RUANGPOLITIK.COM — Wacana kembalinya sistim pemilu ke Proporsional Tertutup, menjadi polemik di antara partai-partai politik.
Partai Golkar merupakan salah satu dari 8 partai parlemen yang menolak, dengan alasan sistim Proporsional Terbuka lebih melibatkan masyarakat dalam demokrasi.
Politisi Golkar Ricky Syahputra meminta Mahkamah Konstitusi (MK), untuk mempertimbangkan suara-suara di tengah masyarakat.
“Bagi masyarakat pemilu sekali 5 tahun itu adalah pesta, jangan hentikan. Ada euforia tersendiri saat mereka bersentuhan langsung dengan para caleg-caleg, menjadi timses atau menyampaikan aspirasi secara lebih indepth (mendalam) ke calon-calon wakil mereka,” ujar Ricky saat berbincang dengan RuPol di Kuningan, Jakarta Pusat, Minggu (22/01/2023).
Dengan sistim terbuka, masyarakat lebih memiliki rasa ikut serta dalam bernegara karena dengan memilih wakil-wakil mereka kehendaki. Antusiasme masyarakat sudah terasa, bahkan jauh sebelum pemilu itu sendiri berlangsung.
“Kita perhatikan saja diskusi-diskusi di warung kopi, grup-grup WA. Saat ini ‘adrenalin’nya meningkat tajam. Masyarakat sudah mendiskusikan kriteria-kriteria caleg yang akan didukung, bahkan kadang ada yang malah tidak melihat partainya. Mereka merasa para caleg lah nanti yang akan memperjuangkan aspirasi mereka,” ujar Pengurus DPP Kosgoro, yang rencananya nanti akan maju di Dapil Sumut 1 ini.
Menurut Ricky, karena judicial review sistim terbuka ini sedang berjalan di MK, maka kita perlu menunggu keputusannya.
Namun Ricky meyakini bahwa Hakim-hakim Konstitusi di MK, sangat paham dengan keinginan masyarakat luas.
Adapun soal keputusan yang akan dikeluarkan MK, lanjut Ricky hanya ada 2 macam, yakni menolak judicial review dan tetap memakai sistim terbuka atau menerima judicial review, dengan memerintahkan kepada DPR untuk revisi undang-undang tersebut.
“Nanti keputusan MK itu intinya hanya 2, yaitu menerima atau menolak. Jika menerima, maka akan ada perintah ke DPR untuk revisi. Tapi itupun biasanya ada poin-poinnya, termasuk apakah revisi itu dilakukan langsung atau nanti setelah Pemilu 2024,” imbuhnya.
Mengenai kekuatiran sistim terbuka akan menurunkan kualitas parlemen, Ricky dengan tegas membantah. Menurutnya partai-partai sudah menerapkan sistim rekrutmen yang bagus, sehingga para caleg juga sudah melewati berbagai seleksi internal.
“Seperti di Golkar, banyak tahapan seleksi yang diterapkan. Dari 200 persen fungsionaris partai, di seleksi jadi 150 persen sampai kemudian 100 persen didaftarkan ke KPU. Golkar seleksinya ketat. Dan jangan juga lupakan masyarakat kita, sudah sangat cerdas dalam memilih. Tiga pemilu terakhir dengan sistim terbuka, telah membuat masyarakat tahu caleg seperti apa yang mereka butuhkan. Jangan di saat masyarakat sudah cerdas, eh malah kembali ke tertutup. Kan lucu jadinya,” tutup Dewan Kehormatan PB Persatuan Pemuda Jawa (Pendawa) tersebut.
Kembali memakai Sistim Proporsional Tertutup adalah usulan dari Ketua Umum PDIP Megawati, namun mendapat penolakan dari 8 fraksi lain di parlemen. Saat ini beberapa pihak sedang melakukan judicial review (gugatan) ke Mahkamah Konstitusi, guna membatalkan Sistim Proporsional Terbuka yang tercantum dalam Undang-undang No:7 Tahun 2017. (ASY)
Editor: Ivo Yasmiati
(RuPol)