RUANGPOLITIK.COM — Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki jumlah jemaah haji terbanyak di dunia. Untuk kuota haji dari RI tahun ini sebanyak 221 ribu orang, sesuai nota kesepahaman (MoU) pemerintah Indonesia dengan Saudi pada 9 Januari.
Sebelumnya, Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas mengusulkan kenaikan biaya haji demi menjaga keberlangsungan dana nilai manfaat di masa depan. Majelis Ulama Indonesia (MUI) kemudian mengklaim kenaikan biaya haji ini juga terjadi lantaran Saudi menaikkan tarif masyair dari 1.000 riyal (sekitar Rp 4 juta) menjadi 5.600 riyal (sekitar Rp 22 juta).
Lebih rinci, jumlah tersebut terdiri atas 203.320 jemaah haji reguler dan 17.680 jemaah haji khusus. Konsul Jenderal RI di Jeddah, Eko Hartono, buka suara terkait usulan pemerintah Indonesia menaikkan biaya haji menjadi Rp 69 juta per orang.
Masyair merupakan layanan transportasi dan akomodasi jemaah dari Mekkah ke Arafah. Eko mengklaim bahwa pemerintah Saudi memang menaikkan biaya masyair.
“Intinya bahwa memang betul bahwa biaya masyair naik tinggi,” kata Eko, Jumat (20/1).
“Akhirnya betul bahwa biaya haji naik jadi hampir (Rp) 100 juta karena masyair naik,” kata dia.
Berdasarkan rincian Yaqut, biaya haji 2023 yang diusulkan akan mencakup biaya penerbangan ke Arab Saudi (PP) sekitar Rp33 juta.
Kemudian, akomodasi di Mekkah sebesar Rp 18,7 juta, akomodasi di Madinah Rp 5,6 juta, dan biaya hidup sekitar Rp 4 jutaan. Selain itu, terdapat biaya visa sebesar Rp 1.224.000 dan paket layanan masyair Rp 5.540.109.
Dengan demikian, total biaya haji melonjak hampir dua kali lipat dari tahun lalu yang hanya sebesar Rp 39,8 juta.
Ketua Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) Ahmad Fahrurrozi menilai lebih baik jika usulan kenaikan itu dikurangi.
“Jika mungkin dilakukan efisiensi dan pengurangan biaya yang bisa dilakukan, tentu lebih baik,” pungkasnya.
Editor: Ivo Yasmiati
(RuPol)