Oleh: Direktur Eksekutif Indonesia Political Opinion Dedi Kurnia Syah
RUANGPOLITIK.COM – Presiden Joko Widodo atau Jokowi menjawab anggapan dinasti politik terkait putusan MK Nomor 90/PUU-XXI/2023 dengan menyerahkan kepada rakyat.
Begitu pula Gibran Rakabuming Raka dinilai berlindung di balik pernyataan ‘serahkan pada rakyat’ saat merespons pencawapresan dirinya.
Direktur Eksekutif Indonesia Political Opinion Dedi Kurnia Syah mengatakan pernyataan Jokowi tersebut sekadar untuk menutupi pelanggaran konstitusi yang dilakukan di MK.
Jokowi dan Gibran secara teknis benar, memang semua tergantung rakyat, hanya saja rakyat itu mereka tafsir sebatas kertas suara, dan kertas suara sepanjang kekuasaan oligarki memimpin, punya akses yang mendapatkan kertas suara lebih dulu sebelum sampai ke tangan rakyat yang sesungguhnya.
Belum lagi dengan kekuasaan yang dimiliki, Jokowi bisa saja ‘mengatur’ jalannya dan mempergunakan perangkat negara.
Artinya Gibran juga Jokowi pada dasarnya sedang mempermainkan konstitusi, mereka tidak memberikan jalan terbaik, tetapi memanfaatkan nama rakyat untuk memaksa mendapatkan legitimasi yang untungkan keduanya saja.
Untuk itulah, perlu gerakan dari kalangan terpelajar untuk menghentikan gerakan oligarki Presiden Joko Widodo.
Perlu ada gerakan kelas terpelajar untuk menghentikan gerakan oligarki Jokowi. Rakyat hanya menerima hasil, rakyat Indonesia sejauh ini masih didominasi oleh rakyat penerima hasil, bukan rakyat yang menentukan hasil.
Gerakan oligarki Presiden Jokowi makin menjadi. Skandal “Mahkamah Keluarga”, dimana sudah diputuskan oleh Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) sebagai pelanggaran etika berat dan kejahatan karena membiarkan intervensi pihak luar ke dalam proses pembuatan Putusan Nomor 90 Mahkamah Konstitusi, tentang syarat umur capres-cawapres.
Sejumlah aktivis demokrasi, pegiat hukum, tokoh nasional dan masyarakat sipil tidak henti menggugat oligarki, menjaga demokrasi.
Gugatan yang terbaru adalah mereka melaporkan pelanggaran administrasi kepada Badan Pengawas Pemilu RI.
Pencawapresan Gibran sudah pasti pelanggaran hukum, pelanggaran prosedur, pelanggaran etika berat sudah pasti tidak terlegitimasi dan tidak sah, meskipun berlaku.
Editor: B. J Pasaribu
(RuPol)