Ruangpolitik.com — Sebentar lagi pilkada serentak akan berlangsung. Diperkirakan jadwal pendaftaran sekitar akhir Agustus dan dilanjutkan masa kampanye dan pemilihan di bulan November. Semua calon baik yang sudah punya partai ataupun belum sedang bersosialisasi dan menyampaikan programnya kepada rakyat, termasuk ke masyarakat Payakumbuh.
Kita berharap bisa melahirkan pemimpin yang baik, kalau tidak akan sulit ada kemajuan bagi Payakumbuh seandainya mereka hanya sekedar menjalankan rutinitas walikota. Bahasa lainnya sekedar rutinitas ini adalah sekedar menikmati jabatan saja seperti mobil dinas, rumah dinas, layanan diri dan keluarganya dan biasanya cara kerjanya tahu beres saja tanpa memikirkan kesulitan anak buahnya untuk bekerja.
Pemimpin seperti ini tidak memiliki target yang jelas atau bahkan kadang menjalankan kesibukan alakadarnya saja seperti meresmikan ini dan itu, pergi gunting pita, pergi menghadiri undangan dari masyarakat namun minim inisiatif, minim prestasi, apalagi memberikan layanan terbaik pada rakyat.
Kita jangan sampai tertipu oleh ulah mulut manisnya ketika kampanye, apalagi tepuk tepuk punggung, sapaan yang sangat merdu hingga lupa kita bahwa di depan kita dia sebenarnya penipu mencari suara kita yang ketika dia dilantik tidak akan memikirkan rakyat.
Tipe kepala daerah seperti ini biasanya tipe kepala daerah pencari kerja. Ciri calon kepala daerah seperti ini adalah mereka yang maju cari sponsor atau tidak punya dana yang cukup tapi ‘kareh’ hati mau maju. Selain itu dia bukan tipe yang memiliki penghasilan tetap, atau pekerjaan tetap sebelum menjadi kepala daerah.
Kalau dulunya anggota DPRD seandainya berhenti dari DPRD diperkirakan dia akan menjadi pengangguran, dan biasanya kalau maju pilkada selalu memilih milih calon wakil yang punya ‘isi tas’ yang cukup untuk ‘dipakai’ atau ‘dimanfaatkan’. calon yang begini bukan berarti survey elektabilitasnya jelek, malah kadang sangat bagus, saking bagusnya lah rasa rasa bakal jadi walikota, bahkan berjalannya saja di tengah masyarakat sudah seperti walikota beneran walaupun pilkada masih beberapa bulan lagi.
Selain ciri tersebut, biasanya orang seperti ini punya cacat moral terutama soal uang. Orang seperti ini sering pinjam duit sana sini tapi tidak bayar, ketika ditagih banyak sekali alasannya, dan kadang setengah mimpi menjawab bakal dibayar bentar lagi karena yakin dia akan jadi walikota.
Jadi setelah jadi walikota baru bayar hutang, itupun kalau masih ingat. Kalau sebelumnya orang ini anggota DPRD, sering terjadi temuan ketika audit BPK, biasanya mengembalikan uang karena temuan dengan modus kwitansi palsu kerjasama dengan pihak hotel saat kunker, sering tidur bersama dalam satu kamar hotel padahal kwitansi masing masing kamar, atau hotelnya kelas biasa disebutkan kelas yang lebih tinggi, atau modus berangkat seminggu padahal dua hari sudah pulang bahkan tidak datang sama sekali tapi tetap terima uang perjalanan dinas.
Makanya tipe begini kunkernya jalur darat seperti ke Riau dan Jambi, sebab kalau jalur udara harus setor bukti boarding pass yang tidak bisa nipu. Cacat moral lain biasanya calon tersebut suka main perempuan, suka minum atau berjudi saat kunker dan bahkan disaat tidak kunker saja masih terdengar isu yang tidak sedap soal ini.
Ciri cacat moral selanjutnya tipe calon kepala daerah yang begini adalah bergaul dengan orang yang kurang baik, mereka yang hobi memburuk-burukkan orang lain bahkan mengarang cerita dengan menyuruh orang lain sehingga banyak lawan politiknya menjadi korban fitnah, biasanya memakai tangan orang lain yang bisa dipakai, biasanya memakai orang orang yang rajin di medsos, sok sosialita, bahkan kitapun sudah hapal “lagunya”.
Sebaliknya dia suka memuji muji dirinya, prestasinya ini dan itu padahal yang dia klaim itu adalah hasil kerja orang lain. Mulutnya manis tapi minim prestasi kerja.
Tipe calon kepala daerah seperti ini tidak akan mungkin bekerja dengan baik karena ongkos politiknya setelah jadipun tetap tinggi. Belum lagi nafsu menperkaya diripun tinggi juga, sehingga boro boro memikirkan rakyat, tapi akan lebih banyak menyelamatkan keluarga atau orang sekitarnya yang bermental penjilat.
Bisa kami simpulkan mengapa ini akan membuang waktu kita saja? Capek capek memilih walikota tapi tidak terasa kemajuan kota dengan dipulihnya yang bersangkutan. Seorang kepala daerah yang baik pasti akan mendahulukan rakyatnya. Ini soal hati nurani, mau kaya atau mau mendahulukan rakyat dengan tidak bisa memperkaya diri ? Harus pilih salah satunya.
