RUANGPOLITIK.COM-Kesatuan Aksi Cabang Mahasiswa Muslim Indonesia (KAMMI) Cabang Kota Bandarlampung mengecam wacana kenaikan BBM bulan Ramadan 2022 ini.
Pemerintah seharusnya hadir sebagai solusi bukan justru menjadi sumber kegaduhan baru, kata Kabid Kebijakan Publik Kesatuan Aksi Cabang Andri Efendi kepada RuPol, Kamis (31/3/2022).
Andri mengungkapkan, di tengah kondisi sulit dan ditambah belum berakhirnya pandemi Covid-19, jelang bulan puasa, pemerintah sebaiknya mempertimbangkan kembali kebijakan yang berdampak pada bahan pokok.
Beberapa hari ini, muncul wacana pertamax naik dari kisaran Rp9.000/liter jadi Rp16.000 awal April nanti. “Langkah kontradiksi dengan semangat pemerintah mengembalikan stabilitas perekonomian,” kata Andri Efendi.
Berita Terkait:
PAN Minta Penghapusan Pertalite Ditunda
AML Datangi DPRD Lampung, Sampaikan 4 Tuntutan
Pertamina Pastikan Pertalite dan Premium Masih Ada
Sebelumnya, Kabid Kebijakan Publik KAMMI Cabang Bandarlampung mengadakan diskusi dengan para pakar hukum dan pengamat energi nasional terkait isu yang sama tentang wacana pemerintah menghapuskan premium dan pertalite.
“Kita sama-sama tahu kondisi pandemi hari ini cukup memukul sektor perekonomian nasional, awal 2020 ketika pandemi melanda Indeks ekonomi nasional terjadi penurunan 2,07%,” katanya.
Andri Efendi mengatkan hal tersebut seharusnya menjadi perenungan pemerintah dalam mengeluarkan setiap kebijkan yang makin memberatkan semua sektor-sektor perekonomian saat daya beli masyarakat menurun dan UMKM akan semakin terpukul.
“Potensial semakin membuat perputaran stabilitas ekonomi nasional semakin terpuruk,” katanya.
Penetapan pertalite sebagai bahan bakar subsidipun atau jenis bahan bakar minyak khusus berpotensi membebani masyarakat. Jika pasokan pertalite berkurang atau bahkan hilang di pasaran, masyarakat akan menanggung akibatnya.
Penetapan hal tersebut (pertalite sebagai BBM bersubsidi) jangan dianggap kabar gembira oleh masyakarat, karena pertalite tidak menutup kemungkinan akan bernasib sama seperti premium yang hari ini sudah sangat sulit kita temukan seolah tiba-tiba hilang dipasaran.
Sehingga besar kemungkinan pola yang sama terjadi terhadap premium itu rentan terulang di pertalite. Meskipun harganya murah, seiring dengan kenaikan harga minyak dunia, pertalite berpotensi menjadi langka dan akhirnya publik terpaksa membeli BBM dengan harga yang lebih mahal seperti pertamax walaupun harga sudah mencapai Rp16.000.
Saya menilai bahwa masyarakat menghadapi kondisi yang akan semakin sulit menjelang Ramadan pada 2022 ini jika wacana ini benar terjadi, karena selain kenaikan harga BBM rakyat juga menghadapi kenaikan tarif pajak pertambahan nilai (PPN) menjadi 11 persen belum lagi kita sempat dihebohkan kelangkaan minyak goreng secara nasional sedangkan negara kita sebagai penghasil minyak goreng terbesar di dunia.
Tentu hal tersebut hanya akan menambah daftar masalah baru ditengah masyarakat, setelah mahal dan langkanya minyak goreng, serta adanya potensi kenaikan harga gula pasir dan daging juga saat bulan puasa nanti.
Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) di pusat sana haruslah betul-betul memberikan keputusan yang tepat karena anggota DPR merupakan representasi dari suara-suara rakyat dibawah bukan justru kebijkan yang dikeluarkan kontradiksi dengan kebutuhan rakyat bahkan justru berpotensi membuat sengsara rakyatnya sendiri.
Sehingga saran terbaik bagi pemerintah kembali mempertimbangkan dalam mengeluarkan setiap kebijkan dan segera atasi masalah-masalah bahan pokok tersebut menjelang ramadhan ini bukan hanya dengan pencitraan, tetapi dengan kebijakan yang nyata kongkret dan jelas. (HER)
Editor: B. J Pasaribu
(RuPol)