Salah satu petani cabai rawit, Agus(46) mengatakan, sebelum melonjak tajam, harga cabai rawit di tingkat petani sempat anjlok hingga Rp 20.000 per kilogram.
RUANGPOLITIK.COM – Naiknya harga cabai rawit di sejumlah daerah di Indonesia juga dirasakan oleh para petani di Balikpapan, Kalimantan Timur (Kaltim).
Para petani tersebut menduga, naiknya harga cabai rawit dalam beberapa hari terakhir merupakan dampak dari kemarau panjang yang terjadi dalam kurun waktu 3 bulan terakhir.
Salah satu petani cabai rawit, Agus(46) mengatakan, sebelum melonjak tajam, harga cabai rawit di tingkat petani sempat anjlok hingga Rp 20.000 per kilogram.
Sejak pertengahan bulan Oktober hingga 5 hari terakhir, harga cabai rawit di tingkat petani juga turut mengalami kenaikan yang kini mencapai Rp 60.000 per kilogram.
Cabai rawit naik Rp 28.000 – Rp 35.000 naik menjadi Rp 45.000. Kemudian di bulan Oktober semakin naik menjadi Rp 50.000.
“Nah ini sudah lima hari ini, ini harganya semakin naik gitu Rp 60.000 sehingga ya trennya naik terus gitu,” jelasnya.
Tren kenaikan harga cabai rawit di tingkat petani lokal di Kota Balikpapan dinilai masih belum memasuki puncaknya. Bahkan, para petani memprediksi lonjakan harga cabai rawit akan semakin naik hingga dua kali lipat saat semakin mendekati hari raya Natal dan tahun baru nanti.
“Kemungkinan besar nanti mendekati hari raya natal dan tahun baru sepertinya ada kemungkinan untuk naik lagi harganya,” tambahnya.
Agus menerangkan, umumnya harga cabai rawit di tingkat petani lokal adalah rata-rata berkisar antara Rp 30.000 hingga Rp 40.000 per kilogram.
“Cabai sebetulnya rata-rata umumnya itu ya kisarannya Rp 30.000 sampai Rp 40.000 sekilonya lah itu, itu kayaknya harga ideal harga yang berlangsung paling lama dalam siklus tahunan walau pun kadang-kadang anjlok sampai belasan ribu,” tandasnya.
Agus mengungkapkan naiknya harga cabai rawit ini merupakan dampak dari kemarau panjang yang melanda sebagian besar wilayah Indonesia dalam kurun waktu tiga bulan terakhir.
Akibatnya, tak sedikit dari para petani lokal yang tak sempat menanam cabai rawit, akibat keterbatasan pasokan air. Kondisi ini pun akhirnya berdampak pada berkurangnya pasokan cabai rawit di pasar tradisional, lantaran hasil panen di tingkat petani yang semakin menurun.(AP)
Editor: B. J Pasaribu
(RuPol)