Ini bisa dijelaskan, contohnya saat ini banyak anggaran pembangunan baik fisik maupun pelayanan atau program adalah dana sharing daerah kota/kabupaten dengan provinsi atau dengan pemerintah pusat. Sendainya fisik maka tanah yang dibutuhkan biasanya adalah tanggung jawab daerah, bukan provinsi atau pusat. Contoh program lain seperti BPJS utk subsidi orang miskin atau setengah miskin dulu adalah sharing anggaran propinsi dan APBD kota.
Bagaimana mungkin membangun kalau dana dana sharing tidak ada, karena biasanya dia tidak hati hati menggunakan anggaran, perencanaan beda dengan prakteknya, sehingga alasan klise muncul APBD tidak cukup, padahal asal berhemat selalu cukup. Kami pernah mewawancarai kepala yang berhasil bahwa APBD sebelum Covid selalu cukup asal berhemat. Malah pusat kadang menyuruh talangi dulu seperti PDAM untuk sambungan baru yang nanti direemburst pemerintah pusat di akhir tahun.
Kalau niatnya sudah memperkaya diri maka hal seperti ini tidak akan terjadi, rakyat tidak akan terlayani dengan baik. Kalaupun anggarannya ada ciri selanjutnya akuntabilitasnya rendah. Kita bisa lihat kasus sewa bandwidth internet di Payakumbuh baru baru ini, dimana sumber yang handal itu baru ada Telkom atau icon+, sayang, mereka memilih perusahaan yang abal abal yang berakhir pada jeleknya layanan. Ditambah lagi pembelian ini sudah e katalog sehingga dengan mudah ditunjuk langsung tanpa proses tender di daerah.
Dampak dari ini sangat luas, kantor perijinan, rumah sakit, dan lain-lain terganggu pelayanannya karena semua berbasis IT. Dampak seperti ini kadang tidak terpikirkan oleh yang bersangkutan akibat kebodohan dan ketidakpahaman bagaimana sebuah sistem yang baik dibangun. Sistem yang memiliki akuntabilitas baik kalau diganggu dengan akuntabilitas jelek otomatis akan nampak keburukan dan niat buruknya.
Begitulah kalau kita mencari kepala daerah yang memang tujuan mencari kerja. Sudahlah minim ilmu memerintah, niatpun dari awal sudah tidak baik. Orang begini bahkan sekolah atau kuliahnya pun sering tidak jelas walaupun ini bukan patokan.
Akan berbeda dengan kepala daerah pekerja, jelas dari awal niatnya “mewakafkan” dirinya untuk rakyat Payakumbuh. Hidupnya pun sederhana bahkan setelah selesai jadi walikota, kecuali kalau sebelum walikota dia sudah kaya dan punya kerja atau bisnis yg jelas dan nampak. Biasanya sekolahnya maupun kuliahnya di perguruan tinggi yang bagus dan jelas akreditasinya.
Walaupun soal kuliah bukan selalu menjadi patokan. Intinya dia sudah cukup dengan dirinya baik karena sudah kaya dan kalaupun dia miskin tapi sudah konaah. Orang orang seperti ini sudah selesai dengan dirinya, sudah tidak memikirkan dirinya apalagi memperkaya diri dan keluarga, dan fokus kerja untuk Payakumbuh.
Kita mendambakan kepala daerah seperti ini sehingga nampak bagi kita kemajuan kota, setidaknya tidak mempersulit rakyat lagi, memberikan kemudahan berusaha, segala urusan dan layanan mudah dan biasanya rakyat gembira dengan pemimpinnya.
Pemimpin begini biasanya tidak berjarak dengan rakyatnya, mudah diakses dan berurusan dengannya tidak bertele tele atau oper sana sini. Dia menganggap dirinya adalah pelayan rakyat, bahkan tidurnya pun kurang karena banyak memikirkan kerja terutama kerja yang belum selesai atau tertunda akibat masalah masalah di lapangan.
Menoleh ke Payakumbuh tentu kerjanya akan nampak, misalnya masalah sampah akan bisa diselesaikan, masalah PDAM bisa dicarikan jalan keluarnya dan masalah pelayanan selalu baik dan prima. Jalan jalan semua mulus, drainase bersih dan terawat, kota bersih, pokoknya rakyat puas.
Permintaan rakyat itu sebenarnya sederhana, seperti jalan yang baik, pelayanan yang baik mulai dari KTP, paspor dan perijinan, sekolah anak mudah, kesehatan mudah, orang miskin dibantu dengan subsidi dan pemimpinnya bisa ditemui dengan mudah atau bisa mengadukan persoalannya. Jika pemimpinnya seperti ini maka kitapun sebagai rakyat payakumbuh sudah cukup bahagia. Kita tidak sia sia memilihnya dan tidak akan menyesal.
Apakah ada calon yang begini ? tentu ada, tinggal kita mau yang baik atau mau yang asal asal. Atau kembali kepada pilihan kita mau cari walikota pekerja atau walikota pencari kerja? Baik buruk kota kita lah yang memutuskan lewat pilkada yg setiap 5 tahun kita laksanakan. Maka laksanakanlah hak kita sebaik baik ya dengan memilih pemimpin terbaik. Semoga Allah turunkan pemimpin yang baik ini bagi rakyat payakumbuh, amiin ya rabbal alamin.
Editor: Syafri Ario