RUANGPOLITIK.COM-Presiden Aksi Cepat Tanggap (ACT) Ibnu Khajar memberikan tanggapan terkait tudingan penyelewengan dana donasi hingga masalah internal lain dalam lembaganya yang berawal dari pemberitaan Majalah Tempo.
“Permohonan maaf yang luar biasa sebesar-besarnya kepada masyarakat mungkin beberapa masyarakat kurang nyaman terhadap pemberitaan yang terjadi saat ini. Kami sampaikan, beberapa pemberitaan tersebut benar, tapi tidak semuanya benar,” kata Ibnu dalam konferensi pers yang digelar di kantor ACT, Menara 165, Jakarta, Senin, 4 Juli 2022.
Dalam laporan Majalah Tempo dengan judul “Kantong Bocor Dana Umat”, mereka menemukan terjadinya penyelewengan dana lembaga, gaji tinggi dan fasilitas mewah yang diterima oleh mantan petinggi ACT, pemotongan dana dan terhentinya sejumlah program, hingga pemotongan gaji karyawan.
“Pertama, kami ingin sampaikan kondisi keuangan Lembaga. Alhamdulillah kita bersyukur kepada Allah SWT, ACT dalam kondisi baik-baik saja. ACT setiap tahun sejak 2005 lembaga ini berdiri di 21 April sampai saat ini, disiplin melakukan audit. Setiap audit kita mendapatkan Wajar Tanpa Pengecualian (WTP),” lanjut Ibnu.
Berita Terkait:
Unggah Foto Anies Baswedan Bersama Eks Pendiri ACT, Guntur Romli: Anies Ngumpet
Ahmad Sahroni: BNPT Bongkar Dugaan Dana ACT Mengalir untuk Terorisme
ACT Akui Mengambil 13,5 Persen dari Donasi, Tokoh NU: Mengerikan
Penutupan Holywings: Pengamat: Manuver Politik Anies Untuk Pilpres 2024
Dia mengungkapkan bahwa keuangan ACT dalam kondisi baik dan membantah bahwa keuangan mereka limbung. Namun, Ibnu Khajar mengakui bahwa semenjak pandemi Covid-19, ACT melakukan pengurangan karyawan sampai 560 orang.
“Kita memahami semenjak pandemi Covid menghantam bangsa kita, dan ini sudah tahun ketiga, tidak menutup kemungkinan bagi kami juga beberapa perusahaan dan lembaga-lembaga mengalami dampaknya, tidak terkecuali lembaga ACT,” ungkap Ibnu.
Terkait mundurnya Pimpinan ACT Ahyuddin, dalam Majalah Tempo tertulis bahwa ada 40 orang datang ke ruang kerja Ahyudin, yang terdiri atas Pengawas Yayasan ACT, Presiden ACT Ibnu Khajar, hingga dewan pembina ACT, untuk meminta tanda tangan pengunduran diri hari itu juga dengan ancaman tidak akan ke luar ruangan sampai Ahyudin memutuskan mundur.
“Kami ingin sampaikan bahwa kejadian di 11 Januari ini adalah kemauan dari semua elemen pemimpin lembaga, bukan cuma kantor pusat, juga di cabang-cabang,” ujar Ibnu.
Dia menyatakan bahwa pengunduran diri itu diterima Ahyudin dengan lapang dada dan berjalan lancar. Ada kesadaran kolektif dari semua pihak untuk memperbaiki ACT. Semua pimpinan lembaga, baik dari pusat maupun di daerah termasuk Dewan Syariah, datang ke Jakarta untuk memberikan memberi nasihat dan masukan kepada Ahyudin untuk memperbaiki kondisi lembaga.
Setelah Ahyudin mundur pada 11 Januari, ACT melakukan rapat Pembina dengan turut mengundang Ahyudin yang berlangsung pada 20 Januari 2022.
“Lewat WA, beliau menyampaikan bahwa sedang di luar kota dan memberikan kuasa kepada kita semua untuk melanjutkan prosesnya dengan baik,” ungkap Ibnu.
