RUANGPOLITIK.COM – Masalah kemiskinan ekstrem masih menjadi pekerjaan rumah yang harus diselesaikan untuk menuju Indonesia Maju 2045. Merujuk pada data Badan Pusat Statistik (BPS), tingkat kemiskinan ekstrem pada 2021 sebesar empat persen atau 10,86 juta jiwa dan angka kemiskinan 26,5 juta atau 9,71 persen.
Tingkat kemiskinan ekstrem ini meningkat dibandingkan pada 2020 yang berada di level 3,8 persen dan 3,7 persen pada 2019. Kenaikan ini tak terlepas dari dampak pandemi Covid-19. Pandemi telah memukul berbagai sektor ekonomi yang berimbas langsung ke masyarakat.
Kini, setelah pandemi mereda, pemerintah mencoba mengembalikan kembali tren penurunan kemiskinan yang sudah berhasil dilakukan dari 2015-2019. Presiden RI Joko Widodo menargetkan tingkat kemiskinan ekstrem bisa mencapai nol persen pada 2024. Namun untuk mencapai target itu tentu bukanlah perkara mudah. Butuh kerja keras dan kolaborasi untuk mengatasi masalah ini.
Oleh sebab itu, pada 8 Juni 2022 lalu, Presiden mengeluarkan Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 4 Tahun 2022 tentang Percepatan Penghapusan Kemiskinan Ekstrem dan berlaku hingga 31 Desember 2024. Inpres ini mendorong keterpaduan dan sinergi program, serta kerja sama antarkementerian/lembaga maupun pemerintah daerah.
Dalam instruksinya, Presiden meminta adanya langkah-langkah yang diperlukan sesuai dengan tugas, fungsi, dan kewenangan masing-masing guna melakukan percepatan penghapusan kemiskinan ekstrem.
“Memastikan ketepatan sasaran dan integrasi program antarkementerian/lembaga dengan melibatkan peran serta masyarakat yang difokuskan pada lokasi prioritas percepatan penghapusan kemiskinan ekstrem,” tulis inpres tersebut.
Bank Dunia mengartikan kemiskinan ekstrem sebagai kondisi saat pengeluaran penduduk per hari di bawah 1,90 dolar AS PPP (purchasing power parity). Kemiskinan ekstrem di seluruh dunia diukur menggunakan ukuran kemiskinan absolut ini agar konsisten antarnegara dan antarwaktu.
Penghapusan kemiskinan ekstrem dilakukan melalui strategi kebijakan yang meliputi pengurangan beban pengeluaran masyarakat, peningkatan pendapatan masyarakat, dan penurunan jumlah kantong-kantong kemiskinan.
Sebanyak 22 kementerian ikut dilibatkan. Menteri Dalam Negeri misalnya, diminta untuk melakukan koordinasi dan sinkronisasi terhadap kebijakan Gubernur dan Bupati/Wali Kota terkait percepatan penghapusan kemiskinan ekstrem.
Selanjutnya, memfasilitasi pemerintah daerah dalam penyusunan program dan kegiatan pada Rencana Kerja Pemerintah Daerah serta pengalokasian anggaran pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah dalam rangka percepatan penghapusan kemiskinan ekstrem. Termasuk, pemutakhiran data penerima dengan Nomor Induk Kependudukan (NIK) berdasarkan nama, dan alamat serta melalui sinkronisasi data kependudukan dengan data penerima bantuan kemiskinan ekstrem.
Kemudian Kementerian Sosial ditugaskan untuk melakukan verifikasi dan validasi serta memutakhirkan Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS) sebagai data dasar dan sumber utama dalam penetapan penerima manfaat program percepatan penghapusan kemiskinan ekstrem. Seperti diketahui masalah data kerap menjadi persoalan di lapangan, meskipun kini perkara itu sudah diselesaikan secara perlahan dengan koordinasi berbagai pihak.
Kemensos juga diharapkan dapat menyalurkan bantuan sosial dan melakukan pemberdayaan ekonomi kepada target sasaran, melakukan percepatan penghapusan kemiskinan ekstrem sesuai dengan hasil asesmen serta mengelola data penyaluran bantuan sosial dan data kondisi para penerima manfaan.
Kementerian Komunikasi dan Informatika juga diberikan tugas khusus. Tugas khusus Kominfo yakni berupa peningkatan akses telekomunikasi dan internet di wilayah pelayanan universal telekomunikasi. Kemudian menyediakan infrastruktur teknologi informasi di pusat data nasional untuk penguatan sistem pendataan keluarga termasuk keluarga yang tergolong miskin ekstrem.
Selanjutnya, ikut menyusun strategi komunikasi publik, melaksanakan diseminasi informasi program penghapusan kemiskinan ekstrem bersama kementerian/lembaga. Kominfo juga diminta memberikan pelatihan dan pengembangan sumber daya manusia di bidang komunikasi dan informasi bagi keluarga miskin ekstrem.
