Oleh: Dr M Sholeh Basyari yang juga Direktur Ekskutif CSIIS (Center for Strategic on Islamic and International Studies)
RUANGPOLITIK.COM – Ini pertama kalinya. Dan, ada guyonan manarik. Gibran membuka pidatonya dengan meminta Prabowo tenang, lantaran dirinya sudah berada di sampingnya.
Maklum, selama ini Gibran tidak muncul, termasuk ketika Prabowo mengumumkan namanya kepada kepada khalayak.
“Tenang, Pak Prabowo. Tenang saja, Pak. Saya sudah ada di sini,” kata Gibran di Indonesia Arena, Jakarta, Rabu (25/10/23).
Karuan, pidato pembukaan Gibran ini mendapat sambutan luar biasa. Massa sorak sorai. Gibran pun tersenyum semringah. Ia lalu membocorkan sejumlah program yang akan ia usung bersama Prabowo.
Prabowo Subianto bangga mendengar pidato Gibran Rakabuming Raka sebagai bakal calon wakil presiden (cawapres) di depan anggota Koalisi Indonesia Maju (KIM).
Beberapa program itu, seperti dana abadi pesantren, kredit start-up milenial, Kartu Indonesia Sehat (KIS) untuk lansia, dan kartu anak sehat untuk pencegahan stunting.
Lalu, tak lupa hilirisasi untuk komoditas pertambangan, pertanian, dan perikanan, ini wajib. Dan juga ekonomi hijau dan energi hijau untuk keberlanjutan.
Mendengar itu, Prabowo manggut-manggut. Ia seakan menemukan bukti di depan khalayak bahwa pilihannya tidak salah. “Enggak salah kan pilihan aku? Paten enggak? Paten enggak wakil presiden kita? Terlalu muda enggak?” demikian Prabowo bangga.
Programnya Fresh dan Memikat
Dr M Sholeh Basyari yang juga Direktur Ekskutif CSIIS (Center for Strategic on Islamic and International Studies) menilai tawaran program Gibran sangat fresh dan memikat.
Gaya Gibran, tegas M Sholeh, tidak berapi-api, tetapi juga tidak landai. Penampilan pertama Walikota Solo di panggung nasional itu, bisa dibaca, bahwa, ia siap dan konfiden bertarung dengan nama-nama besar; Anies Baswedan-Muhaimin, maupun Ganjar-Mahfud.
Secara politik, sejumlah reasoning bisa dihadirkan untuk melihat kesiapan dan konfidensi Gibran sebagai pemimpin nasional di usia belia.
Pertama, munculnya Gibran merujuk teori generasi (Generation Theory) model Graeme Codrington. Dia mampu menggeser isu muslim non muslim, Jawa luar Jawa, juga sipil militer, menjadi isu milenial, pada Pilpres 2024.
Secara kuantitatif, telaahnya, merujuk sensus 2020, total gabungan jumlah milenial dan gen Z adalah 52% atau ekuivalen dengan 140-an juta dari total penduduk Indonesia 270-an juta jiwa. “Nah, kedua, Gibran ini harus dilihat sebagai hasil gerakan reformasi ’98 yang salah satu tuntutannya adalah potong satu generasi kepemimpinan nasional,” tegasnya.
Tuntutan ini jelas memang sekilas utopia belaka atau setidaknya hanya bahasa pamflet. Tuntutan itu menemukan relevansi dan resonansinya saat Gibran tampil sebagai cawapres Prabowo.
Maka, ketiga, konfidensi dan kesiapan Gibran, layak juga dibaca sebagai ‘the end of streaming politic and clash of ideology’. Kenapa? Merujuk betapa dramatisnya fragmentasi dan friksi berbau politik aliran dan benturan ideologi pada pilpres 2014 dan 2019, munculnya Gibran seaakan me-refresh, ignore bahkan mendelete, konflik-konflik musiman semacam itu.
Tidak kalah penting, tegasnya, munculnya Gibran sejatinya penanda berakhirnya aristokrasi dan klan Bung Karno. Reasoning keempat dan yang terpenting, munculnya Gibran sejatinya penanda berakhirnya aristokrasi dan klan bung Karno.
Ini penting agar tidak lagi para gubernur sibuk membangun patung-patung Bung Karno baru.
Editor: B. J Pasaribu
(RuPol)