomasi transaksi dan lain lain,” tukas Jokowi.
Jokowi kemudian mengungkap adanya laporan indikasi pencucian uang melalui aset kripto senilai US$ 8,6 miliar atau setara Rp 139 Triliun.
“Karena teknologi sekarang ini cepat sekali berubah, bahkan data Crypto Crime Report menemukan ada indikasi pencucian uang melalui aset kripto, sebesar Rp 139 triliiun, secara global. Bukan besar, tetapi sangat besar sekali,” ungkapnya.
Ranah Kementerian Perdagangan
Sementara itu, Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Mahendra Siregar menanggapi soal arahan Presiden Joko Widodo (Jokowi) soal modus baru pencucian uang lewat kripto.
Ia menjelaskan bahwa saat ini pengawasan aset kripto masih menjadi ranah Kementerian Perdagangan.
Meski demikian, sebagai bagian dari Tim Satuan Tugas (Satgas) Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU), akan terus memantau cara baru pencucian uang, khususnya berkaitan dengan penggunaan rekening atau jasa dari lembaga keuangan tertentu.
“Pada gilirannya, nanti kami sebagai anggota Tim TPPU ini punya kewenangan untuk memantau hal-hal tadi, termasuk penggunaannya yang beririsan dengan pemakaian rekening atau jasa dari lembaga jasa keuangan lain. Jadi kami akan lihat seperti apa mitigasi risiko yang terjadi terkait dengan TPPU yang lain,” ujar Mahendra saat dijumpai di Kompleks Istana Kepresidenan, Rabu (17/4/2024).
Sebagai instrumen keuangan baru, Mahendra menyebut pihaknya masih terus mempelajari bagaimana tata kelola aset digital kripto dan memitigasi potensi resiko yang ada didalamnya.
“Sebenarnya esensinya tidak berbeda, cuma terkait dengan digital aset dan kripto tentu sebagai produk baru dan kami perlu pahami lebih baik mengenai faktor risiko yang muncul di situ,” tambahnya.(BJP)
Editor: B. J Pasaribu
(RuPol)