RUANGPOLITIK.COM-Pernyataan tegas Jokowi yang melarang menteri berpolemik tentang wacana penundaan pemilu, tidak akan membuat wacana tersebut menjadi surut.
Bahkan wacana ini akan terus berlanjut, dengan strategi dan pola yang berbeda.
Direktur Eksekutif Center for Strategic on Islamic and International Studies (CSIIS) Sholeh Basyari mengungkapkan, larangan Jokowi kepada para menteri untuk bicara penundaan pemilu karena order tersebut telah selesai dilaksanakan.
Jadi, mobilisasi dukungan akan tetap dilakukan tanpa harus menteri yang berbicara.
Berita Terkait:
Tak Tegas, BEM UI: Jokowi Hanya Larang Menteri Bicara
Mahasiswa Ancam Demo Jokowi, Ruhut Sitompul: Barisan Sakit hati Kadrun…
Larangan Tegas Jokowi, Pengamat: Wacana Presiden Tiga Periode Kandas
Puan Apresiasi Presiden Larang Menteri Bicara Penundaan Pemilu
“Kalau gerakan di lapangan itu akan terus berjalan, namun panglimanya berganti. Kalau kita perhatikan, ini akan jadi ‘arena’ dua tokoh ‘siluman’sebagai panglima. Tito (Karnavian) pada sisi pendukung dan BG (Budi Gunawan) pada sisi yang kontra,” ungkapnya kepada redaksi RuPol, Rabu (6/4/2022).
Sholeh mengingatkan, meski secara terbuka Jokowi melarang menteri berbicara soal penundaan pemilu, bukan berarti dia tegas menolak gagasan tersebut.
Pasalnya, gaya dan karakter politik Jokowi dari dulu tidak berubah. Mulai walikota solo, gubernur DKI hingga sekarang.
“Tidak berubah dalam arti, Jokowi selalu berada di ‘grey area’. Kedua, kalo Jokowi melarang menterinya bicara tentang penundaan pemilu, sebab order bagi para menteri telah selesai, “ungkapnya.
Sholeh menjelaskan, larangan Jokowi tersebut artinya wilayah rivalitas dan mobilitas politik terkait penundaan sudah beralih dan digeser pada operator lapangan, bukan lagi di level para menteri.
“Jokowi itu petarung sejati. Waktu jadi walikota, dia melawan kebijakan Bibit Waluyo, Gubernur Jateng. Waktu jadi gubernur DKI, dia dengan gayanya melawan presiden SBY. Gak ada sejarah Jokowi menyerah” pungkasnya.(CA)
Editor: B. J Pasaribu
(RuPol)