Dia menjelaskan bahwa Ahyudin menyetujui proses yang terjadi dalam rapat pembina dan tidak ada ‘kudeta’ terhadap pemimpin ACT tersebut.
“Beliau setuju prosesnya dijalankan dengan baik dan sampaikan nanti kalaupun sudah diperlukan tanda tangan basahnya sepulang dari luar kota maka beliau berkenan diatur waktunya. Jadi sampai tanggal 20 Januari kondisinya baik-baik saja,” kata dia.
Sementara terkait tingginya gaji pimpinan ACT, Ibnu mengungkapkan bahwa pimpinan tertinggi lembaganya tidak sampai sebesar yang dilaporkan Majalah Tempo, yakni Rp250 juta.
“Pimpinan tertinggi saja tidak lebih 100 juta. Jadi kalau disebut Rp250 juta, kami tidak tahu datanya dari mana,” tuturnya.
Ibnu memaparkan bahwa rata-rata biaya operasional Aksi Cepat Tanggap termasuk gaji para pimpinan pada 2017 hingga 2021 adalah 13,7 persen.
“Rasionalisasi pun kami lakukan untuk sejak Januari 2022 lalu. InsyaAllah, target kami adalah dana operasional yang bersumber dari donasi adalah sebesar 0 persen pada 2025,” kata lbnu.
Fasilitas tiga mobil mewah yang dibeli ACT untuk Ahyudin dibenarkan oleh Ibnu. Namun, mobil tersebut telah dijual dan digunakan untuk operasional.
“Kendaraan dibeli tidak untuk permanen, untuk tugas-tugas. Saat lembaga membutuhkan alokasi dana kembali seperti sekarang ini, otomatis dijual. Jadi semacam inventaris, bukan menetap di satu orang,” jelasnya.
Majalah Tempo menyebut Ahyudin menyelewengkan dana masyarakat dengan membeli rumah hingga transfer belasan miliar ke keluarganya.
“Jika saya tidak punya uang, boleh dong saya pinjam ke Lembaga. Saat ini saya terlilit cicilan rumah, cicilan mobil, bahkan biaya sekolah anak. Jika saya membawa kabur duit lembaga dari mana logikanya?” ujar Ahyudin dalam wawancara dengan Majalah Tempo yang dikutip Selasa (5/7/2022).
Ahyudin membantah tudingan telah menyelewengkan dana ACT. Dia mengakui sedang terlilit berbagai cicilan dan menyatakan hanya meminjam uang tersebut.
“Ya indikasi kepentingan pribadi dan terkait dengan dugaan aktivitas terlarang,” kata Kepala PPATK Ivan Yustiavandana, Senin, (5/72022).
Menurut Ivan, PPATK telah melaporkan hasil analisa transaksi ACT tersebut ke aparat penegak hukum, termasuk Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) dan Datasemen Khusus (Densus) 88 Anti Teror.
“Soal dana ke Suriah, apakah ACT siapkan bantuan kepada pemerintah yang Syiah atau kepada pemberontak yang ISIS? Kami sampaikan bantuan kemanusiaan itu tidak boleh menanyakan tentang siapa yang kami bantu, agamanya apa, nggak penting. Jadi yang kami tahu ada orang tua yang sakit, anak-anak yang terlantar, korban perang kami terima di pengungsian Turki, kami berikan bantuan pangan dan medis,” tutur Ibnu Khajar.
Ibnu membantah lembaganya terlibat dalam pendanaan aksi teroris tersebut.
Kami tidak pernah bertanya mereka Syiah atau ISIS nggak penting buat kami, karena keluarga-keluarga ini orang-orang jompo yang perlu kami bantu, mereka korban perang. Ini prinsip kemanusiaan. Jadi kalau dibawa ke mana-mana kami jujur aja sering bingung. Sebenarnya dana yang ke teroris itu dana yang ke mana?” tanya Ibnu.
Editor: Zulfa Simatur
(RuPol)