RUANGPOLITIK.COM — Kontroversi keputusan Hakim atas partai Prima memenangkan gugatan yang dilayangkannya kepada KPU melalui Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. Sehingga diperintahkan agar KPU menunda Pemilu 2024. Putusan tersebut disampaikan Kamis, (2/3/2023).
Putusan hakim yang menjadi amukan banyak pihak ini, juga dikritisi oleh pengamat politik Hendri Satrio dari KedaiKOPI. Ia menilai isu penundaan Pemilu 2024 kalau didiamkan bisa mengancam keutuhan Negara kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Isu penundaan pemilu semestinya tidak disampaikan ke publik.
Hal itu disampaikan Hendri Satrio saat menjadi pembicara acara Polemik Trijaya dengan tema “Jalan Terjal Pemilu 2024″ yang digelar secara daring, Sabtu (4/3/2023).
“Hal yang sudah pasti yang sudah diatur dalam undang-undang kan enggak perlu dipertanyakan lagi. Enggak perlu lagi mengatasnamakan demokrasi, gitu jadinya kegaduhan-gaduhan seperti ini. Regulasi yang ada sudah gamblang menyebutkan pasal-pasal yang mengatur Pemilu,” katanya.
Sejarah penundaan pemilu memang ada tetapi kalau yang salah tidak perlu diulang.
“Kalau yang tidak benar kan nggak perlu diulang. Kalau demokrasi ini terus-terusan begini, enggak nyaman pastinya buat kita. Karena harusnya hal-hal yang sudah pasti yang sudah diatur dalam undang-undang kan enggak perlu dipertanyakan lagi,” ucapnya.
Isu penundaan pemilu bukan lagi sebuah cek ombak melainkan sudah merupakan ancaman serius yang harus disikapi dengan serius pula oleh pemerintah karena ini akan mengganggu ketentraman dan keutuhan bangsa.
“Jika tidak disikapi secara serius, pergolakan-pergolakannya akan kemana-mana,” ujarnya.
Hendri menambahkan, isu penundaan pemilu sebetulnya tidak perlu lagi disampaikan ke publik. Pesta demokrasi di Indonesia dilaksanakan lima tahunan. Itu untuk mengevakuasi kinerja presiden.
“Ritual demokrasi 5 tahunan itu mengevaluasi presiden. Kalau bagus seperti Pak SBY (Susilo Bambang Yudhoyono), Pak Jokowi kemudian kita lanjutkan kepemimpinan beliau. Selanjutnya kita pilih pemimpin baru kan Indonesia juga enggak kehabisan pemimpin,” katanya.
Berdasarkan hasil survei, muncul 436 nama figur yang layak menjadi pemimpin Indonesia setelah Presiden Jokowi. Artinya banyak tokoh yang layak menjadi pemimpin Indonesia.
“Muncul 436 nama yang layak. Mudah-mudahan hal ini juga didukung oleh pemerintah. Jadi artinya mulai dari sekarang tidak ada lagi petinggi partai, kemudian tidak ada lagi orang-orang dekat presiden yang kemudian menyuarakan tentang penundaan Pemilu,” tandasnya.
Kritikan juga disampaikan oleh pakar hukum tata negara Universitas Andalas, Feri Amsari, menyebut putusan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat (PN Jakpus) untuk menunda Pemilu 2024 adalah tindakan yang aneh. Feri menyatakan, putusan menunda pemilu dari PN Jakpus cacat konstitusional.
Ia menilai keputusan ini sangat mengejutkan dan dan banyak aturan yang dilanggar oleh PN Jakpus.
“Yang paling penting dilanggar oleh PN Jakpus itu adalah pasal 10 dan pasal 11 dari Peraturan Mahkamah Agung Nomor 2 Tahun 2019,” ujar Feri Amsari dalam diskusi Jalan Terjal Pemilu 2024, Sabtu (4/3/2023).
Feri berpendapat, dalam Peraturan Mahkamah Agung tersebut sudah mengubah kompetensi dan yurisdiksi pengadilan negeri dalam penanganan perkara perbuatan melanggar hukum (PMH).
Editor: Ivo Yasmiati
(RuPol)