Waktu itu yang paling terlihat adalah kepentingan keutuhan bangsa, Jokowi sangat perlu sosok yang seorang ulama yang bisa mempersatukan
RUANGPOLITIK.COM – Pengamat Politik Dr Sholeh Basyari menyebutkan posisi cawapres itu tidak perlu disurvei, karena lebih berfungsi sebagai penyeimbang bagi capres.
Sosok cawapres itu nantinya akan menjadi hasil kompromi dari berbagai kelompok dan kepentingan ataupun keutuhan bangsa.
Pada Pilpres 2019, Presiden Jokowi memilih KH Ma’ruf Amin sebagai cawapres, sama sekali tidak berdasarkan elektabilitas.
“Waktu itu yang paling terlihat adalah kepentingan keutuhan bangsa, Jokowi sangat perlu sosok yang seorang ulama yang bisa mempersatukan. Makanya Kiai Ma’ruf jadi pilihan, padahal sebelumnya tidak ada satupun lembaga survey yang memasukkan nama Kiai Ma’ruf,” ujar Sholeh ketikan berbincang dengan RuPol, di daerah Kalibata, Jakarta Selatan, Minggu (25/12/2022).
Pemilihan Sandiaga Uno oleh Prabowo Subianto pada Pilpres 2019, juga bukan berdasarkan elektabilitas atau hasil survei, tapi merupakan pertimbangan kebutuhan akselerasi kampanye.
Kata Sholeh, Sandiaga bisa memenuhi kebutuhan yang diperlukan Prabowo dan para partai pendukung.
“Sandi juga hasil kompromi. Tidak ada itu nama Sandiaga pada survey-survey sebelum Pilpres 2019. Karena saat itu lembaga survey juga tidak yakin Sandi akan bertarung. Sandi itu baru jadi Wagub DKI,” sambung Direktur Eksekutif Center for Strategic on Islamic and International Studies (CSIIS) itu.
Jadi nama-nama yang saat ini muncul di lembaga-lembaga survei, pada saatnya nanti belum tentu juga akan menjadi cawapres.
Lanjut Sholeh, yang paling berpotensi untuk menjadi cawapres itu hanya ada beberapa nama, bahkan ada yang tidak pernah masuk survey.
“Potensi terbesar Erick Thohir, ini merupakan hasil ‘kompromi’ terbaik sebagai cawapres. Siapapun capresnya, baik Prabowo, Ganjar ataupun Anies. Erick bisa memenuhi semua kriteria. Kemudian ada nama Kiai Said Aqil Sirodj, nanti pasti akan masuk dalam nama yang akan dikompromikan. Terus ada Mahfud MD dan Gus Yahya (Ketum PBNU). Tapi kalau Sandi, Ridwan Kamil, Khofifah dan lain-lain itu, sepertinya tidak,” papar Aktivis NU itu.
Kemudian sambung Sholeh, nama yang berpotensi dan memiliki peluang besar bagian dari kompromi cawapres, adalah Puan Maharani, Muhaimin, Airlangga dan AHY.
“Dari kelompok partai politik, Cak Imin, Puan, Airlangga dan AHY. Komprominya tentu soal kebutuhan ambang batas atau PT,” imbuhnya.
Jika saat ini ada banyak nama yang mengapung sebagai cawapres di lembaga survey, itu hanya untuk menambah bahan sebagai posisi tawar.
Karena setiap yang berniat maju sebagai cawapres itu, sebenarnya sudah bergerak dengan cara masing-masing.
“Semua sudah bergerak kok. Seperti Erick Thohir itu, sudah hampir pasti akan berlaga di Pilpres 2024. Dia sudah pegang tiket itu,” pungkas Sholeh. (ASY)
Editor: Syafri Ario
(Rupol)