RUANGPOLITIK.COM – Pendidikan menjadi salah satu kunci kemajuan suatu bangsa. Sehingga pendidikan di Indonesia kini dibuat lebih maju lagi.
Salah satunya dengan program wajib belajar di sekolah negeri dengan tidak membayar uang sekolah. Ini dilakukan pemerintah untuk membantu anak-anak kurang mampu dalam menempuh pendidikan mereka.
Pada 2020 lalu calon presiden (capres) Ganjar Pranowo memiliki ide untuk membuat rintisan kelas virtual. Di mana saat itu Ganjar membuat rintisan kelas virtual untuk anak putus sekolah.
Ini kembali booming setelah salah seorang pendukung Ganjar mempostingnya di akun X (Twitter). Akun @YudhaShanny2 menuliskan caption, “Rintisan kelas virtual: Solusi Ganjar Untuk Anak Putus Sekolah”.
Ada pula poster yang berisikan kenapa rintisan kelas virtual ini hadir dan ditujukan kepada siapa. Dikutp dari website milik Provinsi Jawa tengah, Ganjar mengatakan, ide awal kelas virtual ini dari 4800 anak lulusan SMP yang tidak bisa meneruskan sekolah karena biaya di Jawa Tengah.
“Konsepnya, agar anak dapat kesempatan belajar. Bahkan tadi ada yang boro (pekerja di luar kota) tetapi mereka tetap ingin sekolah, sehingga kita bikin kelas virtual. Agar aksesibilitasnya lebih nyaman, kita dampingi dan bantu,” ujar Ganjar.
Ganjar mengatakan, para murid itu akan bersekolah melalui aplikasi temu daring. Ganjar juga meminta peserta didik virtual tekun belajar, meski terhimpit ekonomi. Untuk proses pembelajaran, mereka didampingi dari sekolah terdekat dari area tinggal.
Dia mengatakan, bila membuahkan hasil yang bagus, ke depannya Pemprov Jateng akan melakukan kerja sama dengan perguruan tinggi dan perluasan jangkauan kelas virtual. Namun apakah ini sejalan dengan program kerja capres-cawapres Ganjar dan Mahfud?
Ternyata, data yang didapat adalah Ganjar-Mahfud memiliki program pembangunan manusia. Di mana mereka ingin manusia Indonesia harus lebih cerdas, lebih sehat, lebih terampil, dan lebih sejahtera.
Di dalam program pertama ini terdapat beberapa turunan, seperti Wajib Belajar 12 Tahun dan tenaga kesehatan sampai ke desa-desa.
Editor: M. R. Oktavia
(Rupol)