Selain ke-22 kementerian, inpres juga memerintahkan tugas percepatan pengurangan kemiskinan ekstrem kepada Panglima TNI, Kepala Polri, Kepala Staf Presiden, Kepala Badan Pusat Statistik, Kepala Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional, dan Kepala Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan.
Gubernur dari 34 provinsi dan bupati/wali kota di 514 daerah turut diberi tanggung jawab membantu pelaksanaan di lapangan. Misalnya menyiapkan data sasaran keluarga miskin ekstrem termasuk pemutakhiran alamat dan nama penerima (koordinasi dengan Kemensos), menyusun program dan kegiatan di samping kebutuhan anggaran.
Di dalam Inpres Percepatan Penghapusan Kemiskinan Ekstrem, sumber pendanaan berasal dari berbagai unsur. Di antaranya Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) , Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD), dan Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa. Kemudian sumber lain yang sah dan tidak mengikat sesuai dengan ketenntuan peraturan perundang undangan. Data Kementerian Keuangan mencatat, anggaran terkait kemiskinan pada tahun anggaran 2021 mencapai Rp.526 triliun.
Di luar itu, pemerintah daerah juga wajib memantau serta mengawasi jalannya program dan terakhir adalah melaporkan secara berkala kegiatan percepatan penghapusan kemiskinan ekstrem.
Pemberdayaan ekonomi rakyat
Presiden telah menunjuk Wakil Presiden Ma’ruf Amin sebagai Ketua Tim Nasional Percepatan Penanggulangan Kemiskinan (TNP2K). Tim ini ini dibentuk pada awal tahun 2010 melalui Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 15 tahun 2010 ketika era Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Perpres antara lain untuk merespons situasi melambatnya penurunan tingkat kemiskinan dan meningkatnya kesenjangan. Beleid ini kemudian diubah dengan dikeluarkannya Perpres Nomor 90 tahun 2015 di era Presiden Joko Widodo.
Dalam Perpres Nomor 90 disebutkan kemiskinan merupakan permasalahan bangsa yang mendesak dan memerlukan langkah-langkah penanganan dan pendekatan yang sistematik, terpadu dan menyeluruh, dalam rangka mengurangi beban dan memenuhi hak-hak dasar warga negara secara layak melalui pembangunan inklusif, berkeadilan, dan berkelanjutan untuk mewujudkan kehidupan yang bermartabat.
Wapres Ma’rufn dalam keterangan persnya di Pangkalan Baru, Bangka, Bangka Belitung, Selasa (14/6/2022) menuturkan, pada 2021 sudah dilakukan upaya penghapusan kemiskinan ekstrem di 35 kabupaten. Target berikutnya pada 2022 dilakukan terhadap 212 kabupaten/kota kemudian sisanya pada 2023-2024.
Pemerintah saat ini juga terus memberikan berbagai jenis bantuan untuk perlindungan sosial dan melakukan pemberdayaan ekonomi masyarakat. Wapres menyampaikan, salah satu hal esensial yang sedang dilakukan saat ini adalah penyempurnaan data yang dikoordinasikan oleh dua kementerian koordinator (kemenko) yakni Kemenko Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan serta Kemenko Bidang Perekonomian.
“Supaya mereka yang tergolong miskin ekstrem itu namanya maupun alamatnya, by name by address, diketahui secara detail, terus disempurnakan. Di samping memberikan perlindungan sosial kepada masyarakat, (pemerintah) juga melakukan pemberdayaan ekonomi melalui Kemenko Perekonomian,” ujarnya.
Sementara itu, Menko PMK Muhadjir Effendy mengibaratkan kemiskinan sebagai sepanci nasi. Kemiskinan ekstrem masuk kategori intip atau kerak dari nasi. “Ibarat ngeliwet, kemiskinan ektrem ini adalah intip-nya. Mengerok intip jauh lebih sulit dari pada mengambil nasi yang di atasnya. Walaupun nasinya banyak ambilnya mudah. Tapi kalau sudah jadi intip, itu memang sulit untuk dikerok,” ujarnya saat peluncuran Inpres Percepatan Penghapusan Kemiskinan Ekstrem di Jakarta, Selasa (14/6/2022).
Menko PMK menerangkan, agar target tercapai, pemerintah telah berfokus pada kegiatan kunci yang memerlukan ketepatan sasaran dan integrasi program antar kementerian/lembaga dengan melibatkan masyarakat seperti organisasi filantropi.
Pertama, melalui bantuan sosial dan subsidi yaitu kelompok program atau kegiatan dalam rangka mengurangi beban pengeluaran masyarakat miskin ekstrem. Kedua, melalui pemberdayaan masyarakat dalam rangka peningkatan pendapatan masyarakat miskin ekstrem, dan ketiga, pembangunan infrastruktur pelayanan dasar dalam rangka penurunan jumlah kantong-kantong kemiskinan.
Kolaborasi antara pemerintah pusat, pemerintah daerah, dan organisasi filantropi dengan memastikan bahwa setiap program/kegiatan yang dilakukan konvergen dan sinkron, maka diharapkan bisa sebagai upaya menghapuskan kemiskinan ekstrem di Indonesia. (RD)