RUANGPOLITIK.COM— Wacana penerapan sistem pemilu proporsional tertutup yang ingin diterapkan oleh pemerintah pada Pemilu 2024 mendatang menuai pro kontra. Ada yang secara terang-terangan menolak yakni delapan parpol, dan yang mendukung hanyalah PDIP dan PBB.
Sementara itu PDIP menganggap sistem proporsional terbuka yang diterapkan saat ini menelan ongkos Pemilu yang sangat mahal.
“Demi kepentingan bangsa dan negara, sistem ini dapat diubah menjadi proporsional tertutup. Ini lebih penting sebagai insentif bagi kaderisasi Partai,” kata Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto, Minggu (27/2).
Merespon banyak aksi penolakan sistem pemilu proporsional tertutup terutama di parlemen dianggap sebagai bentuk pendidikan demokrasi. Menurut Direktur Eksekutif Center for Strategic on Islamic and International Studies (CSIIS) Dr Sholeh Basyari, saat dihubungi RuPol, Kamis (19/11/2023) menyebutkan dalam kedua sistem yang tengah menjadi diskursus hangat ini ada sepuluh poin utama yang dicatatnya.
Ada sejumlah hal yang menjadi kunci yang terbaik di antara dua sistem pemilu ini
“Pertama, demokrasi seperti yang diajarkan oleh Plato dan sejumlah pemikir klasik Yunani, bertumpu pada mandat rakyat,” ucapnya.
Dalam point kedua ia menyebutkan jika mandat ini tergambar dari pemerintahan oleh rakyat untuk rakyat dan dari rakyat.
Sholeh juga menjelaskan jika mengacu kepada konsep demokrasi yang diusung Yunani tidak ada disebutkan konsep tekniknya harus digunakan.
“Ketiga, Yunani tidak menyodorkan konsep teknik tentang apakah mandat itu diperoleh secara terbuka atau tertutup dlm pemilu,” lanjutnya.
Sementara itu jika menilik sistem pemerintahan demokratis yakni dengan sistem pemilihan berkala.
“Keempat, ciri khas pemerintahan demokratis adalah adanya pemilu berkala,” sambungnya.
Dan ia juga menyebutkan terkait teknik atau sistem Pemilu dibelahan dunia mana pun satu sama lainnya akan berbeda.
“Kelima, pemilu di sejumlah belahan dunia, secara teknik tidak sama. Keenam, di republik ini, setidaknya ada dua sistem pemilu yakni pemilu multi partai dan pemilu dua parpol plus satu golongan karya,” urainya.
“Ketujuh, kader partai yg terpilih sebagai anggota parlemen adalah milik partai meski mendapat mandat dari rakyat,” sebutnya.
Dan jika ada kader partai yang menyimpang maka bisa dilakukan evaluasi segera melalui mekanisme partai.
“Kedelapan, kader partai yang menyimpang dari garis partai bisa di-recall atau setidaknya ditempatkan di komisi kering. Kesembilan, meski mendapat mandat dr rakyat, recall atas anggota DPR,tidak bisa dilakukan oleh rakyat pemilik suara,” jelas pengamat ini.
Sehingga Sholeh melihat apa yang ditawarkan oleh PDIP sebagai parpol yang menginginkan agar sistem pemilu proporsional tertutup ini digunakan dalam pemilu 2024 dianggap tak menyalahi demokrasi yang diusung oleh Yunani sebagai landasan utama sistem pemerintahan yang demokratis dan berpihak ke rakyat.
“Kesepuluh, usulan PDIP tentang proporsional tertutup adalah ideal dan proporsional dari sudut pandang demokrasi. Dan konteks sosial politik kontemporer Indonesia,” pungkasnya.
Mengapa Pemilu Proporsional Tertutup?
Ketua DPP PDIP bidang Ideologi dan Kaderisasi, Djarot Saiful Hidayat yang meyakini sistem proporsional tertutup mampu menekan praktik jual-beli suara.
“Dengan itu maka tidak ada lagi pertarungan antar calon, mereka yang sekarang ngurusin partai luar biasa, berkorban luar biasa kemudian pada saat pencalonan itu kalah sama orang baru yang membawa duit karena amplopnya lebih tebal, ini tidak fair,” kata Djarot.
Merespons pernyataan PDIP tersebut, Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan Mahfud MD turut mendukung kembalinya sistem proporsional tertutup.
Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi itu mengklaim bahwa putusan MK tidak pernah memerintahkan penerapan sistem pemilu proporsional terbuka. Dengan sistem ini, maka masyarakat saat Pileg hanya memilih partai politik, bukan para calon legislatifnya.
“Saya ingin tambahkan dukungan dulu kepada PDIP salah satunya agar Pemilu itu kembali ke sistem proporsional tertutup. Kalau dikembalikan tertutup itu bagus. Diubah saja,” kata Mahfud MD.
Dianggap mudah dan irit anggaran, Ketua KPU Hasyim Asy’ari secara pribadi setuju dengan sistem pemilu proporsional tertutup. Hal itu disampaikan jauh-jauh hari, sebelum perkara itu diajukan ke Mahkamah Konstitusi (MK).
“Kalau KPU ditanya, ya pilih proposional tertutup karena desain surat suaranya cuma 1 berlaku di semua dapil. Bukannya KPU mengusulkan ini enggak ya, tapi kalau ditanya di antara pilihan itu ya pilih proposional tertutup karena desain surat suaranya lebih simpel,” ujar Hasyim di Kantor KPU RI, Jakarta Pusat, Jumat (14/10/2022).
Wacana ini terus didengungkan oleh MPR dan KPU pada bulan September lalu kala Badan Pengkajian MPR menyambangi Kantor KPU.
Tak hanya itu, Anggota Dewan Pertimbangan Presiden (Wantimpres) Sidarto Danusubroto juga meminta pemilihan umum atau Pemilu 2024 menggunakan sistem proporsional tertutup. (IY)
Editor: Ivo Yasmiati
(RuPol)