Dalam pandangan pakar planologi alias perencanaan kota dan wilayah tersebut, modal pembangunan destinasi wisata Mandalika mungkin belum kembali sepenuhnya.
RUANGPOLITIK.COM —Muncul video viral kritik Dosen Institusi Teknologi Bandung (ITB), Myra P Gunawan, terkait Mandalika sebagai salah satu destinasi wisata super prioritas. Destinasi itu ditentukan Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Kemenparekraf).
Selain Mandalika, destinasi wisata super prioritas lainnya adalah Likupang, Labuan Bajo, Candi Borobudur, dan Danau Toba. Kritik Dosen ITB tersebut berkaitan dengan pengelolaan dan perputaran uangnya yang dinilai tidak transparan.
Dalam pandangan pakar pariwisata Myra P Gunawan tersebut, seharusnya pemerintah mengumumkan juga modal maupun utang, bukan sekadar hasil penjualan karcis maupun jumlah penonton. Diketahui video viral ini diunggah akun Twitter @sociotalker pada Jumat, 16 Juni 2023 lalu.
Mandalika, modal dan utangnya tak pernah diumumkan
Menurut Myra P Gunawan, salah satu destinasi wisata super prioritas Mandalika menyisakan masalah yakni perputaran uangnya. Seharusnya dana yang dikeluarkan untuk membangun, bahkan utangnya sekalipun, perlu disandingkan dengan pendapatannya.
“Seperti kita membangun Mandalika, yang diinfokan kan jumlah penontonnya, karcisnya, sekian kali sekian, (tapi) membangunnya (membutuhkan biaya) berapa, utangnya berapa, tidak pernah diomongin, tidak pernah disandingkan (datanya),” tuturnya.
Dalam pandangan pakar planologi alias perencanaan kota dan wilayah tersebut, modal pembangunan destinasi wisata Mandalika mungkin belum kembali sepenuhnya.
“Udah balik modal, gitu? Saya yakin, belum,” katanya dalam acara hasil kerja sama Neraca Ruang dan Sekolah Arsitektur, Perencanaan, dan Pengembangan Kebijakan ITB pada 23 Mei 2023 tersebut.
Begitu juga dengan biaya yang dikeluarkan untuk mendatangkan wisawatan asing tersebut. Menurutnya, angkanya perlu disandingkan agar transparan.
“Karena yang dihitungnya itu yang diterima, (tapi) yang dikeluarkan untuk mendatangkan mereka (wisatawan mancanegara) berapa, nggak pernah dihitung, nggak pernah diinfokan,” ujarnya.
Tak ada naskah akademisnya, lingkungan hidup terdampak
Kritik juga diungkap Myra berkaitan dengan penentuan destinasi wisata super prioritas. Menurut perempuan tersebut, penentuan kawasan wisata itu justru menjadi agenda yang bernilai politis.
“Sekarang, pariwisata itu menjadi agenda politisi. Saya tidak tahu bagaimana 10 destinasi prioritas atau lima masuk prioritas itu dipilih, gak pernah ada naskah akademisnya,” ucapnya
Myra juga mengungkap kritik terhadap destinasi Wakatobi yang justru mengakibatkan lingkungan rusak tapi jumlah wisatawan asing yang datang jauh dari target atau keinginan pemerintah.
“Pemerintah mengatakan kita ingin 500.000 wisatawan mancanegara ke Wakatobi. Perkembangannya dalam 10 tahun terakhir, hanya 23.000, bagaimana bisa nyulap dari 23.000 menjadi 500 (ribu)?” katanya.
Menurut pengamatannya, pembangunan di Wakatobi untuk menyambut setengah juta wisatawan asing itu sudah terjadi bahkan disambut antusias oleh kepala daerah setempat.
“Ide tentang 500.000 (wisatawan asing) mudah sekali ditangkap oleh kepala daerah dan juga oleh para pendukung, itu artinya, keluarkan Perpres bahwa semua kementerian harus mendukung destinasi pariwisata prioritas,” ujarnya.
Adapun yang dibangun di destinasi tersebut adalah infrastruktur besar-besaran yang kini, dalam pandangan Myra, berceceran di taman nasional maupun di perairan yang tidak terpakai atau tidak bisa dipakai.
“Uang hilang, lingkungan rusak, wisatawan tidak datang. Tak pernah ada yang menghitung,” ujarnya.
Editor: B. J Pasaribu
(RuPol)