“Itu sama saja kita membayangkan munculnya sebuah pemerintahan yang tidak mempunyai konsep tentang HAM. Bukan semata tidak akan menyelesaiakan kasus HAM masa lalu, tetapi juga tidak mempunyai agenda tegas perlindungan dan penegakan HAM ke depan bila dalam pilpres 2024 mereka menang,” kecam mantan Sekjen PRD ini, Jumat (3/11/2023).
RUANGPOLITIK.COM – Mantan Sekretaris Jenderal (Sekjen) Partai Rakyat Demokratik (PRD) Petrus Hariyanto, mengecam pasangan capres-cawapres Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka yang diberitakan tidak mempunyai program akan menyelesaikan kasus pelanggaran HAM berat masa lalu.
Menurut dia, karena tidak memiliki konsep dan keberpihakan kepada HAM, pasangan capres di Pilpres 2024 ini tidak layak untuk dipilih.
“Itu sama saja kita membayangkan munculnya sebuah pemerintahan yang tidak mempunyai konsep tentang HAM. Bukan semata tidak akan menyelesaiakan kasus HAM masa lalu, tetapi juga tidak mempunyai agenda tegas perlindungan dan penegakan HAM ke depan bila dalam pilpres 2024 mereka menang,” kecam mantan Sekjen PRD ini, Jumat (3/11/2023).
Penyelesaian kasus pelanggaran HAM berat masa lalu merupakan salah satu agenda reformasi. Kala itu mahasiswa dan rakyat bergerak menjatuhkan pemerintahan Orde Baru Soeharto yang penuh dengan pelanggaran HAM.
“Salah satu alasan gerakan reformasi menjatuhkan Soeharto karena penguasa Orde Baru ini memerintah dengan tangan besi dan menggunakan pendekatan kekerasan melalui aparat militer, sehingga banyak rakyat yang ditangkap, disiksa, diculik, bahkan dibunuh. Kasus itu harus diselesaikan dan dituntaskan, agar tragedi serupa tidak terulang lagi,” tegas mantan aktivis yang pernah mendekam di LP Cipinang semasa kekuasaan Orba itu.
Persoalan ini, dipandang Petrus sangat serius. Ia tak bisa memahami calon capres dan cawapres tidak mempunyai misi sepenting ini.
“Justru menunjukkan calon pemimpin yang berpotensi besar melakukan pelanggaran HAM. Dan sudah terbukti jika Prabowo Subianto merupakan salah satu jenderal yang saat itu oleh Komnas HAM disebut menjadi aktor yang bertanggungjawab dalam kasus penculikan aktivis ’98. Bahkan, karier politiknya di militer hilang karena dipecat dari institusi ABRI pada 1998. Dewan Kehormatan Militer, yang diketuai oleh Jenderal Subagyo Hadi Siswoyo pada saat itu memberi kesimpulan bahwa Letnan Jenderal Prabowo Subianto melakukan penculikan dengan membentuk Tim Mawar,” jelasnya lagi.
Petrus juga bertanya kepada Presiden Joko Widodo apakah akan serius menyelesaikan kasus pelanggaran HAM berat masa lalu, termasuk kasus penculikan aktivis.
“Saya menegaskan kasus pelanggaran HAM berat masa lalu yang tercantum dalam Nawacita tidak akan diselesaikan secara tegas dan tuntas dalam sisa pemerintahannya tinggal setahun ini. Akan berhenti hanya dalam proses non yudisial. Mana mungkin akan berlanjut ke proses hukum, sebagai presiden saja sudah mendukung capres pelanggar HAM dan menempatkan anaknya menjadi cawapres dengan mengobok-obok MK,” tegasnya. (dfp)
Editor: M. R. Oktavia
(Rupol)