RUANGPOLITIK. COM-Diberi hakim pilihan pidana soal pemalsuan tanda tangan atau cabut berkas, enam mahasiswa Universitas Lampung akhirnya memilih mencabut berkas judicial review terhadap UU Ibu Kota Negara (IKN).
“Bagaimana? Kalau kita bertiga sepakat ini Anda cabut, nanti Anda kalau mau mengajukan lagi, silakan mengajukan lagi,” kata hakim konstitusi Arief Hidayat kepada para pemohon dalam situs web MK, Jumat (15/7/2022).
Dari enam mahasiswa, tanda tangan Ackas dan Hurriyah yang palsu. Ini bisa dilaporkan ke polisi, kena pidana, bermain-main di instansi yang resmi. Beda semua antara KTP dan permohonan,” ujar Arief Hidayat
Para mahasiswa mencabut permohonan. “Kami mohon maaf atas kelalaian kami. Kami akan mencabut permohonan Perkara Nomor 66/PUU-XX/2022 pada Rabu 13 Juli 2022,” ujar Hurriyah, jubir para pemohon.
Keenam mahasiswa yang mengajukan permohonan uji materiil UU IKN adalah M. Yuhiqqul Haqqa Gunadi (Perdata’19), Hurriyah Ainaa Mardiyah (HTN’19), Ackas Depry Aryando (HAN’19), Rafi Muhammad (Perdata’19), Dea Karisna (Pidana’19). Nanda Trisua Hardianto (Pidana 2019).
Berita Terkait:
Ratusan Mahasiswa Minta Kejagung Usut Tuntas Kasus Korupsi Ekspor CPO
BEM SI Tolak Keras Penggunaan Kata Mahasiswa Jadi Nama Partai
Partai Mahasiswa Indonesia Merupakan Perubahan Partai Kristen Indonesia 1945
Refly Harun: Dari Mana Dana Membentuk Partai Mahasiswa Indonesia ?…
Akhir Juni lalu, para mahasiswa Fakultas Hukum Unila mengajukan permohonan uji materil UU No.3 Tahun 2022 ke MK. Para mahasiswa menilai UU yang telah disahkan itu diduga telah melanggar hak konstitusional warga negara Indonesia.
Permohonan uji materi itu sudah memasuki masa persidangan baru-baru ini salah satu perwakilan dari tim pemohon mahasiswa Hukum Tata Negara, Hurriyah Ainaa Mardiyah mengkritik kerancuan definisi struktur IKN.
Menurut Hurriyah, dalam Pasal 1 Ayat (2) dijelaskan bahwa Ibu Kota Negara (IKN) adalah pemerintah daerah khusus setingkat provinsi. Namun, sebaliknya, dalam Pasal 4 Ayat (1) justru menyebut IKN setingkat dengan Kementerian.
“Kenapa pasalnya memuat definisi yang berbeda? Jadi IKN setingkat provinsi atau kementerian? Ini harus diperjelas karena akan berpengaruh pada penyelenggaraan pemerintahan IKN ke depannya,” jelas Hurriyah Ainaa dalam rilis.
Yang kedua, kepala otorita yang dipilih, ditunjuk, diangkat, dan diberhentikan oleh presiden tanpa melalui mekanisme pemilihan umum. Para pemohon menilai hal ini mencederai demokrasi dan bertentangan dengan pasal 18 ayat (4) UUD NRI 1945.
“Kami menilai hal ini (Pasal 5 Ayat 4 dan Pasal 9 Ayat 1) mencederai demokrasi dan bertentangan dengan Pasal 18 Ayat 4 dan Pasal 13 Ayat 1 UUD NRI 1945. Padahal, sudah jelas di UUD 1945 Pasal 18 Ayat 3 (dijelaskan) bahwa pemerintah daerah memiliki DPRD yang anggotanya dipilih melalui pemilu,” ujarnya.
Yang ketiga adalah IKN Nusantara hanya melaksanakan pemilu presiden dan wapres, DPR, dan DPD, tanpa ada pemilu DPRD. Padahal, di dalam UUD NRI 1945 pasal 18 ayat (3) bahwa pemerintah daerah memiliki DPRD yang anggotanya dipilih melalui pemilu.
Pengajuan permohonan pengujian Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2022 tentang IKN ini dilatarbelakangi oleh keresahan para mahasiswa hukum Universitas Lampung atas proses regulasi yang ada.
Untuk prosesnya sendiri Hurriyah dan tim mendaftar di simpel.mkri.id yakni memasukkan tim pemohon, kuasa hukum jika ada, tim ahli, bukti-bukti, dan draft permohonan. Semua itu hanya membutuhkan waktu kurang dari sebulan.
“Jadi, draft permohonan itu disusun dulu. Setelah jadi lalu diajukan, kalau draftnya sudah diterima MK. Nanti kami menerima konfirmasi lewat Whatsapp atau email,” tuturnya.
Para pemohon yang notabene adalah mahasiswa hukum mengamati proses penyusunan, perumusan, hingga pengesahan UU IKN yang menimbulkan kontroversi di kalangan masyarakat, membuat mereka memutuskan untuk melanjutkan kajian diskusi kelompok mereka tersebut ke dalam bentuk permohonan uji materil ke MK.
Pengujian UU No.3 Tahun 2022 tentang IKN oleh mahasiswa ini diharapkan dapat terus memacu napas perjuangan dan menjadi indikator ada mahasiswa yang menjaga idealisme dan bergerak menyampaikan aspirasi rakyat Indonesia.
Bagi Hurriyah dan tim ini merupakan bentuk perjuangan mahasiswa sama seperti parlemen jalanan atau demonstrasi mahasiswa. “Ini sebenarnya adalah perjuangan mahasiswa memperjuangkan aspirasi masyarakat lewat formal negara,” ungkapnya.
Menurutnya, ketidaktransparanan dalam penyusunan UU IKN membua dirinya dan teman-temannya tergerak untuk mengajukan uji materil di Mahkamah Konstitusi. “Negara memiliki kewajiban melindungi hak konstitusional setiap warga negaranya,” tutupnya.(Her)
Editor: B. J Pasaribu
(RuPol)