RUANGPOLITIK.COM –Pakar ekonomi dari Universitas Airlangga Surabaya, Wisnu Wibowo, menyebut kebijakan pemerintah untuk menaikkan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) sudah tepat.
Hal ini ia pandang sebagai langkah guna menyelamatkan Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN).
Ia menjelaskan, belakangan ini memang ada penurunan harga minyak dunia, yakni 85 dolar per barel.
Namun, Wisnu menekankan bahwa asumsi anggaran APBN Indonesia untuk BBM hanya 63 dolar per barel.
Untuk itu, keputusan pemerintah untuk melakukan penyesuaian harga BBM memang tepat dilakukan.
Berita Terkait:
Imbas Harga BBM Naik, Tarif Angkutan Umum di Kabupaten Bogor Naik Rp 1.000-2.000
Puan Maharani Respons Kenaikan BBM Berujung Demonstrasi
PKS Instruksikan Semua Fraksi di Kabupaten/Kota Tolak Kenaikan BBM
Massa Aksi Demo Kenaikan BBM Sindir Puan Tak Nangis, PDIP: Kondisi Sekarang Berbeda
“Ini yang membuat sistem fiskal kita jebol. Jadi penyesuaian harga ini adalah alternatif yang bisa ditempuh pemerintah untuk menyelamatkan APBN kita,” tegas Wisnu Wibowo kepada awak media di Surabaya, Jawa Timur, Rabu (7/9/2022).
Meskipun banyak masyarakat menolak kenaikan BBM, Wisnu menilai kesempatan ini justru jadi momen yang tepat untuk memperbaiki alokasi subsidi BBM.
Ia menyebut, selama ini banyak masyarakat mampu yang menggunakan BBM bersubsidi.
Berdasarkan harga BBM yang baru, selisih atau perbedaan harga Pertamax dan Pertalite diketahui berkurang.
Wisnu berharap, hal itu membuat masyarakat mampu yang menggunakan Pertalite dapat beralih ke Pertamax yang tidak bersubsidi.
Ia melanjutkan, kebijakan pemerintah untuk mendaftarkan mobil ke My Pertamina juga berpotensi mengidentifikasi siapa yang layak menggunakan BBM bersubsidi.
Dengan pertimbangan tersebut, BBM bersubsidi dapat tepat sasaran dan dinikmati kalangan yang layak menerimanya.
“Kita kan sudah terbiasa menggunakan pedulilindungi. Nah ini nanti kurang lebih sama. Ketika database siapa yang layak menerima subsidi sudah terbangun dengan pendekatan digitalisasi data, pemerintah akan semakin berani memberikan subsidi karena potensi kebocoran lebih bisa dikendalikan,” ulasnya.
Hal ini disebabkan kenaikan minyak dunia pada Maret yang menyentuh angka 100 dolar per barel.
Wisnu menjelaskan, hal tersebut menyebabkan ketimpangan besar antara asumsi harga BBM di APBN dengan harga minyak dunia yang sesungguhnya.
Namun, Wisnu menyebut, keputusan pemerintah untuk tidak menaikkan BBM pada Maret lalu karena berdekatan dengan puasa dan Hari Raya Idul Fitri.
Seperti diketahui, harga barang-barang pokok memang selalu naik pada rentang waktu tersebut. Wisnu menuturkan, pemerintah tidak ingin menambah beban masyarakat.
Lebih lanjut, pemilihan waktu pemerintah untuk menaikkan BBM bulan September ini disebut tepat.
Wisnu menilai, inflasi setelah puasa dan lebaran sudah terkendali. Sedangkan, masih ada cukup waktu sebelum momen besar lainnya, yakni natal dan tahun baru.(Asri Turana Restaripani).
Editor: B. J Pasaribu
(RuPol)