RUANGPOLITIK.COM — Bencana banjir dan longsor melanda Kabupaten Limapuluh Kota, Sumatera Barat (Sumbar) sepanjang 2023. Terbaru selama Desember 2023, banjir dan longsor itu terjadi sebanyak dua kali.
Banjir dan longsor pertama kali terjadi di bulan ini pada 18 Desember lalu. Sekitar 5 hari usai bencana pertama itu terjadi, atau tepatnya pada 25 Desember, banjir dan longsor kedua kembali terjadi.
Hingga 1 orang tewas, serta akses Jalan Lintas Sumatera yang menghubungkan Provinsi Sumbar-Riau terputus. Disusul kerugian lain dialami masyarakat.
Menurut Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Sumbar banjir dan longsor yang terjadi di Limapuluh Kota, akibat menyusutnya kawasan hutan berupa alih fungsi lahan secara masif dan banyaknya tambang galian C di kawasan tersebut.
Direktur Eksekutif Walhi Sumbar, Wengki Purwanto, menyebut penyusutan hutan yang terjadi di Limapuluh Kota dimulai dari tahun 2001-2022. Dampaknya menurutnya Limapuluh Kota kehilangan 33.8 kha tutupan pohon akibat alih fungsi lahan.
“Saat ini kita lihat Limapuluh Kota kehilangan 33.8 kha tutupan pohon. Ini setara dengan 23.2 Mt emisi CO2e. Penyebab ini kami duga akibat aktivitas tambang, baik itu tambang legal dan ilegal,” katanya, Kamis (28/12/2023).
Wengki mengatakan dalam catatan Walhi pembukaan lahan di Limapuluh Kota sampai saat ini masih terjadi. Pembukaan lahan ini menurutnya juga menyasar kawasan hutan lindung dan konservasi. Akibatnya beberapa kawasan hutan yang dilarang untuk dibuka saat ini dalam keadaan gundul.
“Akibatnya aktivitas tambang yang legal atau ilegal juga menyasar kawasan hutan yang dilindungi. Sehingga kawasan hutan saat ini di sana banyak yang gundul. Ini bisa dilihat di analisis citra satelit. Sehingga daerah resapan air itu berkurang. Dampak terjadi peningkatan bencana longsor dan banjir di Limapuluh Kota,” ujarnya.
Menurutnya dampak hal itu kini masyarakat hanya menerima bencana akibat kerusakan hutan tersebut.
“Bencana banjir dan longsor yang dirasakan masyarakat saat ini bukan penyebabnya 1 atau 2 tahun lalu. Namun sudah menumpuk dari tahun ke tahun. Sehingga daya dukung dan tampung yang tidak memadai ini sudah terjadi sangat lama. Maka ini yang dinamakan bencana ekologis,” ungkapnya.
Ke depan menurut Wengki, saat pemerintah ingin memberikan izin pembangun kawasan di Limapuluh Kota harus memikirkan aspek mitigasi bencana. Saat ini menurutnya aspek mitigasi bencana sangat minim dipikirkan dalam pemberian izin. Dampaknya menurut Walhi resapan air terus berkurang.
“Di Limapuluh Kota saat ini sangat banyak pembukaan resort di kawasan wisata. Dampaknya terjadi pengurangan resapan air. Sehingga ini memicu bencana banjir dan longsor yang terjadi. Sehingga kami terus mengajak pemerintah untuk memikirkan mitigasi bencana dalam pemberian izin,” ujarnya.
“Hampir semua daerah di Limapuluh Kota sangat rentan dengan banjir dan longsor. Apalagi itu di jalan Lintas Sumbar-Riau masih ada aktivitas tambang batu yang dilakukan masyarakat. Ini juga akan menghawatirkan masyarakat yang menambang dan yang melintasi. Sehingga mitigasi terkait ini harus dipikirkan ke depan,” sambungnya.
Kepala Dinas Kehutanan (Dishut) Provinsi Sumbar, Yozarwardi menyebut banjir dan longsor yang terjadi di Limapuluh Kota disebabkan curah hujan yang tinggi dengan durasi yang lama. Terkait dugaan banjir dan longsor disebabkan maraknya pembukaan lahan, Yozarwardi menyebut pihaknya akan memeriksa ke lapangan.
“Menurut laporan yang kami terima, banjir disebabkan oleh curah hujan yang tinggi dengan durasi yang lama. Terkait laporan pembukaan lahan akan kami pemeriksaan dulu,” kata Yozarwardi.(Syf)
Editor: Syafri Ario
(Rupol)