RUANGPOLITIK.COM — Menko Polhukam Mahfud MD secara resmi telah membentuk Satgas Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU). Satgas TPPU itu tidak melibatkan KPK dan BPK dalam mengusut dugaan transaksi mencurigakan Rp 349 di Kementerian Keuangan (kemenkeu).
Salah satu tim ahli dari Satgas TPPU sekaligus mantan Ketua PPATK, Yunus Husein, menjelaskan bahwa dua institusi itu tidak dilibatkan karena, status, tugas, dan fungsinya yang tak berkaitan langsung dengan proses penelusuran transaksi janggal.
Dia mengatakan, KPK misalnya, statusnya adalah lembaga independen, sebagaimana tertuang dalam Pasal 3 Undang-undang Nomor 19 Tahun 2019. Oleh sebab itu, tak memungkinkan lembaga itu berada di bawah pimpinan Menko Polhukam Mahfud MD selaku Ketua Komite.
Sementara itu, untuk BPK, Yunus menegaskan, tidak ada unsur penyidik di dalamnya, melainkan hanya auditor. Oleh sebab itu, mereka akan dilibatkan ketika dimintai besaran kerugian negara, sedangkan dalam proses penelusuran kasus tak masuk ke dalam struktur satgas ataupun komite.
Di sisi lain, ia melanjutkan, sebagai institusi BPK juga masih diragukan integritasnya di kalangan ahli hukum. Sebab fit and proper test pimpinan BPK dinilai terbatas internal Komisi XI DPR di mana calon-calonnya itu kebanyakan dari teman-temannya sendiri, kalau enggak dari teman sendiri, dari luar, biasanya pakai duit.
Selain itu disampaikan juga bahwa sebelumnya institusi BPK kerap terlibat kasus jual-beli opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) atas Laporan Keuangan Pemerintah Pusat (LKPP).
Menanggapi hal ini, BPK menyampaikan bahwa anggota BPK dipilih oleh Dewan Perwakilan Rakyat dengan memperhatikan pertimbangan Dewan Perwakilan Daerah dan diresmikan oleh Presiden. Untuk itu setiap anggota BPK dinilai memenuhi syarat untuk melakukan tugas dan fungsinya.
“Untuk dapat dipilih menjadi Anggota BPK, harus memenuhi syarat-syarat tertentu sesuai dengan Pasal 13 UU No. 15 Tahun 2006. Calon Anggota BPK juga diumumkan secara terbuka kepada publik untuk memperoleh masukan dari masyarakat,” jelas BPK dalam sebuah pernyataan resmi, Minggu (7/5/2023).
Sementara itu, terkait setiap kasus pelanggaran kode etik seperti penjualan WTP yang dilakukan oleh sejumlah oknum, BPK menegaskan bahwa pihaknya telah membentuk Majelis Kehormatan Kode Etik guna memproses pelanggaran yang dimaksud, termasuk kasus-kasus yang terjadi.
“Setiap kasus pelanggaran kode etik yang terkait dengan pemeriksaan yang dilakukan oleh oknum pelanggar kode etik, maka dilakukan review secara independen dan objektif oleh pemeriksa yang kompeten dan dari satuan kerja lain yang tidak terlibat dalam pemeriksaan oleh oknum dimaksud,” ungkap BPK.
“Review tersebut dilakukan untuk memastikan bahwa hasil pemeriksaan terkait tetap sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan dan Standar Pemeriksaan Keuangan Negara yang ditetapkan,” tambahnya lagi.
Di luar itu BPK juga telah membuat pusat pengaduan terkait pelanggaran kode etik melalui e-ppid.bpk.go.id maupun whistle blowing system di wbs.bpk.go.id. Karenanya saat ini masyarakat sendiri sudah dapat melaporkan suatu perbuatan berindikasi pelanggaran yang terjadi di lingkungan BPK.(Syf)
Editor: Syafri Ario
(Rupol)