RUANGPOLITIK.COM – Baliho Ganjar Pranowo-Mahfud MD, baru-baru ini dicopot paksa diberbagai wilayah di Indonesia. Hal ini sontak membuat masyarakat marah dan geram.
Masyarakat pun ambil sikap dengan meminta rumah mereka dipasangkan baliho pasangan capres-cawapres Ganjar dan Mahfud. Ini pun viral di media sosial dan membuat banyak tanggapan dari masyarakat tentang penguasa negeri ini.
Bukan hanya masyarakat, partai-partai pengusung pun ikut berbicara masalah ini. Anggota Komisi IV DPR RI dari Fraksi PPP Achmad Baidowi mengatakan, ini meruapak gerakan sosial dari masyarakat sebagai bentuk kepedulian kepada Ganjar dan Mahfud.
“Karena aturan PKPU, memasang di halaman rumah boleh, selama masa sosialisasi sebagai posko boleh dan aman. Ini bentuk kepedulian masyarakat, terimakasih,” ungkap pria yang sering disapa Owi ini kepada Rupol.
Dia menambahkan, dengan rumah rakyat diperbolehkan memasang baliho, maka ini bisa dikatakan sebagai posko pemenangan dan tidak ada alasan mencopot di rumah-rumah warga. Tak hanya itu Ketua DPP Rescue Perindo Denny Adin mengatakan, pemasangan di rumah rakyat diperbolehkan selagi tidak melanggar yang ditetapkan dalam aturan Pilpres.
Adin mengatakan, ini terjadi sebagai bentuk perlawanan terhadap putusan MK yang dianggap mencederai demokrasi. Sehingga timbul di masyarakat sikap protes dengan kesediaan rumah-rumah mereka dipasangkan spanduk, baliho, atau banner Ganjar-Mahfud.
“Ini adalah gerakan di masyarakat yg terbukti masyarkat sudah cerdas dlm election pada tahun ini,” jelas Adin.
Sedangkan Ketua Bappilu Hanura Akhmad Muqowwam degan tegas menyatakan, peserta Pilpres 2024 bukanlah presiden eksisting. Akhmad menjelaskan, ini ada distorsi, subjektifitas presiden dalam Pilpres 2024.
“Orang sedunia, berbagai komentar dari mana pun, ada satu negatif demokrasi yang kata mereka juga. Jokowi pada akhirnya subjektif pemilihan dengan langkah-langkah aturan dibuat sepertinya adil,” ungkanya.
Akhmad menambahkan, meski sepertinya adil, tetapi di lapangan nyatanya terlihat ketidak adilan itu. Dia mengatakan, untungnya masyarakat masa kini sudah lebih melek politik, keteladanan, etika dan kepatutan.
“Ini normalisasi pimilihan akan datang bila adanya crash antara pemerintah dan masyarakat. Harusnya tidak ada crash idelanya. Ekspresi tampilnya Ganjar dalam sosialisasi. Kalau tidak boleh diekspresikan, cermati diamnya masyarakat adalah diamnya protes,” tutur Akhmad.
Editor: M. R. Oktavia
(Rupol)