Para operator telah menjalani ramp check yang secara reguler digelar oleh Kementerian Perhubungan. Selain itu, operator memastikan semua komponen kendaraannya telah melalui perbaikan sebelum mengangkut penumpang
RUANGPOLITIK.COM —Para pengusaha angkutan darat mulai ripuh menyiapkan armadanya menjelang libur Natal dan tahun baru (Nataru).
Tahun ini, lalu-lintas penumpang angkutan bus antar-kota maupun dalam kota diproyeksikan meningkat 20 sampai 30 persen.
“Kenaikan penumpang mendekati seperti saat Lebaran, 20-30 persen menggunakan armada reguler mereka. Potensi okupansinya meningkat menjadi 80 persen dari sebelumnya 60 persen atau 50 persen,” ujar Sekretaris Jenderal Organisasi Angkutan Darat (Organda) Ateng Haryono kepada awak media Kamis (22/12/2022).
Tak seperti dua tahun sebelumnya, lalu-lintas Nataru kali ini menghadapi tantangan berbeda. Jika tahun-tahun lalu operator dihadapkan dengan risiko penyebaran virus Corona di tengah pandemi Covid-19, tahun ini aspek keselamatan menjadi sorotan.
Regulator mewanti-wanti pemilik operator angkutan untuk menyiapkan armadanya agar laik jalan. Apalagi selama pandemi Covid-19, banyak kendaraan dikandangkan. Ateng memastikan para pemilik otobus sudah melakukan pengecekan berlapis agar armadanya dalam kondisi prima saat melayani penumpang mudik Nataru.
“Kami berusaha mewujudkan aspek keselamatan itu tidak hanya pada masa peak season, pada Nataru, atau pada Lebaran. Bicara AKAP (angkutan antar-kota antar-provinsi), AKDP (angkutan kota dalam provinsi), dan pariwisata itu relatif terkendali,” ucap Ateng.
Para operator telah menjalani ramp check yang secara reguler digelar oleh Kementerian Perhubungan. Selain itu, operator memastikan semua komponen kendaraannya telah melalui perbaikan sebelum mengangkut penumpang.
Tahun ini, arus lalu-lintas penumpang mudik diperkirakan naik hingga 16 persen atau sekitar 44,7 juta orang. Angka itu lebih besar 3,35 persen dari tahun lalu. Kenaikan jumlah penumpang saat libur Nataru tak terlepas dari rencana pemerintah meniadakan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM). Presiden Joko Widodo alias Jokowi bahkan memberi sinyal kuat akan mengakhiri PPKM di pengujung tahun.
“Mungkin nanti akhir tahun kita akan menyatakan berhenti PSBB-PPKM kita,” kata Jokowi dalam Outlook Perekonomian Indonesia 2023 seperti disiarkan akun YouTube Sekretariat Presiden, kemarin.
Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi mewanti-wanti agar lonjakan mobilisasi ini mendapat perhatian serius. Menurut dia, risiko kecelakaan perlu ditekan. Apalagi, mayoritas pemudik melakukan perjalanan menggunakan kendaraan pribadi atau motor dan mobil.
“Kita harus memperhatikan tren mobilitas masyarakat yang mengalami peningkatan karena bersamaan dengan waktu libur sekolah. Momen ini juga akan dimanfaatkan masyarakat untuk liburan ke tempat wisata, dan juga tidak adanya pembatasan mobilitas, sehingga menyebabkan pergerakannya diprediksi cenderung meningkat dari biasanya,” tutur Budi di gedung DPR RI pada 13 Desember lalu.
Kementerian Perhubungan (Kemenhub) melalui Badan Kebijakan Transportasi (Baketrans) telah melakukan survei terhadap 44,7 juta penduduk Indonesia untuk memprediksi besaran pergerakan warga selama Nataru. Hasilnya, 28,26 persen pemudik akan melakukan perjalanan menggunakan mobil. Pengguna sepeda motor juga mendominasi walau lebih rendah angkanya ketimbang pemudik dengan mobil, yakni 16,47 persen.
Sementara itu, pengguna transportasi umum, seperti kereta api antar-kota, sebesar 13,42 persen, bus 11,90 persen, dan pesawat 11,02 persen. Survei yang sama pun menunjukkan terdapat tujuh provinsi yang diperkirakan akan mengalami peningkatan mobilitas, yakni Sumatera Utara, Sulawesi Utara, Nusa Tenggara Timur, Maluku, Papua, Papua Barat, Kalimantan Barat, dan Bali.
Peningkatan mobilisasi ini menambah tingginya risiko kecelakaan di bidang transportasi. Ketua Bidang Advokasi dan Kemasyarakatan Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI) Djoko Setijowarno mengatakan ada dua faktor yang dapat meningkatkan potensi kecelakaan saat libur Nataru tiba.
Dua faktor itu adalah mobilisasi yang tinggi ke destinasi wisata dan intensitas hujan pada Desember.
Dia berujar, hampir semua akses menuju destinasi wisata merupakan jalan yang rentan terhadap kondisi air yang meluap ke jalan, longsor pada bagian tebing, licin, dan lain sebagainya. “Antisipasi dini pun perlu dilakukan pemerintah, khususnya terkait kesiapan kendaraan ataupun awak pendukungnya,” ucapnya.
MTI Soroti Bus Rawan Kecelakaan
Meski mobilisasi masyarakat saat Nataru diperkirakan tidak setinggi Lebaran, menurut Djoko, masih banyak di antaranya yang melakukan perjalanan dengan bus atau moda transportasi lainnya. Di sisi lain, ia mencatat faktor kecelakaan didominasi oleh perilaku tidak tertib, kemudian lengah dan melewati batas kecepatan.
Pada musim akhir tahun atau Lebaran misalnya, akan ada perubahan perilaku di kalangan pengendara. Mereka menjadi buru-buru agar cepat sampai tujuan sehingga mengebut.
Selain itu, kondisi jalan yang padat dan cenderung macet juga akan melelahkan fisik serta mental pengendara. Kelelahan itu membuat proses pengambilan keputusan menjadi bias dan lebih berisiko.
Djoko pun menyoroti moda transportasi bus wisata yang rentan terjadi kecelakaan. Ia menyarankan pemerintah perlu melakukan pengecekan kelaikan jalannya. Bus harus melalui inspeksi keselamatan atau ramp check terlebih dahulu sebelum melakukan perjalanan. Lebih lanjut, Djoko menuturkan perlintasan sebidang antara jalan rel dan jalan raya juga masih rentan kecelakaan terutama bagi warga yang baru melintasi jalur perlintasan tersebut. Karena itu ia berharap pemerintah meningkatkan pengawasan terhadap perlintaan sebidang ini.
Tak hanya transportasi darat, Djoko juga menyoroti pengawasan pemerintah terhadap transportasi perairan, terutama transportasi laut.
Pasalnya, cuaca yang kurang mendukung dan pemaksaan jumlah penumpang yang melebih kapasitas kapal masih kerap dilakukan. Ia menyarankan agar pemerintah melakukan pengawasan manifest dan memperhatikan kondisi cuaca saat Nataru.
Editor: B. J Pasaribu
(RuPol)